Rania masih menunggu sopir datang, gadis itu berukang ulang kali melihat jam yang melingkar di tanganya. Entah sudah kali ia memperhatikanya, sudah tak terhitung. Akhirnya gadis itu memilih duduk di luar gerbang, sebuah bangku semen. Di sekolahan itu para murid hampir saja tak tersisa, hanya tinggal beberapa saja. Tidak biasanya sopir di rumahnya telat seperti ini, Rania merasa khawatir. Gadis itu memutuskan untuk menelfon sopirnya kembali untuk memastikan keadaan sopirnya baik baik saja.
"Hallo, Pak," ucap Rania saat panggilanya tersambung.
Sopir Rania menerangkan kalau jalanan macet, dan membuatnya sulit untuk segera sampai.
Gadis itu menarik nafas lelah setelah ponselnya mati, lalu kini apa yang harus di lakukanya semantara semakin lama tempat itu akan semakin sepi. Keberanian Rania mulai menipis saat satu satunya orang di tempat itu juga ikut pergi. Gadis itu mengigit bibir bawahnya sambil kebingungan.