"Kau terlihat keren saat mengucapkan janji dengan penuh percaya diri. Namun, kau juga terlihat pengecut saat kau tidak menepati janji yang kau ucapkan sendiri. Sungguh ironis sekali." (Dira)
*****
Andre sedari tadi merasa risih dengan kelakuan Dira yang terus saja bergelayut manja di lengannya. Tidak seperti Dira yang biasa dia kenal angkuh dan bengis. Sifat Dira yang sekarang sangat bertolak belakang dengan sifat yang selalu dia tunjukkan.
Ini seperti halnya seseorang memberikan setangkai bunga mawar yang terlihat indah. Bunga itu tentu saja diterima dengan senang hati tanpa tahu bahwa durinya masihlah ada. Tanganmu terlanjur berdarah karena terbuai dengan keindahannya yang berbahaya.
"Ck, lo apaan sih, Dir! Lepas!" Andre menghentakkan tangannya yang digelayuti oleh Dira. Bukannya senang karena gadis secantik Dira menempel padanya, Andre justru merasa risih. Karena menjadi sahabat Azka, tanpa sadar Andre juga menjauhi kontak fisik dengan perempuan.
Lagi-lagi Dira bergelayut di lengannya seolah-olah tidak terpengaruh dengan keluhan Andre. Sudahlah, Andre benar-benar menyerah. Andre tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi tingkah Dira yang ... aneh.
Awalnya, Andre ingin pergi ke kantin bersama Azka dkk. Namun, langkahnya terhenti ketika Dira bergelayut di lengannya secara tiba-tiba yang membuatnya terkejut.
Andre menghela napas kemudian melangkah kembali menyusul para sahabatnya yang sudah di kantin. Di sepanjang koridor, Andre harus menanggung malu atas sikap Dira. Sikap Dira yang terang-terangan seolah ingin membuat semua orang salah paham mengenai hubungan mereka.
Andre, tipe cowok yang menjunjung harga diri dan nama baiknya dengan sikap yang tak banyak bicara, tentu saja merasa sangat terhina sampai ke titik dimana Andre ingin sekali menyembunyikan dirinya dari pandangan orang lain. Andre merasa seperti ditelanjangi oleh tatapan orang-orang yang menilainya dan meragukan sifatnya selama ini. Andre malu bukan kepalang.
"Loh, itu Andre, 'kan? Kok sama Dira, sih?!"
"Mereka berdua kok jalan bareng?"
"Mereka pacaran?"
"Gue enggak nyangka Andre yang pendiam tapi gercep banget."
"Kok bisa sih Andre sama Dira?!"
"Andre kok mau-maunya sih sama cewek itu?!"
"Pasti ceweknya deh yang kegatelan."
"Ish, dasar cewek murahan."
Itulah bisik-bisik dari siswa-siswi ketika keduanya berjalan di koridor dengan Dira yang terus bergelayut di lengan Andre. Andre terus saja menghela napas mendengar bisik-bisik yang menghinanya. Kalau seperti ini terus, maka nama baiknya akan benar-benar hancur total. Andre yang dikenal sebagai orang yang pendiam dan tak banyak bicara, menjadi Andre yang gercep atau pun playboy jika ada cewek cantik.
Berbeda halnya dengan Dira yang malah memperlihatkan senyum senang saat berjalan di koridor. Akan tetapi, tak ada yang tahu saat dia menunduk seringai lebar terbit di wajah cantiknya. Benar-benar gadis yang penuh tipu daya.
"Nah, lo! Kena, 'kan!" Dira bersorak kegirangan dalam hatinya. Puas sekali rasanya membuat nama baik Andre hancur total. Sungguh menyenangkan menghancurkan sesuatu yang dijaga dengan baik dan melihat keputusasaan dari orang yang sudah terlampau hancur.
"Andre, aku lapar... Cepetan dong jalannya." Dira merengek sambil menggoyangkan lengan Andre yang sedari tadi dipegangnya. Betapa tak tahu malunya sikap Dira yang sekarang. Lalu, apa? Dira sudah benar-benar tidak peduli jikalau mereka salah paham tentang hubungannya dengan Andre karena itulah yang dia inginkan.
"WHAT?! Jadi, beneran ya mereka pacaran?!!"
"Mereka pacaran?! Kok bisa, sih?!"
"Ngomongnya aku-kamu berarti mereka pacaran dong?!" Padahal hanya Dira yang menggunakan kata 'Aku'. Namun, mereka sudah menyimpulkan dengan sendirinya.
"Ck! Gue enggak nyangka Andre yang pendiam bisa gercep banget dapetin cewek kayak Dira."
