"Hei Zi! paling tidak bantu aku selesaikan bagian ini!"
Zico berbaring di kursi bambu panjang tempat pegawai bengkel biasa mengistirahatkan tubuhnya. Lengan satunya difungsikan sebagai bantal darurat sedangkan yang satunya lagi untuk menutup kedua matanya.
"Aku tidak sanggup bergerak saat ini. Panasnya bisa membunuhku."
"Kalau mau bersantai di tempat sejuk, pulang saja sana kembali jadi pangeran mahkota pemilik Hotel Athens."
"Jangan menyindirku om. Aku tidak sanggup membalas."
"Yah, meskipun kau banyak menanamkan modal di bengkel ini, bukan berarti aku tidak bisa memecatmu."
"Hmmmm.. " Zico tidak pernah menganggap serius ancaman rekan kerjanya itu.
"Amboooi.. Di hari yang panas ini akhirnya ada angin sejuk yang membawa kesegaran." Om Rago menyapa seorang gadis cantik yang masuk ke bengkel.
"Hai Om! banyak kerjaan ya?"
"Yaaah, kalau bukan karena putra kaya pemalas yang sedang bersantai disana.." Om Rago menengok Zico yang masih tidak bergeser sedikitpun dari kursi santainya. "...aku mungking sedang berkencan dengan pemilik toko klontong di depan sana sekarang." Om Rago tersenyum lebar sambil menyambut sekeranjang minuman dingin yang dibawa gadis tersebut. Gadis itu hanya menggeleng sambil melihat Zico dan menghampirinya.
"Hai pemalas." Zico membuka sebelah matanya tersenyum kecil melihat gadis itu dan menariknya duduk di pangkuannya.
"Kamu kepagian Mily." Zico memainkan ujung rambut Mily.
"Habis aku gak ada kerjaan lagi. Jarang-jarang juga Kak Nay kasih libur. Jadi aku dateng aja sekarang."
"Kamu nggak perlu panas-panasan kalau nunggu aku jemput nanti." Zico mengecup ujung rambut Mily sambil tersenyum menggoda. "Aku nggak nyangka kamu sekangen itu sama aku sampe gak sabar ketemu."
"Ihh.. Ge er!" Zico tertawa manis dan bangkit dari kursi santainya. "Tunggu sini. Aku ambil barang-barang dulu. Om! belum setengah hari sih, tapi aku pergi ya!" Zico pergi ke lantai atas tempat kamarnya berada.
"Kalau bukan karena Mily, aku tidak akan mengizinkan loh. Ingat Mily ini karena pria romantis ini memohon-mohon untuk libur setengah hari." Mily melihat keheranan. "Dia bilang tepat pada tanggal ini, tiga tahun lalu kalian bertemu. Dia mau ajak kamu pergi katanya. Dia merengek-rengek minta libur demi Mily." Om Rago tersenyum lebar lagi. Mily terlihat takjub.
"Aku tidak suka digosipkan saat aku tidak ada." Zico kembali membawa sebuah tas dan helm juga jaket untuk Mily.
"Kamu ingat?" Mata Mily tampak berkaca-kaca. Zico hanya mengedipkan sebelah matanya dan memasangkan jaket dan helm pada gadis yang hampir menangis itu. "Tapi kupikir.."
"Aku tidak ingat?" Zico tersenyum nakal. "Bagaimana aku bisa lupa dengan hari pertemuan kita yang begitu.. apa ya sebutannya? berdarah darah?" Mily mencubit lembut pinggang Zico. "Ayo naik! Om kami pergi dulu!"
"Hati-hati! Jangan coba-coba mengebut!!"
*****
Mily memeluk erat Zico. Sesekali memperhatikan wajah serius Zico yang sedang mengendarai motor kesayangannya walau tertutup kaca helm.
"Aku benar-benar takjub loh kamu inget hari ini." Mily tahu Zico tersenyum saat ini. "Dan lagi kamu nyiapin perjalanan ini. Aku nggak tahu sih mau bilang apa lagi selain terima kasih."
"Kan aku bilang mana mungkin aku lupa hari ketemu sama kamu."
"Tahun lalu kamu lupa, dua tahun lalu juga!"
"SSSttt.. sebenernya aku inget kok."
