Chereads / Queen Of Mafia / Chapter 2 - 1. Azka Setan Tampan

Chapter 2 - 1. Azka Setan Tampan

"Jangan bermain-main denganku cantik." (Azka)

*****

Terdengar riuh ramai di lapangan SMA Merpati. Siswi-siswi berteriak histeris ketika melihat sang 'Setan Tampan' idola mereka akan bertanding basket melawan salah satu temannya sendiri.

"Azka... Semangat ya..."

"Gue dukung lo Azka..."

Yang diteriaki namanya hanya fokus menatap lawan yang merupakan temannya sendiri yang sama-sama handle dalam bermain basket.

"Ya, mereka kayaknya lebih mendukung lo dari pada gue. Agak kecewa sih, tapi gue enggak masalah, asalkan kalau lo kalah siap-siap untuk mengabulkan permintaan gue." Andre berbisik pada Azka disertai seringai seolah mengumumkan kekalahan Azka.

Peluit berbunyi dengan bola yang dilempar ke atas. Keduanya melompat berusaha menguasai bola. Azka berhasil menguasai bola, dia tersenyum mengejek pada Andre. Sebenarnya Azka hanya iseng menantang Andre untuk bermain basket melawannya. Tak disangka siswa-siswi berdatangan untuk menonton mereka.

Mereka sibuk berebut bola dan memasukkan bola ke ring untuk mencetak poin sebanyak-banyaknya. Poin akhirnya seri membuat suasana semakin menegangkan. Bola yang awalnya dikuasai oleh Andre berhasil direbut oleh Azka.

Azka berlari sambil mendribel bola menuju ring lawan. Andre menyusul di belakang Azka dengan seringainya. "Lo... suka mual, 'kan kalau berdekatan sama cewek?"

Kecepatan berlari Azka memelan, wajahnya dipenuhi oleh keringat dengan raut wajahnya yang terlihat dingin sekaligus tertekan. Azka bergidik ngeri. Perempuan itu memang makhluk yang mengerikan. Apalagi jika melihat sesuatu yang membuat mereka tertarik, maka mereka akan sangat antusias sampai ke tingkat ekstrem.

"Gimana kalau... gue minta lo pegang tangan cewek."

Wajah Azka terlihat frustrasi mendengar perkataan Andre. Sekelebat ingatan di masa lalu membuatnya kehilangan fokus. "Jangan harap permintaan lo terpenuhi! Gue akan-- sial!"

"Lo lengah, Azka!" Andre tersenyum puas ketika berhasil merebut kembali bola yang dikuasai Azka dan mencetak three points membuat Azka kalah dalam pertandingan.

"Oke, sesuai ketentuan awal permainan. Lo harus menuruti permintaan gue tadi." Andre tersenyum penuh arti. Sebenarnya Andre melakukan semua ini demi Azka. Sampai kapan Azka akan trauma terhadap perempuan hanya karena masa lalunya.

Sementara itu ada seorang gadis cantik sedang menatap bingung sekelilingnya yang terdapat banyak siswa-siswi berbondong-bondong entah ke mana. Telinganya mendengar suara teriakan yang begitu memekakkan telinga. Gadis itu berdecak kesal, tangan lentiknya terangkat untuk menangkap sebuah botol kosong yang melayang ke arahnya. Hampir saja botol tersebut mengenai kepalanya jika saja dia tidak bergerak cepat untuk menangkapnya.

Gadis itu mendengus kasar, Nick dan Edward sudah dia beri tugas untuk mencari Ruang Kepala Sekolah selagi dia menunggu dengan berkeliling di area sekolah. Mata gadis itu memicing tajam ketika menangkap objek yang membuatnya tertarik. Di sana ada tiga siswi yang satu di antaranya sedang dibentak karena menolak menuruti perintah mereka.

Pembullyan.

Dari informasi yang gadis itu baca, di sekolah kerap sekali terjadi pembullyan. Entah pembullyan dalam bentuk ujaran-ujaran kata yang menyakitkan atau yang lebih parah sampai menyakiti fisik korban. Pasti ada saja pihak yang membully dan dibully.

