Lagi-lagi aku tidak bisa berpikir jernih. Dua orang di depanku terus-menerus menoleh kebelakang membuatku sedikit risih dengan gerak-gerik mereka.
"Nona, aku melihat kamu terus menangis memangnya sedang berpikir apa? Bukankah Nona sebentar lagi akan menikah dengan Tuan kami. Jadi seharusnya Anda tersenyum bahagia," ucap salah satu dari mereka.
'Apa ini jalanku untuk bahagia atau ini jalanku untuk semakin menderita? Jika saja cinta bisa menyertai jalanku ini pasti aku akan merasakan bahagia yang tiada duanya.' Lagi-lagi aku bergumam dengan batinku.
"Yah benar. Anda tidak perlu bersedih sebab Tuan kami itu sangatlah baik dan pengertian meskipun dirinya tidak bisa di ganggu sembarangan," sahut temannya yang lain.
'Apa memang benar Daniel itu baik? Tapi sepertinya tidak sejak pertama bertemu dia sudah kelihatan sombong dan angkuh,' batinku.
"Aku hanya bersedih untuk diriku bukan untuk kalian jadi sebaiknya kalian fokus saja dengan tugas kalian mengantarku atau kalau perlu turunkan aku." Dengan sedikit ketus aku menjawab ucapan mereka.
"Yee malah nyolot! Kami itu cuma tidak suka melihat Anda menangis, itu saja tidak lebih."
Aku tidak lagi memperdulikan mereka sampai perkataan terakhir ku abaikan. Karena bagiku itu tidak ada arti dan tidak akan merubah apapun yang sudah terjadi saat ini. Jika memang ucapan orang-orang itu benar kalau Tuan mereka baik tentu saja dia tidak akan membeli diriku.
Perjalanan terus berlanjut, saat ini kami sudah memasuki kota karena memang tempatku tinggal masih terbilang pedesaan. Semakin kesini hatiku terus cemas dan gelisah antara takut juga penasaran. Ada sekitar lima belas menit perjalanan, mobil yang ku tunpangi masuk kedalam sebuah apartemen elite, entah itu milik siapa aku sendiri tidak tahu.
Aku langsung di persilahkan masuk, dan mereka membawa semua barang-barang ku tanpa kuminta. Layaknya Putri istana dua orang perempuan yang bisa ku tebak adalah pelayan di tempat ini dengan memakai pakaian yang sama langsung menuntunku untuk masuk kedalam kamar dan di perbolehkan istirahat.
Salah satu dari mereka sudah pergi. Namun, hanya tertinggal satu orang yang langsung mendekatiku seraya memberikan pakaian, aku sampai bingung tujuannya apa. Dengan rasa penasaran aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Maaf Mbak, kalau boleh tahu apa tempat ini milik Daniel Ricciardo?"
"Ya benar sekali, Nyonya. Tuan Daniel sudah berpesan agar kami melayani Anda, jika nanti Nyonya perlu sesuatu jangan sungkan panggilkan saya. Ah ya dan ini titipan dari Tuan, agar Anda langsung bersiap-siap," sahut seorang pelayan.
"Sebentar, bersiap-siap? Maksudnya bersiap untuk apa? Lalu gaun ini untuk apa? Saya ada kok bawa baju jadi gaun mahal ini sebaiknya di simpan saja."
"Maaf Nyonya, ini adalah perintah jadi jika ada hal lain saya kurang tahu. Saya hanya di suruh untuk membuat agar Anda memakainya dan Tuan juga berpesan agar pakaian yang Anda bawakan sebelumnya harus segera di buang." Membuatku tercengang mendengar pelayan itu berbicara.
"Jujur saya belum mengerti apapun. Untuk apa saya pakaikan ini dan bersiap-siap? Lalu kenapa kamu panggil aku dengan Nyonya? Bisa tolong jelaskan semuanya?" tanyaku memastikan.
"Maaf Nyonya, saya hanya di berikan perintah selebihnya bisa langsung Nyonya tanyakan langsung pada Tuan. Ya sudah kalau begitu saya permisi dulu." Pelayan itu pun beranjak pergi dari kamarku.