"Bohong!!" Milly mencubit pinggang Zico.
"Kamu beruntung kan punya pacar seromantis aku."
"Kadang-kadang. Banyakan cueknya."
"Haha. Tapi kamu masih aja ngejar-ngejar aku walupun aku cuek."
"Apa? oh jadi aku ya yang ngejar-ngejar kamu." Mily menggelitik pinggang Zico.
"Hahaha.. hentikan aku lagi nyetir.. oke-oke aku yang ngejar-ngejar kamu." Mily tersenyum menang dan menghentikan gelitikannya. "Nggak nyangka juga aku bisa jatuh cinta sama cewek yang nekat berkelahi sama gerombolan perisak."
"Aku cuma bantuin Risa yang dibully. Padahal aku cuma ngancem lapor polisi. Nggak tahunya mereka malah jadiin aku target juga."
"Itu pertama kalinya aku ngobatin cewek yang luka-luka karena berantem. Bener-bener pertemuan yang berdarah-darah."
"Kalau waktu itu kamu nggak nolongin aku, kira-kira gimana ya nasib aku?"
"Aku nggak mau bayangin kamu luka lebih parah dari itu. Aku tahu hari itu aku terpanggil buat nyelametin seorang gadis yang bakal jadi jodoh aku."
"IIhh.. bukannya seneng aku malah serem kalau kamu ngegombal gitu. Tuh..tuh lihat aku merinding." Mily menarik jaket dan menunjukkan lengannya. Zico tertawa.
"Pokoknya hari ini spesial aku mau rayu kamu sepanjang hari."
"OH NO! Jangan please.." Zico tertawa menggoda. "Ngomong-ngomng kita mau kemana?"
"Coba tebak." Mily tampak berpikir.
"Oh tidak! Kita nggak ke pantai kan?"
"Bingo!"
"Nggak mauuu! Aku nggak mau belajar surfing lagi Zi... Nggak lagi-lagi deh."
"Tenang aja sayang.. aku tahu kamu nggak ada bakat sama sekali. Jadi aku nyerah ajarin kamu surfing."
"Tapi aku juga nggak mau nungguin kamu surfing sendirian di tepi pantai. Belum lagi..."
"Apa?"
"Aku nggak suka cewek-cewek yang lihat-lihatin kamu." Mily berkata dengan malu mengakui ada kecemburuan di balik kata-katanya.
"Tenang aja.. nanti aku nyatain ke semua orang kalau aku punya kamu."
"Nggak mauuu.. aku malu Zi."
"Aku nggak malu."
"Nggak mau! Pokonya jangan cium aku di depan semua orang kaya waktu itu. Aku malu banget Zi. Nggak mau pokoknya."
"Tapi nanti orang-orang nggak tau aku punya kamu loh."
"Pokoknya nggak mau. Aku malu."
"Tapi aku nggak malu." Mily tahu saat ini pasti Zico sedang tersenyum nakal.
"Eh, tapi aku nggak bawa baju..." Mily terdiam sejenak. "Ya ampuun Zi. Kamu udah nyiapain aku baju renang ya?" Zico hanya tersenyum sambil mengelus lembut lutut gadis pemalu itu.
*****
"HUWaaaah!!!" Zico merasakan angin laut sembari menggosok papan seluncurnya. "Tuh kan aku bilang. Pantai tuh obat banget buat orang kepanasan."
"Apaan.. aku malah tambah panas nih rasanya." Mily menggosokkan sunblock ke bagian tubuhnya yang terbuka.
"Makanya kita berenang biar gak panas lagi sayang. Lihat sayang! ombaknya bagus tuh." Zico menunjuk ombak dengan senang.
"Dasar anak laut!" Sejujurnya Mily sama sekali tidak keberatan untuk berpanas-panasan seperti ini asal bisa melihat Zico yang tersenyum polos seperti anak kecil. Tiba-tiba Zico mengecup pipi Mily dan tersenyum jahil. "Ya..ya..ya.. sana kejar ombakmu!! Dasar..!!" Zico tertawa.
"Sekali aja.. eh dua kali deh.. habis itu aku berenang sama kamu."
"Yaa.. perlihatkan aku sesuatu yang keren ya."