Semuanya memandang tanpa tahu kebenarannya.
"Wah, enggak nyangka gue sama Andre."
"Ternyata benar kata pepatah. Jangan menilai orang dari covernya saja. Nih, terbukti, 'kan Andre yang kita kenal pendiam kelakuannya kayak gitu."
"Hm, diam-diam menghanyutkan. Benar-benar enggak nyangka!"
Mereka melabeli seseorang dengan seenaknya hanya dengan memandang pada satu sisi. Menilai seseorang hanya dalam satu pandangan. Mereka bahkan tak memikirkan perasaan orang yang mereka nilai dengan seenaknya. Perasaan orang tersebut seolah tak berarti apapun di mata mereka. Karena yang mereka pedulikan hanya ucapan yang membuat diri mereka puas.
Itu menjadi penghiburan bagi diri mereka dan menanamkan dalam hati bahwa ada banyak orang yang jauh lebih hina dari mereka. Mereka bahkan tak mau repot-repot untuk merefleksikan diri sendiri. Sungguh, manusia memang makhluk yang benar-benar tidak tahu diri.
Andre memejamkan matanya erat-erat, telinganya terasa panas mendengar cibiran dari siswa-siswi yang berlalu-lalang. Tangannya yang tidak digelayuti Dira terkepal kuat, dengan wajah memerah antara malu dan marah. Semua orang meragukan sifatnya, Andre benar-benar marah.
Ketika mereka bahkan tak mengenalnya dengan baik, mereka sudah menghinanya terlebih dahulu. Menjijikkan, orang-orang di sekitarnya benar-benar makhluk yang menjijikkan sampai membuatnya ingin menghancurkan mereka satu-persatu.
Dira tersenyum sinis saat matanya melirik ke arah tangan Andre yang terkepal kuat. Ah, semua orang sepertinya tak menyadari kemarahan Andre yang tersembunyi di wajah kaku yang dia tampilkan sekarang. Itu topeng yang sempurna untuk menutupi segala kebusukan Andre yang tersembunyi dalam sudut hatinya.
"Perfect! Sesuai rencana!" Dira tertawa dalam hatinya. Rencananya benar-benar sempurna sampai tak menyisakan celah sedikitpun untuk Andre menghindar.
Tiba-tiba Andre menyentak kasar tangannya yang digelayuti Dira membuat Dira terhuyung dan jatuh terduduk. Itulah yang diinginkan Dira, karena itu bagian dari penutup rencananya.
"LO!--" Andre menunjuk Dira yang terduduk di lantai dengan memasang wajah tersakiti. Mata Andre terbelalak tak percaya.
"Gue benar-benar muak sama lo! Jangan deketin gue!!"
Dira berusaha bangkit lalu meraih tangan Andre sambil menggenggamnya, bukan menggenggam lembut melainkan seperti ingin meremukkan tulang Andre yang membuat Andre meringis. Dira memasang wajah memelasnya berlawanan dengan sikapnya yang kasar dan mengancam.
"Aku enggak mau kamu jauhin aku, Andre." Dira tersenyum miring tanpa sepengetahuan siswa-siswi yang masih menyaksikan kejadian tersebut kecuali Andre yang menggeram marah.
"Lepas!" Andre menepis keras tangan Dira yang bisa-bisa meremukkan tulang di tangannya.
Tangan Dira terhempas kasar karena tepisan keras Andre yang membuat tangannya membiru, tapi dia tidak merasakan sakit sedikitpun. Tangan Andre pun sama seperti Dira, memerah karena genggamannya yang begitu erat.
"A-Andre k-kamu kok kasar banget sih sama aku? A-aku salah apa sama k-kamu?" Dira memasang wajah sendu seolah ingin menangis yang membuat Andre muak karena dia tahu dengan pasti bahwa Dira sedang mempermainkannya.
"Wah, Andre kasar banget!"
"Cih! Enggak nyangka gue Andre kasar sama cewek!"
"Beraninya sama cewek doang!"
"Lo enggak gentle, Bro berbuat kasar sama cewek!"
Andre menggeram kesal mendengar sorakan dari siswa-siswi. Cukup! Kesabarannya sudah habis! Andre tidak tahan lagi dengan semua drama yang dimainkan Dira. Baiklah, akan dia akhiri walaupun nama baiknya nanti akan tercoreng.
"CUKUP!!" Seketika semua orang yang menyaksikan terdiam.
"Terserah kalian mau bilang gue kayak apa!! Gue enggak peduli!! Dan gue enggak menyesal telah melakukan itu semua!!" Setelah mengatakan hal tersebut, Andre melenggang pergi dengan langkah lebar sambil terus menghela napas mendengar sorakan dari belakang yang menghinanya.