Aku pun hanya menganggukkan kepala. Entah kenapa perasaanku tidak enak apalagi saat pelayan itu bilang aku harus bersiap-siap.
'Mungkinkah aku bakalan beneran di perkosa lalu aku akan di jual kepada Pria-pria tua secara bergilir? Oh sebaiknya aku harus cepat cari jalan keluar sebelum Daniel Pria sialan itu datang,' batinku.
Pikiranku sangat buruk hal yang sangat aku takutkan semoga saja tidak terjadi. Namun, sebelum aku bisa memastikan aku harus bisa menyelamatkan diri dari tempat sial ini sebelum nanti mahkota suciku pecah. Aku berlari mengambil semua barang-barang ku yang tergeletak di lantai dan menuju ke pintu kamar, tapi sayangnya pintu itu sudah di kunci dari luar membuatku tidak tahu harus bertindak apalagi.
"Sial, sepertinya pelayan itu sengaja mengurungkan. Apalagi yang harus kulakukan? Memanjat atap mana bisa, mencari celah lewat jendela semuanya serba di tutup. Sepertinya hidupku memang akan berakhir di sini," gumam ku yang sedang celingak-celinguk mencari jalan keluar.
Tidak ada yang bisa kulakukan lagi selain bertahan dan menunggu sampai pintu kamar terbuka. Sekitar tiga jam aku sudah berada dalam kamar tanpa ada seorangpun yang datang. Tidak ada handphone sebab ponselku juga sudah di sita oleh mereka yang menjemput ku sebelumnya.
Rasa gerah membuat tubuhku lengket hingga aku memutuskan untuk menyegarkan diri di dalam bathtub. Pikiranku setidaknya sedikit tenang setelah merendamkan diri di bawah air berbusa. Setelah semuanya selesai aku pun bangkit lalu keluar dengan handuk yang melilit di tubuhku.
Saat aku membuka pintu kamar mandi terlihat jelas seorang Pria sedang berbaring di ranjang ku yang hanya memakai boxer tanpa memakai baju atas, hingga menampakkan tubuhnya yang memiliki otot-otot perut dengan postur gagah, berkulit putih, dan badan yang kekar. Sungguh siapapun yang melihat akan tergoda.
Sebagai wanita normal tentu saja aku terpukau melihat apa yang Daniel miliki. Kewarasan ku hilang saat aku melihat dirinya. Kekecewaan ku dan kesedihan seakan lenyap saat dirinya sengaja sedang menggoda iman gadis perawan sepertiku. Apalagi aku memang penyuka cogan alias cowok ganteng. Tidak heran jika aku tertarik dengannya walaupun aku tidak pernah mengakuinya.
'Sadar Queen! Jangan tergoda, harap tenang meski ini ujian ... tetap harap tenang, pikirkan jika nanti kamu akan di jual olehnya,' batinku yang masih berdiri di pintu bathroom seraya memandang kearahnya.
"Eh ngapain kamu bengong di sana? Diam-diam suka ya?" tanya Daniel yang entah kapan ia sudah duduk.
"Eng-e-enggak! Siapa yang suka lihat kamu? Dan ngapain kamu ada di sini? Sebaiknya keluar aku ingin ganti baju."
"Yang punya rumah siapa? Emang situ yang Bos? Kalau mau ganti ya tinggal ganti aja ngga usah belagu ngga bakalan di apa-apain!" sahut Daniel dengan ketusnya.
'Apa ucapannya bisa di pegang? Tapi tidak mungkin dia datang kesini cuma-cuma apalagi tanpa berbusana seperti itu,' batinku.
Aku sedikit cemas dengan keberadaan Daniel yang sedang menatapku.
"Jika memang kamu tidak ingin mengganggu jadi sebaiknya pergi biar aku selesai mengganti pakaian terlebih dahulu," ucapku berusaha agar ia mengerti.
Bukannya pergi Daniel justru bangun lalu melangkah semakin mendekat kearahku hingga aku berusaha untuk terus mundur.
"Sebaiknya jawab pertanyaan ku dari sana dan jangan mendekat! Jangan!" teriak ku seraya berusaha terus mundur.