"Pasti. Perhatikan aku. Jangan lihat pria lain!" Ada nada posesif yang menyenangkan dari perkataan Zico. Kemudian dia kembali mengecup Mily, namun kali ini di bibir kemerahannya.
"Dasaar! Aku bilang kan jangaan!" Zico berlari sambil tertawa nakal.
Tidak. Mily sama sekali tidak keberatan dengan kemesraan yang ditunjukkan Zico. Walaupun dia gadis pemalu, namun dia juga memiliki sisi posesif dalam dirinya. Dia justru bersyukur bila orang-orang tahu bahwa Zico adalah miliknya seorang. Keberadaan Zico dalam hidupnya adalah suatu hal yang amat berarti. Baginya, Zico adalah satu-satunya pria yang dapat membuatnya dapat merasakan cinta.
Sebagian orang mungkin menganggap Mily terlalu berlebihan. Namun bagi Mily tidak. Sebelum bertemu Zico, dia selalu menganggap bahwa perasaan cinta adalah kemewahan. Tidak akan bisa didapatkan bagi seorang seperti dirinya. Seorang anak yatim piatu yang dibesarkan di panti. Tidak pernah merasakan kasih sayang keluarga yang utuh. Tidak pernah merasakan kisah romantis di sekolahnya. Tidak pernah sekalipun dia menyangka bahwa akan ada seorang pria yang bisa mencintainya dengan tulus seperti Zico.
Awal pertemuannya dengan Zico yang aneh menjadi titik perubahan baginya. Dia hanya murid SMA tingkat akhir saat itu. Sama seperti Zico. Namun berbeda sekolah. Sebagaimana anak konglomerat, Zico bersekolah di SMA swasta bergengsi. Sedangkan Mily hanya bersekolah di sekolah negeri biasa dengan modal beasiswa karena dia murid yang berprestasi. Mily memiliki sahabat bernama Risa yang juga dibesarkan di panti yang sama dengannya. Risa yang lemah memang selalu menjadi target empuk bagi para perisak. Dan Mily yang memiliki rasa keadilan tinggi sangat tidak suka sahabatnya diperlakukan buruk sehingga dia selalu berusaha melindunginya. Suatu saat, Risa dirisak di sebuah gang sempit sepi jauh dari sekolah. Mily yang saat itu mengikuti salah satu perisak ke tempat persembunyian mereka menjumpai Risa sedang dirisak disana. Mily yang berang langsung saja menantang mereka. Mengancam mereka. Namun mereka sama sekali tidak bergeming. Mereka justru balik menghajar Mily.
Mily sendiri bukanlah gadis yang lemah. Dia juga merupakan sasaran empuk para pembuli karena statusnya yang seorang anak yatim piatu. Namun Mily sedari dulu selalu belajar melawan. Dia bahkan belajar berkelahi dari seniornya di panti. Kali inipun begitu. Dia menolah menyerah. Bertahan dengan mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi dirinya dan temannya. Tapi kali ini lawannya terlalu banyak sehingga Mily kewalahan. Yang dia ingat hanyalah pukulan bertubi-tubi dari lawannya dan serangannya yang tak tentu arah. Saat kekuatannya untuk melawan sudah habis, seorang pemuda datang dan menolongnya. Tentu saja pemuda itu bisa menang mudah melawan gerombolah perisak yang hanya berisi perempuan. Saat itulah pertama kali Zico dan Mily bertemu. Namun kesadaran Mily saat itu hilang. Yang dia ingat hanya saat dia terbangun di pangkuan seorang pemuda dan Risa yang berlari membawakan obat juga minuman untuknya. Risa hanya bisa menangis berurai air mata saat Zico mengobati lukanya yang cukup parah. Bahkan wajahnya bengkak hingga seminggu kedepan.
Dari sanalah pertemuan yang berdarah-darah itu dimulai. Zico tertarik dengan Mily dan mulai mencari infomasi tentang dirinya. Walaupun sampai saat ini Mily tidak paham apa yang membuat Zico tertarik padanya. Namun Zico memperlihatkan ketertarikannya dengan jelas. Dengan sering menunggu Mily di depan sekolah hanya untuk mengantarkan Mily beserta Risa pulang ke panti. Atau sekedar makan jajanan di dekat sekolah Mily. Zico melakukan hal itu hampis setiap hari. Lalu tanpa sadar dia mulai jatuh cinta terhadap Mily. Dan sampai pada akhirnya perjuangaanya meyakinkan Mily berhasil. Dia memberikan cinta pada Mily dan Mily membalasnya.
