Chereads / Queen Of Mafia / Chapter 7 - 6. Gembel (1)

Chapter 7 - 6. Gembel (1)

"Memerintah layaknya seorang Ratu. Tentu saja semua wanita menginginkannya. Termasuk gue!" (Dira)

*****

"ARGH, BERENGSEK!!!!"

Dira melempar pisau yang dipegangnya tepat mengenai titik tengah, tepat sasaran. Sekarang, Dira sedang berada di belakang rumahnya yang digunakan untuk tempat berlatih para bodyguard Black Angel.

Banyak senjata yang bervariasi berjejer rapi di sini mulai dari pisau, anak panah, senapan, pedang, dan berbagai jenis senjata tajam lainnya. Para bodyguard Black Angel memang sangat giat berlatih kapanpun itu.

"Kamu kenapa, Dira?" Sebuah suara merdu perlahan meredakan amarahnya Dira.

Ketika menoleh dia mendapati Dave berdiri tak jauh darinya. Dira berlari-lari kecil menghampiri Dave lalu memasang senyum lebar.

"Kamu di sini?" tanya Dira balik tanpa menjawab pertanyaan Dave.

"Aku mau ajak kamu keluar rumah buat keliling kota ini. Kamu, 'kan jarang keluar rumah, 'kan? Atau bahkan tidak pernah. Kamu pasti enggak tahu tempat-tempat yang indah, kamu mau liat enggak?"

Mata Dira berbinar seketika mendengar Dave yang akan mengajaknya ke suatu tempat yang indah. Memang benar Dira jarang keluar rumah, dia bahkan tidak ingat kapan terakhir keluar rumah sebelum bersekolah di SMA Merpati, itu pun dia harus merayu ayahnya.

"Tapi sebelum itu, kenapa kamu tadi teriak-teriak?"

Dira menghela nafas kesal mengingat kejadian pulang sekolah tadi saat perselisihannya dengan Eric dihentikan oleh Azka dkk.

"Aku kesel banget tau." Dira mengerucutkan bibirnya kesal. Dave memperhatikan Dira dengan tatapan intens tanpa emosi sedikitpun yang ditampilkan di wajahnya.

"Kesel kenapa, hm?" Dave mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut Dira. Namun, Dira meraih tangan Dave dan menggesekkan wajahnya ke tangan Dave membuat Dave tersentak untuk beberapa saat.

"Waktu pulang sekolah, 'kan aku sempat berantem sama Eric sampai dia terpojok. Eh, pas mau hajar dia ada yang mencegahku, huft... Argh, aku kesal..." Dira menghentak-entakkan kakinya dengan tangan yang terkepal kuat.

Dave berdehem sambil melihat sekelilingnya. "H-hm, ya udah enggak usah dipikirin lagi. Sekarang bersiaplah kita akan pergi, oke?"

"Oke, tunggu aku yah, Dave."

Dira berlari memasuki rumah dan menaiki tangga dengan semangat karena dirinya akan berkeliling bersama Dave.

Selang beberapa menit kemudian Dira turun menggunakan sweater pink-nya dengan rambut yang dikuncir dan kacamata bulat yang bertengger di hidungnya.

"Dave, berangkat, yuk! Aku udah siap."

Dave sejenak menatap Dira dari atas sampai bawah yang membuat Dira salting dibuatnya. Jika dilihat dengan seksama, Dira gadis yang bisa dikatakan cantik. Rambut hitam panjang, mata bulat, dan bibir pink alami membuatnya terlihat manis. Kecantikannya jika dilihat sekilas tak terlihat, namun jika diperhatikan dengan seksama maka semua pasti akan terpesona. Apalagi sikapnya yang angkuh sungguh tak cocok dipadukan pada wajahnya yang manis.

"Kenapa sih, Dave? Ada yang salah sama penampilanku?"

"Enggak kok, kamu cantik."

Pipi Dira merona tetapi Dave tidak melihatnya karena Dave sudah melenggang ke luar.

*****

Senyum Dira tak pernah pudar dari wajahnya sedari tadi ketika Dave mengajaknya ke taman kota yang terdapat banyak orang. Rasa antusias memenuhi benaknya, bukan hanya karena akan keluar menikmati pemandangan indah akan tetapi fakta bahwa dirinya pergi berdua bersama Dave membuat Dira lebih senang. Kencan, Dira untuk pertama kalinya kencan dengan Dave. Selama ini Dira hanya di rumah dan tak bisa keluar. Jadi, Dave selalu mengunjungi rumahnya.

"Dave, ini bagus banget, makasih, ya."

Dave mengamati wajah berseri-seri Dira sambil tersenyum simpul.

"Iya."