"Huuu... Dasar pengecut, lo!!" teriak mereka semua.
Dira menyeringai lebar ketika rencananya berjalan mulus sesuai perkiraannya.
"Mampus, lo! Enggak akan ada lagi seorang Andre yang pendiam di mata orang! HAHA!"
*****
Brukk!!
"ANJIR! KAGET GUE!" teriak Dimas spontan ketika Andre duduk dengan gerakan tiba-tiba dan membuat kursi yang didudukinya hampir terjatuh.
Semua mata tertuju pada Dimas yang tadi berteriak keras di kantin. Dimas hanya memperlihatkan cengiran bodohnya.
"Lo kenapa sih, Ndre? Dateng enggak diundang udah bikin kaget aja." Andre mendengus kesal mendengar cibiran Widi dengan tatapan mencibir.
Berbeda dengan Dimas dan Widi yang merasa kesal dengan Andre, Rafka dan Azka hanya cuek dan biasa-biasa saja seolah tidak terganggu dengan kedatangan Andre yang membuat Dimas heran.
"Lo enggak kaget, Az?"
Azka menghentikan aktivitas makannya lalu mengangkat wajah untuk melihat ketiga orang yang duduk di depannya dengan tatapan menyelidik.
"Kaget." Seperti biasa, singkat, padat, dan jelas.
"Kok biasa-biasa aja sih kayak orang enggak kaget aja." Azka menatap sinis Dimas yang membuat Dimas menampilkan cengiran andalannya.
"Terus gue harus gimana? Teriak-teriak gitu? Kayak, lo?!" Azka menunjuk Dimas dengan pandangan menghina.
"Enggak guna," sambung Azka lalu melanjutkan aktivitas makannya. Dimas cemberut mendengar tanggapan Azka yang pedas.
Sedangkan Rafka masih melakukan aktivitas makannya dengan khidmat tanpa merasa terganggu dengan perdebatan mereka yang tidak berfaedah.
Ponsel yang ada di saku celana Rafka bergetar membuat Rafka menghentikan aktivitasnya. Ternyata di grup chat SMA Merpati ada beberapa siswi yang mengirimkan vidio. Rafka iseng-iseng membukanya, setelah melihat vidio itu sampai selesai dia dapat mengambil kesimpulan yang berkaitan dengan Andre.
Rafka tersenyum sinis mengingat orang itulah yang sama halnya menggangu Andre. Benar-benar orang yang mewujudkan kata-katanya tanpa memberi kelonggaran.
Rafka bergumam pelan, "Oh, jadi, itu penyebabnya."
"Grup chat."
"Hah?!" Semua menatap cengo Rafka, menurut mereka ucapan Rafka tidak jelas sama sekali. Hanya dua kata yang Rafka ucapkan tanpa keterangan lebih lanjut tentu saja membuat mereka tak mengerti sama sekali.
Rafka mendengus kesal melihat tampang bodoh orang-orang yang sayangnya itu sahabatnya.
"Buka grup chat, sekarang!" Rafka menekan setiap katanya.
Semua menuruti apa yang diucapkan oleh Rafka. Alangkah terkejutnya mereka ketika menonton sebuah vidio. Sama halnya seperti mereka, Andre juga menjadi geram melihat vidio itu. Vidio itu diambil ketika dirinya berjalan di koridor untuk menuju kantin bersama Dira yang terus bergelayut di lengannya sampai saat dimana Andre berteriak kesal lalu pergi.
Banyak yang mencaci makinya di grup chat yang membuat Andre menghela napas berat, dia sedih sekaligus marah. Sedih ketika nama baiknya yang dia jaga tercoreng begitu saja dan marah karena Dira lah penyebabnya. Entah sudah berapa kali Andre menghela napas hari ini. Benar-benar hari yang membuat Andre frustrasi.
"Oh, jadi, ini." Azka mulai berbicara sambil menatap Andre dengan tatapan sulit diartikan.
"Kalau begitu gue punya rencana." Ucapan Azka membuat semuanya melemparkan tatapan bingung.
"Rencana apa?"
"Tapi, nanti dulu. Sekarang kita lihat sejauh mana dia mau bertindak untuk balas dendam." Senyum miring terbit di wajah Azka yang membuat sahabatnya bergidik ngeri kecuali Rafka yang sudah mengetahui apa rencana Azka. Oh, jangan lupakan bahwa Rafka bisa membaca pikiran.
Azka menyeringai sambil berkata dalam hati, "Gue tunggu sejauh mana lo bertindak, Cantik."