Zico melambaikan tangannya pada Mily dari kejauhan. Setelah itu dia membuat pertunjukkan seluncur yang indah untuk Mily. Walau akhirnya juga menarik perhatian wanita lain di sana. Mily tersenyum bangga melihat lelakinya. Tatapan mata Zico hanya untuknya, Mily tahu itu. Tatapan hangat yang berubah panas saat semakin dekat. Baju renang basah yang membentuk tubuh atletis dan proprsional. Gerakan tangan Zico yang merapikan rambut hitamnya. Cara berjalannya yang maskulin sambil membawa papan seluncurnya.
"Bagaimana?" Zico menghampiri Mily meminta pendapatnya untuk pertunjukkan seluncur tadi. Mily tidak dapat berkata apa-apa saat itu. Masih terpesona dengan apa yang dia lihat. Melihat kekasihnya berdiri dihadapannya berlatar belakang matahari dan laut yang saling berharmonisasi. Melihat tatapan mata Zico yang hitam gelap bak malam tanpa bintang. Tubuh Mily sedikit bergetar. Hanya dengan kehadiran kekasihnya, dia tiba-tiba menjadi seorang yang puitis. Tanpa sadar tanganya meraih baju kekasihnya dan dia mencium bibir sang penghias laut.
Zico tersenyum puas saat melihat mata Mily yang terbuka setelah mereka berciuman. "Jangan pelit sayang." Dia kembali menarik bibir Mily yang mulai menjauh. Memagutnya dengan mesra tanpa memperdulikan sekitanya. Membuat semua orang yang melihatnya candu. Merasa sayang untuk tidak memperhatikan. Setelah beberapa saat, Zico melepaskan ciuman mereka. Mengusap bibir Mily yang sedikit bengkak lalu tersenyum menggoda dengan masih memeluk tubuh Mily. "Aku pikir
kamu malu."
"Aku memang malu." Mily bersembunyi di pelukan kekasihnya.
*****
"Haaaah.. setelah seharian berenang, memang paling enak makan." Mereka kini duduk di pinggir pantai. Setelah mengeyangkan perut, mereka bersantai menunggu matahari terbenam.
"Aku kekenyangan." Mily menggosokkan handuk pada rambutnya yang masih sedikit basah.
"Kamu cuma makan setengah porsi aku."
"Kalau aku gendut, kamu masih cinta gak sama aku?"
"Ya tuhan.. itu pertanyaan konyol. Bahkan aku mencintaimu saat wajah kamu babak belur gak berbentuk..." Mily menggelitik pinggak Zico. Zico tertawa kemudian menarik Mily dan mengecup dahinya. "Apapun bentuknya, asalkan itu Mily, aku pasti cinta." Zico menatap Mily serius.
"Cukup Zi.. aku bener-bener geli sekarang."
"Hahaha.. kan aku bilang. Aku bakal rayu kamu sepajang hari."
"Please jangan lagi. Tuh lihat.." Mily memperlihatnya lengannya yang merining. Zico tertawa dan menarik Mily agar duduk lebih dekat. Tak lama kemudian matahari mulai terbenam. "Indah sekali."
"Ya." Zico menatap Mily. "Tapi tidak ada yang seindah.."
"Cukup Zi.. aku tidak mau mendengar gombalanmu lagi." Mily menatap Zico dengan galak. Namun Mily terdiam karena kali ini dia tahu Zico serius. Tatapan Zico dalam dan menusuk hatinya. Mily tergoda. Dia selalu tergoda bila Zico memandangnya seperti itu. "Jangan lihat aku seperti itu."
"Seperti apa?"
"Seperti saat kamu ngeliatin cewek yang pakai bikini merah tadi." Mily menggoda Zico.
"Enak aja. Aku nggak pernah lihatin dia ya. Kamu yang nunjukkin aku."
"Habis dia ngeliatin kamu terus."
"Aku nggak nafsu sama yang begituan."
"Masa?"
"Amelia kekasihku satu-satunya.. aku lebih nafsu negliat kamu walaupun kamu pakai baju renang yang tertutup kaya gini."
