Setelah selesai mandi Kanaya duduk di kursi meja rias. Gibran mengantarkannya sekitar 9.30 malam, perempuan itu juga tidak meminta Gibran untuk masuk kedalam rumahnya mengingat di rumahnya hanya ada dirinya seorang. Tentu saja Kanaya tidak ingin nantinya jadi bahan fitnah oleh para tetangganya. Perempuan itu sejak tadi masih tersenyum, hatinya terasa lebih bahagia. Bahagia? Kanaya segera memudarkan senyum dan menatap diri di cermin, ia menepuk pipi kanan dan kirinya dengan pelan.
"Sadar Kanaya, Gibran bukan orang yang pantas untukmu dan kamu juga harus ingat Gibran akan menikah dengan perempuan yang tepat. Perempuan yang berpendidikan, kaya, dan berilmu agama. Berbeda jauh denganku, tidak ada bandingan dengan Gita. Tatapan Kanaya berubah sayu, perempuan itu merasa takut perasaannya kembali seperti 3 tahun yang lalu, di mana nama Gibran kala itu sangat melekat pada pikirannya. Bahkan tidak ada laki-laki yang bisa membuatnya seperti itu sampai hari ini, detik ini.