Chereads / CINTA UNTUK RATU / Chapter 6 - sixth

Chapter 6 - sixth

"Mah, ntar malam kakak main ke rumah Andrew ya." Ratu kembali menyuapi wanita yang dicintainya itu dengan jenang grendul yang di buatnya bersama Putra tadi.

"Maafin Mamah ya kak," tangan keriput itu mengelus lembut rambut panjang anaknya, "semua takdir ini membuat kakak harus kerja keras."

Ratu tersenyum, tangannya menggenggam jemari keriput itu dan menciumnya penuh kasih, "Kakak sayang sama Mamah. Apapun untuk Mamah dan adek-adek pasti akan kakak penuhi. Kakak juga harus minta maaf sama sikap kakak yang keras ya Mah."

Mereka berdua tersenyum.

Putri yang sedari tadi menguping pun terlihat mendidih. Dia iri. Dia ingin di cintai lagi seperti dulu saat Papanya masih ada. Hanya Papanya tempat dia bermanja-manja. Mamanya dulu adalah orang yang cuek tetapi lihat sekarang? Mamanya mulai mencintai kakaknya. Putri tidak menyukai hal itu. Semua rasa sayang hanya boleh untuknya.

~~~

Mobil mewah berwarna putih terparkir di halaman rumah Ratu yang sempit. Lelaki tampan yang janjinya akan menjemput pukul tujuh malam selepas maghrib itu malah tiga jam lebih awal dari janjinya.

"Assalamualaikum." dia mengetuk tiga kali pintu cokelat rumah asri milik Ratu.

"Wal.....lai...kumsalam" Putri menjawab dengan terbata karena terpesona dengan ketampanan lelaki di hadapannya itu. Saat tersenyum, lesung pipi nya menghiasi wajah tampannya membuat wanita manapun akan meleleh. "Cari siapa ya?"

"Ratunya ada?" tanya lelaki itu.

Putri tidak habis pikir, kenapa kakaknya itu selalu di kelilingi banyak pria tampan. Satriyo, Lewis, Eros dan pria ini? Putri melihat penampilan lelaki itu dari atas hingga ke bawah berulang kali. Kemeja berbahan dasar jeans dan celana yang berwarna lebih gelap. Belum lagi kumis tipis dan bulu yang disembut janggut di dagu lelaki itu. Putri menelan ludahnya kasar.

Sementara di belakang Putri, seorang wanita dengan pakaian longgar se-paha melintas dengan rambut panjangnya yang kusut.

"Queen." ucap lelaki itu setengah berteriak.

Ratu yang merasa terpanggil pun menoleh, matanya menyipit sesaat sebelum dia terbelalak. Matanya menoleh ke arah jam dinding yang masih menunjukan pukul empat sore lebih sepuluh menit itu.

"Ndrew?! Elo?" telunjuk Ratu berhenti di depan wajah Andrew dan menaik turunkan nya. Tidak peduli lagi dengan rambutnya yang kusut dan acak-acakan atau mungkin belek yang belum di bersihkan. Yang dia tau, ini masih sore dan kenapa setan tampan ini sudah berada di rumahnya.

Andrew menggenggam telunjuk Ratu yang masih setia menunjuknya itu. Tanpa canggung, Andrew mengecup jemari itu membuat Ratu melotot.

"Masuk!!" perintah Ratu.

Putri yang sedari tadi masih berdiri di tempat hanya bisa melongo dan tak berkedip terlebih perubahan wajah lelaki itu saat melihat Ratu. Matanya mengikuti pergerakan lelaki itu yang dengan santainya duduk di sofa ruang keluarga sementara Ratu tengah berkomat-kamit entah apa sambil sesekali mengumpat.

"Kakak." tegur Mamanya.

"Habisnya Mah, janjinya jam tujuh ini baru jam berapa kan Ratu terkejot gitu loh."

"Tapi bahasanya yang sopan dong."

Ratu melotot ke arah Andrew. Dirinya saat ini telah menyelesaikan mandinya dan mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer di samping tv. Sementara Mamanya terlihat mengobrol santai dengan Andrew.

"Kemungkinan nanti menginap sih tan" ucap Andrew.

Mama Ratu melirik sekilas ke arah Ratu yang kini mulai sibuk mengoles foundation, "Yang penting gak aneh-aneh. Tante tau kok pergaulan kalian. Oke?"

Andrew mengacungkan kedua jempolnya dan melihat Ratu yang tengah memoles lipstik. Ingin sekali Andrew menjadi lipstik itu yang bisa kapan saja merasakan bibir Ratu yang menggoda itu.

Andrew menghentikan mobil mewahnya di area taman. Satu mobil yang mengikuti Andrew juga berhenti mengikuti tuannya.