"Kenapa kamu nggak beliin aku bikini?"
"Demi tuhan sayang. Aku gak akan pernah membiarkanmu memperlihatkan walau sedikit saja keindahan tubuhnya. kamu cuma milikku. Tidak untuk pria lain." Zico menarik wajah Mily mendekat. "Percayalah Mily. Saat ini aku tidak coba-coba merayumu. Aku serius. Kamu! Cuma kamu yang bisa buat aku merasakan ini semua. Cuma kamu yang bisa buat aku hilang kendali. Setiap detik aku deket kamu, setiap detik itulah aku berjuang nahan perasaan untuk memiliki kamu. Egoku yang besar ini nggak akan membiarkan orang lain memiliki perasaan yang sama terhadapmu. Cuma aku yang boleh memiliki kamu." Zico menatap Mily dengan lebih dalam. Mily tahu Zico serius. Dia merasa tergoda. Tubuhnya terasa panas. Zico pun begitu. Gejolak tubuhnya saat ini tak terkendali. Matanya makin kelam menandakan nafsu yang semakin menguasai dirinya. Hanya sedikit saja sambutan dari Mily, maka dirinya akan benar-benar takluk. Mily tahu tatapan Zico yang semakin kelam itu menandakan apa. Selama ini Zico selalu mengendalikan nafsunya. Tapi kali ini dia yakin. Sedikit saja dorongan darinya, maka tak akan ada lagi jiwa yang terkendali.
"Kau begitu milikilah aku." Mily berkata dengan parau. "Miliki aku Zi." Zico memagut bibir Mily dengan penuh nafsu. Tak ada lagi pertahanan dalam dirinya. Dia telah menyerah. Membiarkan nafsu berkuasa. Gelombang panas merasukin tubuh mereka berdua. Bagai insan primitif, tidak ada lagi batas antara mereka.
"Mily.." Zico melepaskan ciumannya. Menatap Mily dengan tatapan masih sama. "Kita tidak pulang hari ini."
*****
Mily sangat gugup saat dia memasuki kamar hotel yang dipesan Zico. Kali ini dia menggunakan hak istimewanya. Memesan kamar paling mewah di hotel miliknya sendiri. Walau kelihatannya Zico tidak setegang saat mereka di pantai, namun tatapan matanya terhadap Mily masih sama. Membuat Mily merasa semakin gugup.
"Wah. Bukankah kamar ini terlalu mewah untuk kita berdua Zi?" Mily berusaha mencairkan ketegangan antara mereka berdua.
"Tidak ada kemewahan yang sebanding dengan dirimu Mily. Keberadaanmu merupakan kemewahan itu sendiri." Kali ini Mily tidak merasa geli ataupun kesal dengan rayuan Zico. Dia tahu Zico serius dan itu membuatnya resah. Keseriusan Zico membuatnya semakin gugup dan tegang.
"Aku mandi duluan. Kamu santai dulu aja." Zico melepas kausnya seakan sudah biasa melepas pakain di hadapan Mily. Mily tidak tahu harus melilhat ke arah mana. Pemandangan indah tubuh Zico sangat sulit dilewatkan. "Atau kamu mau bareng?" Zico tersenyum jahil.
"Enggaaak.." Zico tertawa kecil dan mengecup singkat Mily lalu pergi mandi.
Selama Zico mandi, Mily tidak dapat menikmati kamar mewahnya itu. Dia hanya bisa duduk dengan tegang sambil menghitung waktu. Bahkan dia semakin gugup saat Zico keluar dengan hanya menggunakan handuk mandi. Dia merasakan tubuhnya semakin panas. Lalu cepat-cepat pergi ke kamar mandi.
Seperti halnya Mily, Zico pun walau terlihat santai, namun sebenarnya di sangat tegang. Di selalu mampu mengendalikan perasaan nafsunya terhadap Mily. Namun kali ini dia membiarkan nafsunya berkuasa. Bahkan tidak repot-repot mengurangi ketegangannya. Dia menikmati. Sangat meikmati moment ini.
Walau Mily berlama-lama di kamar mandi, namun dia tahu bahwa Zico menunggunya di luar. Selama apapun dia mandi, tetap ada Zico yang menunggu untuk melahapanya. Maka dia keluar sebagai mangsa yang baik. Menyerahkan diri pada penguasa yang sedang menikmati miuman merah di kursi tempatnya duduk sebelumnya.
