"Bagaimana kamu bisa menerima lamaran dia?" Gibran terdengar sangat murka, tatapanya juga sangat memperlihatkan hal itu.
Kanaya ikut menatap kedua mata laki laki itu, bukan hanya Gibran yang sakit hati disini, tapi Kanaya sangat sangat kecewa. Di antara mereka memang punya komitmen, tapi disini Gibran yang membuat keadaan jadi keruh, laki laki itu yang justru akan menikah terlebih dahulu.
"Kenapa kalau aku menerimanya, apa yang salah?" Kedua insan itu tatapanya saling bergelut. Kedua mata Kanaya rasanya memanas, tak tahan ingin menagis.
Gibran membuang muka dari perempuan itu, ia merasakan rahangnya semakin mengeras. Kedua tanganya juga mengepal kuat.
"Baiklah kalau itu mau kamu."
Mereka sekarang berada di rumah Kanaya, laki laki itu mendengar kabar dari para pekerja kantor kalau Toni dan Kanaya akan tunangan. Saat mendengar hal itu Gibran langsung menemui Kanaya, kebetulan dia tidak masuk kerja hari ini. Kanaya merasa belum siap untuk bertemu Gibran.