Dua orang pria berbaju hitam itu mengikuti Andrew dan Ratu dari belakang. Rambut klimis-earpiece hitam-kaca mata hitam-jas hitam-kemeja putih-dasi hitam-jam tangan melingkar ditangan kiri-celana licin berwarna hitam serta sepatu pantofel mengkilat berwarna hitam sungguh menarik perhatian.

Andrew menghentikan langkahnya di tengan taman yang otomatis membuat Ratu berhenti juga. Andrew menarik lembut lengan Ratu dan mengajaknya berselfi ria.

"Gue post ya?" ijin Andrew.

Ratu hanya mengangguk sembari melongokan kepalanya ke arah ponsel Andrew.

'My Queen 😘😘😘' captionnya.

Andrew menaruh kembali ponsel mahalnya di dalam saku. Badannya berbalik dan menengadahkan tangannya ke arah bodyguardnya. Kertas putih berisikan tulisan membuat Ratu tertarik. Ratu mengikuti Andrew yang membaca tulisan itu dengan seksama.

"Kita belanja." Andrew berkata tanpa menoleh.

Ratu menggenggam tangan kiri Andrew dan mengangkatnya ke udara, "Let's goooo."

Kedua bodyguard di belakang Andrew melirik tuan mereka yang tersenyum melihat tingkah wanita yang di panggilnya Queen itu.

Andrew mendorong troli di supermarket besar itu, sedang di sebelahnya Ratu terlihat sedang mengambil beberapa daging dan sosis.

Mata Andrew melihat Ratu tanpa berkedip. Ada perasaan aneh saat pertama kali dia melihat Ratu waktu itu. Entah apa.

Ratu berbalik menaruh daging yang terbalut stereofoam itu ke dalam troli, ketika dia mengangkat pandangannya saat itu juga matanya bertubrukan dengan mata indah berwarna zamrud. Tangan Ratu terkepal. Andrew melihat perubahan raut wajah Ratu dan matanya melihat kemana arah pandang Ratu.

Mata Andrew berkaca-kaca sedangkan Ratu terlihat penuh kebencian.

"Andrew," ucap wanita itu. Mata zamrud wanita itu melirik wanita di sebelah Andrew, "Ratu."

Kini, Andrew dan Ratu saling pandang. Mereka saling bertanya-tanya dalam hati. Siapa?

Wanita itu berjalan mendekat dengan senyum sok polos di bibirnya.

Ratu menarik bibirnya satu centi ke kanan dan satu centi ke kiri. Sungguh senyum yang di paksakan.

"Ternyata kedua anakku sedang berbelanja bersama ya."

Ratu menegang, begitupun Andrew. Pegangan Andrew di troli pun menguat memperlihatkan urat-urat tangannya yang menonjol.

"Well Ndrew, dia ini saudara kamu loh." ucap wanita itu.

"Gue bukan anak lo, wanita ular." sahut Ratu.

Ratu menarik tangan Andrew dengan dada yang naik turun menahan amarah, "Siapa dia?" tanya Ratu dengan suara tertahan.

"Bukan siapa-siapa." balas Andrew.

"Ndrew."

Andrew menghempaskan tangan Ratu yang bertengger di lengannya dengan kasar. Meninggalkan Ratu sendirian di dalam sana. Ratu ingin menangis, tetapi air matanya terlalu berharga untuk menangisi hal yang tak penting.

"Oke." lirih Ratu.

Wanita itu tersenyum lebar dan dengan ringan dia melangkahkan kakinya keluar dari supermarket. Mendial kontak yang pasti akan selalu sedia untuknya.

20 menit Ratu menunggu hingga mobil 42ner berwarna putih menghampirinya yang sedang berjongkok di trotoar.

"Kek anak ilang lo" tawa membahana terdengar di dalam mobil. Menampilkan satu orang lelaki tampan dan dua orang lelaki lainnya di belakang.

"Bacot!" Ratu menutup pintu mobil dengan kasar. Napasnya mendengkus dan tangannya terlipat di depan dada. Wajahnya benar-benar kusut.

Ratu melirik jam di pergelangan tangannya, pukul setengah tujuh sore.

Kenapa ya tadi? Ada hubungan apa Andrew sama ular tadi dan apa coba katanya? Anak? "Gue belum maghriban, singgah dulu." perintahnya.

Lewis menepikan mobilnya di pelataran sebuah masjid. Ratu membuka pintu mobil sebelum matanya menoleh ke belakang menatap dua lelaki yang akan menjadi imam di masa depan.

"Heh! Turun!"

"Gue?" lelaki bernama Arya itu menunjuk dirinya sendiri.

"Dasar! Islam KTP."

Brakk!!!!

Ratu menutup kasar pintu mobil Lewis. Tak perduli jika rusak sekalipun, Lewis orang kaya. Beli mobil baru dan mahal mungkin hanya butuh waktu lima menit.