Saat sedang asiknya menatap keindahan Taman Kota, pandangan Dira jatuh pada sosok yang sangat familiar di indra penglihatannya. Di sana sosok itu sedang membantu seorang nenek dan membawanya masuk ke dalam mobil sosok tersebut.

Perlahan senyum miring terbit ketika otak cantiknya mendapatkan sebuah ide. Yang pasti ide itu tidak akan membawa dampak baik tetapi sebaliknya.

"Mangsa pertama."

****

Keesokan harinya, Dira berangkat pagi-pagi sekali dan stay di depan gerbang sekolah untuk menunggu sosok kemarin yang akan menjadi mangsa pertamanya.

Senyum miring Dira terbit seketika saat sebuah mobil Ferrari putih memasuki area parkir di SMA Merpati. Dira menghampiri mobil itu dan bersandar di bember mobil menunggu pemilik mobil keluar.

Saat sosok itu keluar betapa terkejutnya dia ketika mendapati Dira bersandar di bember mobilnya tapi segera menutup keterkejutannya dengan wajah datar.

Sosok itu melangkah melewati Dira begitu saja seakan Dira hanya makhluk tak kasat mata. Dira yang merasa diacuhkan berdecak kesal karena diabaikan begitu saja.

"Muka kok datar banget macem tembok aja!" Rafka mengabaikan gerutuan Dira yang terucap dalam hatinya.

"WOY!" teriak Dira yang membuat Rafka berhenti tapi tak menoleh sedikitpun kemudian melangkah kembali.

Dira menggeram kesal ketika dirinya diabaikan begitu saja oleh Rafka. Dirapun berlari dan berhenti di depan Rafka sambil merentangkan kedua tangannya untuk mengahalangi jalan Rafka.

Rafka hanya menatap datar Dira kemudian menghela napas lelah.

"Lo mau apa?" Rafka menatap tajam Dira yang tidak membuat Dira takut sedikitpun.

"Gue cuma mau main sama lo sedikit doang, kok... Rafka." Dira tersenyum miring yang membuat Rafka mendengus kesal.

Ya, sosok yang menjadi incarannya saat ini adalah Rafka yang kemarin Dira lihat saat di Taman Kota.

"Terserah, lo! Minggir!" Rafka menepis tangan Dira yang menghalangi jalannya.

Dira tak kehabisan akal lalu memukul keras bahu kiri Rafka yang menenteng tas dan membuat Rafka mengerang kesakitan. Jangan remehkan pukulan cewek seperti Dira karena nyatanya tenaganya melebihi laki-laki.

Diatas penderitaan Rafka yang sedang kesakitan dan tas yang ditenteng di bahu kirinya jatuh, Dira malah tertawa terbahak-bahak. Senang sekali rasanya mengerjai orang yang sudah mengganggu kesenangan kemarin.

"Haha... Kasian banget, sih! Haha... Sakit, 'kan?! Makanya, jangan mengabaikan seorang Dira." Dira menampilkan smirk andalannya yang membuat Rafka berdecih muak.

Sebelum melenggang pergi Dira menendang tas Rafka yang tadi terjatuh lalu menginjaknya berulang kali dan melemparnya asal. Dira melenggang pergi dengan senyuman di wajahnya dan dagu yang terangkat angkuh meninggalkan Rafka yang mengacak rambutnya frustasi dengan kelakuan Dira.

"Argh, sial!" umpat Rafka sambil mencari tasnya yang tadi dilempar sembarangan oleh Dira karena pasalnya dia sudah mengerjakan semua tugas dari setiap mata pelajaran untuk hari ini. Bisa saja Rafka mengerjakannya kembali tapi waktunya tidak akan cukup.

Rafka selalu berangkat pagi-pagi sekali ke sekolah. Alasannya karena pagi hari jarang ada siswa-siswi yang berangkat, sehingga Rafka bisa menenangkan pikirannya untuk sejenak. Suara orang-orang yang terucap dalam hati terdengar di telinganya. Semuanya sangat mengganggu sampai hampir membuatnya gila.

Berisik. Dunia ini bagi Ratka sangatlah berisik. Semua kebohongan seseorang yang tersimpan di dalam hati bisa Rafka dengar semuanya. Namun, ada orang-orang tertentu yang tak bisa Rafka dengar. Setidaknya itu membuatnya bisa merasa menjadi manusia normal untuk sejenak.

Sedangkan di lain sisi, Dira sudah duduk di kursi dan di samping Dira sudah ada Fara yang menatapnya menyelidik karena Dira yang sedari tadi menampilkan senyum lebar tidak seperti biasanya.

"Lo gila?" Fara yang asal ceplos membuat Dira mengerucutkan bibirnya. Kata yang selalu terucap dari mulut Fara memang selalu mengesankan. Yah mengesankan, karena menohok hatinya.