"Wine. Minumlah sedikit biar kamu santai."
"Aku nggak mau mabuk Zi."
"Seteguk aja nggak akan membuat kamu mabuk sayang." Predator yang baik. Membuat mangsanya lengah sebelum melahapnya.
Meka hanya duduk diam saat menikmati minuman masing-masing. Namun Mily sadar. Tatapan zico terhadapnya tak berubah sedikitpun.Â
Zico menatap gadis yang dicintainya. Kali ini berusaha menurunkan nafsunya yang semakin meluap. Dia tidak ingin Mily ketakutan. Ini moment pertama kali bagi Mily. Dia ingin membuat mily menikmati malam ini bersamanya. Tapi apa daya. Dia hanyalah pria primitif pada umumnya. Dia berdiri dan menghampiri Mily. Menarik Mily dan merengkuh tubuhnya.
"Maafkan aku sayang. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi." Zico mencium bibir Mily denga penuh nafsu. Memagutnya, menghisapnya, menggigit lembut bibirnya. Dia menyerahkan semua pada nafsu yang berkuasa. Anehnya Mily justru merasakan ketegangannya berkurang. Justru yang dia rasakan adalah tubuhnya seperti melayang. Bahkan dia tidak ingat lagi bagaimana dan kapan Zico menuntunnya hingga sekarang mereka sudah berbaring di ranjang.
Mily tidak lagi dapat merasakan tubuhnya. Keteganggan yang tadi menguasaiya, kini pergi tak bersisa. Yang dia rasakan hanya rasa nikmat yang membuatnya seperti melayang. Dia tidak dapat menahan erangannya saat Zico mulai menciumi lehernya. Zico membuka ikatan jubah mandinya sehingga tubuhnya yang telanjang kini terpampang nyata. Harusnya dia merasa malu. Dia tidak pernah menunjukkan tubuhnya seterbuka ini. Namun yang dia rasakan hanya gumpalan demi gumpalan kehangatan dalam tubuhnya.
Zico merasakan perasaan yang meluap saat melihat keindahan tubuh Mily, gadis yang dicintainya. Bagian bawah tubuhnya terasa sakit seiring sentuhan jarinya pada kelembutan tubuh mily. Dia tidak dapat menunggu lagi. Dia mencumi tubuh mily yang kini terbuka seutuhnya.
Mily tidak dapat menahan gelombang kenikmatan saat Zico mulai mencumbu payudaranya. Seiring dengan desahan nikmat lalu tubuhnya seperti melayang jatuh. Lemah tidak dapat berkata apapun. Kenikmatan menjalari tatapan matanya. Zico tersenyum bangga dan mengecup lembut bibir Mily. Dia sudah memberikan Mily kenikmatan. Sekarang waktunya untuk mengejar kenikmatannya sendiri.
"Mily.. jika kamu suruh aku berhenti sekarang. Aku akan berhenti." Zico menatap serius. kali ini ada akal sehat yang sedikit mengendalilkan nafsunya. Mily tersenyum lemah.
"Jangan berhenti Zi... Miliki aku." Zico memagut kembali bibir Mily dan mengusir akal sehat dalam jiwanya. Memberikan kembali kuasa penuh terhadap nafsunya.
*****
Zico terbangun dari tidur nyenyaknya. Ini adalah tidur paling nyenyak yang pernah dia rasakan. Tidak perlu resah karena wanita yang dicintainya ada disampingnya. Tidak ada rindu yang mengganggunya yang seperti tiap malam dai rasakan. Karena kini wanita yang membuatnya merasakan rindu ada di sini, disampingnya.
Zico mengelus lembut pipi Mily yang tidur nyenyak. Sama sekali tidak terganggu walau Zico menciuminya.
"Aku bersumpah Mily. Atas nama almarhum ibuku yang amat kucintai. Aku akan menjadikanmu ratu dalam keluarga kita kelak. Aku akan membuatmu hanya merasakan kebahagian sampai kau lupa rasanya pahit dalam hidupmu. Aku bersumpah. Hanya kamu Amelia. Aku bersumpah akan selalu mencintaimu. Aku bersumpah."
*****