~~~

Ratu dan yang lainnya berdecak kagum melimat rumah milik Andrew Adyatama ini. Bukan. Lebih tepatnya mungkin mansion mewwaah.

Rumah Andrew bertekstur Jogja-tropikal ini benar-benar membuat mereka terpesona.

Lampu yang berwarna kuning itu menambah kesan dulu yang menyeluruh. Lihat saja segala barang antik di dalamnya. Rumah ini hanya dua tingkat tapi lihatlah sangat megah, mewah dan indah. Taman hijau terbuka itu sangat menakjubkan dengan beberapa bunga terhampar indah disana.

Setelah mereka lihat-lihat, rumah ini memiliki dua bangunan. Bangunan inti dan paviliun. Kolam renang yang terlihat langsung membuat siapapun ingin berlama-lama menenggelamkan dirinya disana.

Ratu terduduk diam di sofa ruang tamu berwarna cokelat tua dengan ukiran-ukiran naga itu. Tubuhnya ia sandarkan, begitu juga dengan Lewis. Mereka berdua kini berdampingan seperti sepasang pengantin dalam mimipi Lewis.

Arya dan Aris entah sudah menjelajah sampai kemana.

"Lo tadi kenapa?" mata Lewis masih terpejam tapi tidak dengan mulutnya yang asik mengunyah kue kering dari dalam toples di atas meja berbahan jati itu.

Ratu diam. Otaknya tengah berdebat hebat saat ini, "ntar aja gue cerita. Lagi bm banget gue."

Lewis menganggukkan kepalanya, tangan kanannya terulur ke arah mulut Ratu memaksa sesuatu masuk ke dalam mulutnya.

Kue rambutan namanya.

Kue kering yang dilumuri lelehan cokelat dan di gelindingkan di atas ceres.

Ratu ingin mengomel, matanya mendelik menatap Lewis murka tetapi mulutnya menikmati sensasi manis dari kue tersebut hingga tak sadar tangannya meraih toples di atas meja dan memangkunya menandai kepemilikan tidak ada yang boleh minta.

Andrew menuruni tangga dengan santainya. Kaos polos berwarna merah dengan celana selutut berwarna hitam menambah macho penampilannya.

Dia mengamati interaksi Ratu dan Lewis saat itu. Ada rasa tak suka jika Ratu terlihat mesra dengan lelaki lain. Bahkan saat ini, Lewis tengah membersihkan ceres yang menempel di bibir Ratu. Andrew tidak suka.

Apa aku cemburu? Wait? What!! Nggak, nggak, nggak. Ini bukan cemburu. Ini hanya...iri. "Ayokkk ke atas" ucapnya setengah berteriak.

Andrew menatap Ratu tetapi yang di tatap malah sibuk melihat lukisan Sang Penguasa Laut yang terbalut dengan jarik berselendang hijau.

Andrew berdehem membuat Ratu kembali pada kesadarannya. Wanita itu menoleh, matanya bertemu dengan mata Andrew. Dia melihat punggung Lewis yang telah menghilang di atas tangga. Sialan!