"Ish, Fara mah... Masa Dira dibilang gila sih?! Memangnya muka Dira kayak orang gila, apa?"

"Iya, muka lo kayak orang gila." Fara tak memperdulikan ekspresi wajah Dira. Tangannya kembali sibuk membalik halaman buku yang selalu dia baca dengan ekspresi anehnya.

Dira membulatkan matanya tak percaya mendengar jawaban Fara. Dira mengubah posisi duduk menghadap Fara yang fokus membaca buku.

"Beneran, Fa, muka Dira kayak orang gila?" Dira mengguncang bahu Fara yang membuat Fara menoleh ke arahnya sambil mengulum senyum geli melihat wajah tegang Dira.

"Hm, iya. Tapi sekarang udah enggak kok." Fara memberikan senyum simpul pada Dira yang membuat Dira tersenyum lega. Bisa gawat kalau Dia seperti orang gila karena bisa-bisa Dave tidak akan menyukainya lagi.

Aneh memang mafia seperti Dira tetapi sifat yang layaknya gadis polos tetapi sering bermain dengan senjata tajam. Jika dikatakan kejam pun Dira sepertinya tidak karena Dira akan memilih orang yang sangat pantas mendapatkan sisi kejamnya.

Tak lama bel berbunyi dan Bu Cinta selaku wali kelas XI IPA 2 sekaligus guru matematika mereka yang terkenal killer memasuki kelas. Kelas yang tadinya ribut, mendadak hening seketika termasuk Dira yang duduk anteng di tempat duduknya membuat keempat cowok yang duduk di pojok kelas menatapnya aneh.

"Eh, Rafka di mana, ya? Kok tumben banget enggak berangkat sampai jam segini?" bisik Dimas pada Azka yang duduk di depannya.

Azka hanya mengendikan bahunya tidak tahu walaupun sebenarnya dia juga merasa heran dengan Rafka yang tidak seperti biasanya datang terlambat.

Tok tok...

Seluruh siswa-siswi mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu dimana seseorang berdiri dengan penampilan yang membuat mereka menahan tawa.

Di sana, Rafka berdiri dengan rambut acak-acakan tapi tetap terlihat tampan, dan celana abu-abunya serta baju putihnya terlihat kotor. Belum lagi tangannya yang menenteng tas basah dan ada bekas kotoran.

Satu kata untuk penampilan Rafka saat ini, kacau. Rafka mendengus kesal menahan malu sekaligus kesal karena perbuatan Dira tadi pagi yang membuatnya harus rela bersusah-susah untuk mencari tasnya yang jatuh di lumpur membuat seragamnya kotor semua.

Hancur sudah image Rafka di depan banyak orang tapi Rafka masih menjaga sifat cool nya yang masih tersisa.

"Kamu kenapa Rafka? Kok penampilan kamu kacau seperti itu?" tanya Bu Cinta menatap heran Rafka. Rafka menghela napas berat karena dia berada pada situasi yang tidak mungkin untuk menjelaskan semuanya. Lagipula Rafka terlalu malas berbicara panjang lebar untuk masalah yang sudah terlanjur cinta terjadi.

"Bu Cin, dia itu kacau ya Bu macam gembel yang nyasar ke sini, haha..." Semua tertawa terbahak-bahak setelah Dira mengatakan hal tersebut yang membuat Rafka menggeram tertahan.

"Woy, gembel jalanan! Sana pergi lo dari sini! Enggak malu apa?! Itu lo dicariin tuh dari tadi sama geng gembel lo!" Tangan Dira menunjuk keempat cowok yang duduk di pojok kelas yang tak lain Azka dkk.

Bu Cinta sebenarnya ingin menegur Dira yang tadi memanggilnya 'Bu Cin' dan sudah membuat malu murid rajin seperti Rafka.

"Sudah, sudah, sana kamu ke tempat kamu, Rafka."

"Baik Bu."

Rafka melangkah menuju tempat duduknya sambil melirik tajam Dira yang menutup mulutnya menahan tawa.

"Lo kenapa sih, Raf? Kok bisa kayak gini? Benar juga kata Dira, lo macem gembel, iuhh..." Dimas berlagak jijik yang membuat Azka menoyor kepalanya.

"Ini teman lo, Dimas, kalau lo enggak amnesia mendadak!" sinis Azka yang membuat Dimas menampilkan cengirannya.

"Gue..." Tatapan Rafka beralih pada Dira yang menatapnya juga dengan smirk nya dan membuat tanda di lehernya seperti akan memotong.

"Lo kenapa?" Azka semakin penasaran dengan yang sebenarnya terjadi.

"Nanti aja."

Sedangkan Dira merasa puas dengan perbuatannya tadi tapi dia masih tidak merasa puas sepenuhnya.

"Tunggu kejutan selanjutnya yang menanti lo."