Gadis itu ingin sekali menyaksikan adegan pembullyan secara langsung. Namun, instingnya sebagai orang yang kuat membuatnya ingin menyingkirkan orang yang hanya berlagak kuat. Orang lemah memang selalu menyedihkan, mereka selalu mencari orang yang lebih lemah dari mereka dan menjadikannya sebagai bahan pembullyan.

Sesama lemah saja bisa saling menjatuhkan, apalagi yang kuat sudah pasti nyawa bisa melayang kapan saja. Yang lemah bergantung pada yang kuat. Sampai kapan kita akan bergantung pada yang kuat? Itu seperti halnya memegang tali kokoh yang berasal dari langit untuk membantu kita menaiki sebuah jurang. Tali itu bisa menampung kita untuk menaiki jurang. Namun, semakin banyak orang yang naik dengan tali tersebut semakin lemah pula kekuatan tali itu.

Mereka bahkan melupakan fakta bahwa tali itu muncul secara tiba-tiba dan tak diketahui dengan pasti apa yang terhubung dengan tali itu sampai bisa menampung orang-orang. Tentu saja sesuatu yang muncul secara tiba-tiba bisa menghilang secara tiba-tiba juga. Saat itulah kita terjatuh kembali ke dalam jurang, namun terasa lebih menyakitkan dari sebelumnya.

"Lo jadi adik kelas enggak usah belagu, bisa 'kan! Gue suruh ini itu ya lo harus mau dong!"

"Tahu, tuh! Kalau Monic sampai tahu, lo bisa mampus! Tapi, sayangnya Monic enggak ada. Jadi, kita-kita yang akan ngurus lo, ya 'kan, Bel?" Bunga menatap Bella yang mengangguk menyetujui ucapannya.

Felysia, adik kelas yang sedang dibully itu hanya menunduk takut. "M-maaf, Kak."

"Halah! Maaf lo itu udah basi, tahu!" Bella mendorong kasar pundak Fely membuat Fely jatuh terduduk di tanah.

Gadis cantik yang sedari tadi mengamati kejadian tersebut tersenyum miring, botol kosong yang dia pegang, seketika dia tendang dan ... gocha! Botol itu mendarat tepat mengenai kepala bagian belakang Bella.

Bella menggeram marah, dia berbalik dan mendapati gadis yang tidak dia kenali dengan parasnya yang cantik tapi terkesan keangkuhan di dalamnya.

"Cantik juga. Apa dia murid baru di sini?"

ucap Bella dalam hatinya.

"Gue tahu gue cantik! Enggak usah dilihatin segitunya juga kali!" Gadis itu tersenyum pongah sambil mengibaskan rambut panjangnya.

Bunga menatap sinis gadis itu yang membuatnya muak karena keangkuhannya. "Cantik dari mananya? Hello! Yang ada kita kali yang lebih cantik dari lo! Ya, 'kan, Bel?"

"Diem, lo!" Mata gadis itu melotot, menatap bengis Bunga yang selalu saja menginginkan dukungan dari Bella. "Ngomong aja masih minta bantuan, kayak bayi yang baru belajar ngomong dengan bantuan Ibunya."

Bunga seketika bungkam mendengar cibiran yang begitu menohoknya. Dia menarik tangan Bella untuk pergi meninggalkan gadis itu dengan Fely karena dia sudah tidak tahan lagi.

"Pergi, sana! Kalau perlu ngadu sama yang namanya Monic itu! Cih, dasar kacung bego!" Bella menghentikan langkahnya, dia berbalik menatap kesal gadis yang menatapnya remeh membuatnya geram. Tapi, Bunga terus saja menariknya untuk menjauhi gadis itu.

Tatapan gadis itu seketika tertuju pada Fely yang sudah berdiri dan menatapnya tanpa berkedip karena kagum dengan keberanian untuk menghadapi Bella dan Bunga yang merupakan anak buah dari Ratu Bully yang sebenarnya.

"Apa lo lihat-lihat! Mau gue bully juga?" Gadis itu melotot pada Fely yang tersentak dan refleks menggeleng. "Ya udah, pergi sana! Balik ke habitat lo! Gue mau ke Ruang Kepala Sekolah dulu!"

Gadis itu melenggang pergi meninggalkan Fely yang terbengong-bengong. "Bukannya tadi dia yang nyuruh aku pergi? Kenapa jadi dia yang pergi, ya?"

Gadis tadi menggaruk tengkuk lehernya bingung. "Perasaan gue udah muter-muter nyari ruang kepala sekolah, kenapa enggak ketemu-ketemu sih? Nick sama Edward juga enggak kelihatan." Gadis itu bergumam dengan matanya yang sesekali melihat kelas-kelas yang ada di sekitarnya.

Telinganya tanpa sengaja mendengar teriakan histeris membuatnya merasa penasaran. Kakinya melangkah mengikuti arah datangnya suara sampai akhirnya dia berdiri di pinggir lapangan basket. Matanya memicing melihat kedua pria yang berdiri di tengah lapangan.

"Ck, membosankan sekali!" Gadis itu berbalik hendak meninggalkan lapangan basket.

Azka terdiam dengan tangannya yang terkepal erat. Matanya menatap seluruh penonton yang sepertinya menunggu apa yang akan dilakukan oleh dirinya. Azka menggeram kesal, bola basket terlempar olehnya sampai mengenai pinggang gadis yang berjalan hendak meninggalkan lapangan.

Gadis itu memekik keras membuat semua penonton mengalihkan pandangannya. "Sialan! Siapa yang melempar bola ini ke arah gue?!"

Gadis itu berbalik, matanya menatap tajam Azka dan Andre yang masih berdiri di lapangan. Seketika banyak pasang mata dari kaum adam yang menatapnya dengan kagum.

Cantik.

Kata itu mendeskripsikan wajahnya walaupun tampak raut wajah marah. Dia melangkah ke tengah lapangan sambil membawa bola yang tadi mengenainya.

"Siapa pelakunya?" Mata gadis itu menatap tajam kedua pria di depannya.

"Gue." Azka menjawab dengan singkat. Matanya mengamati gadis tersebut dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Bugh!

Gadis itu melempar keras bola basket ke wajah tampan cowok yang ada di depannya. Siswi-siswi berteriak histeris menyayangkan wajah Setan Tampan mereka terkena bola tersebut.

"Sialan lo! Kalau enggak bisa main basket enggak usah main! Nyusahin orang aja! Pinggang gue sakit, bego!"

Ucapan kasar seketika keluar dari mulut gadis itu tanpa bisa dikontrol lagi. Walau tubuhnya sudah terlatih sejak kecil, tetap saja terkena pukulan itu masih terasa sakit.

Azka mengusap wajahnya yang sedikit panas dan perih. Ditatapnya dingin gadis yang saat ini dengan lancangnya melemparnya dengan bola. Selama Azka sekolah di SMA Merpati, belum ada yang begitu berani kepadanya. Sekarang, untuk pertama kalinya seorang gadis membuatnya dipermalukan di depan umum.

Gadis yang cukup menantang.

"Lo anak baru?" tanya Azka dengan senyum meremehkan yang membuat gadis itu semakin berang.

"Iya, kenapa memangnya?!" sahut gadis itu dengan dagu terangkat angkuh dan terkesan menantang.

Semua yang melihat itu membelalakkan matanya kaget melihat keberanian gadis itu, terutama Andre yang melihatnya dengan tampang cengo. Menurutnya gadis itu hanya akan mendapat masalah jika berurusan dengan seorang Azka yang sudah seperti singa yang buas jika sedang marah.

Julukan 'Setan Tampan' dibuat bukan tanpa alasan. Dua kata itu bahkan bisa menggambarkan seorang Azkara Ranendra. Kata 'Tampan' tentu saja berasal dari wajahnya yang memesona dengan alis tebal disertai dengan bibir merah alami menggoda yang seperti meminta untuk dicium kapan saja. Setan, banyak yang tak mengetahui alasan kata itu ditambahkan. Namun, tentu saja ada beberapa orang yang mengetahui alasannya. Itu karena Azka bisa kehilangan akal jika mengamuk apalagi jika dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Azka akan benar-benar menjadi 'Setan'.

Sekarang, Setan Tampan itu harus menghadapi gadis yang mungkin hampir sama dengan dirinya. Ini akan terasa sulit bagi Azka yang pendiam dan jarang bersosialisasi kecuali dengan teman-teman dekatnya.

"Minta maaf sama gue! Kalau perlu sujud di kaki gue sampai gue maafin lo!!" bentak gadis itu tanpa rasa takut.

Azka hanya berdecih menanggapi teriakan gadis itu dan menampilkan senyum miring dengan tatapan dinginnya. Mereka semua tahu bahwa Azka sedang menahan amarahnya karena tangannya saat ini sudah terkepal kuat, Andre menatap ngeri ke arah gadis itu khawatir jika Azka lepas kontrol.

"Woy, lo tuli, ya?! Minta maaf sama gue, cepetan!!" Gadis itu menggeram kesal karena cowok yang ada di depannya hanya menatapnya dingin dengan senyum mengejek. Merasa muak, gadis itu akhirnya berbalik untuk meninggalkan cowok yang menurutnya gila itu. Tetapi, tiba-tiba sebuah tangan kokoh menarik tangannya yang membuat gadis itu kembali memutar badannya.

Cup!!

Sebuah kecupan lembut mendarat di pipi mulus gadis itu yang membuat matanya hampir terloncat. Semua penonton menganga dengan mata melotot terutama para cewek yang begitu syok sekaligus kecewa pada Azka.

PLAKK!!!

Tamparan keras mendarat di pipi Azka. "Berengsek lo!! Berani-beraninya cium gue! Lo enggak tahu siapa gue?!! Kalau lo tahu siapa gue pasti lo bakalan nyesel udah berurusan sama gue!" bentak gadis itu dengan amarahnya yang memuncak.

Wajahnya memerah tanpa bisa disembunyikan karena kulitnya yang putih bersih sehingga membuat rona merah di pipinya begitu kentara.

"BERENGSEK!!" Gadis itu mendorong dada bidang Azka dengan kuat sampai membuat Azka mundur beberapa langkah karena tenaga gadis itu begitu kuat.

Azka mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memastikan tindakannya beberapa saat yang lalu. Gila, Azka pasti sudah gila. Mengapa dia mencium gadis yang melempar bola basket ke wajahnya dan bahkan baru dia lihat pertama kali. Rasanya seperti ada sesuatu yang mendorongnya untuk mencium gadis itu.

Azka seketika tersentak ketika menyadari bahwa tak terjadi apapun pada dirinya. Tubuhnya tak merespon sentuhan dengan gadis itu. Biasanya sekecil apapun sentuhan dengan perempuan, Azka selalu saja mual. Tentu saja ini mengejutkan sampai membuat Azka memiliki harapan untuk sembuh dari penyakitnya.

Sebelum berlari meninggalkan lapangan, gadis itu menendang tulang kering Azka dengan kuat yang membuat Azka meringis kesakitan dengan wajah geramnya.

Pikirannya seketika kembali terpusat pada gadis di depannya yang berhasil menarik perhatian Azka.

"Shit!!" umpat Azka dengan tatapan geram pada punggung gadis itu yang kian menjauh.

"Lo enggak apa-apa, Az?" Andre menepuk pundaknya membuat Azka mengangguk menanggapinya.

Azka menyeringai, dalam hati dia bersumpah akan terus menghantui gadis itu yang telah mempermalukannya sekaligus merendahkan harga dirinya sebagai seorang cowok sejati. Itu hanya alibi untuk yang dia tanam dalam dirinya karena sebenarnya Azka menginginkan gadis itu.

"Lo gak bakalan lepas dari gue."