Perlahan-lahan, Rayan mulai merasakan kalau tubuh istrinya sudah bisa menerimanya. Dia merasa pijatan dinding kewanitaan Dhena sudah tidak seperti tadi. Diapun melepas ciumannya, dan menatap wajah Dhena.
Rayan menyeka air mata Dhena yang masih meleleh turun. Baik Rayan maupun Dhena sama-sama bisa merasakan sesuatu yang mengalir keluar disela-sela kewanitaannya yang tersumpal oleh batang kejantanan itu. Mereka berdua tahu, itu adalah darah perawan.
Kini Dhena sudah lebih tenang wajahnya, tak terlihat lagi ekspresi kesakitan seperti sebelumnya. Diapun mengangguk, meminta Rayan untuk melakukan apa yang harus dilakukan. Rayan pun merespon.
Perlahan dia tarik sedikit batang kejantanannya, lalu ditekan lagi. Dia tarik sedikit, lalu dimajukan lagi. Begitu terus, dan dia melakukannya dengan sangat pelan, agar tak menyakiti Dhena.
"Masih sakit, Sayang?"
"Masih dikit, tapi gak papa, gerak aja biar sakitku ilang."
"Ya udah, aku gerakin pelan-pelan, ya?"
"Iya, Yan."
Rayan pun mulai bergerak perlahan. Dia perhatikan wajah istrinya yang beberapa kali masih mengernyit kesakitan. Tapi semenit kemudian, wajah Dhena terlihat lebih rileks, dan Rayan mempercepat gerakannya.
"Sshhhh aaahhh aaahhhh..." Perlahan mulai terdengar kembali desahan Dhena.
Rayan tahu kalau rasa sakit yang dirasakan Dhena berangsur-angsur mulai menghilang. Semakin lama semakin sering terdengar desahan dari Dhena, dan itu terdengar begitu indah di telinga Rayan. Rayan pun semakin mempercepat gerakannya, meskipun masih dengan kecepatan sedang.
"Oouuuhhh Sayaaang, nikmat bangeeet yaaang sssst sssst..." Rayan mulai meracau, karena memang dia merasakan kenikmatan yang luar biasa dari tubuh istrinya itu.
"Aaahhh Daaaaa, teruuuss, enaaak bangeeet Yaaaan sssst aaaahsss..." Rasa sakit Dhena belum benar-benar hilang, tapi kini dirinya lebih dikuasai rasa nikmat yang baru pertama kali ini dirasakannya.
Setiap gesekan antara kulit kemaluan Rayan dan dinding kewanitaannya menimbulkan sensasi luar biasa, hingga membuatnya ingin terus dan terus merasakannya.
Dhena menarik tubuh Rayan semakin mendekat, memeluk erat suaminya. Dia juga menciumi bibir Rayan dengan ganas. Rayan tak terlalu kaget karena itu adalah reaksi wajar dari seseorang yang sedang dilanda birahi, meskipun Dhena tergolong orang yang sangat lugu dalam hal ini.
Rayan pun membalas ciuman Dhena tak kalah ganas, sambil terus menggoyangkan pinggulnya, mengeluar masukan batang kejantanannya di kewanitaan Dhena.
"Ehmmp.. sshhh aaahh Daaaa shhh eehhmmm..."
"Aaaahhh Sayaaaaaaang, hmmmpp aaahhhh..."
Desahan keduanya terdengar silih bergantian. Sekarang Dhena pun mulai menggerakkan tubuh bawahnya. Secara naluri, pinggulnya ikut bergerak seirama dengan tempo goyangan batang kejantanan Rayan. Kedua kakinya juga sudah ditekuk menahan tubuh Rayan. Dia sudah merasa tidak ingin semua ini berhenti, karena birahinya benar-benar telah terpacu.
"Aaahhh Yaaaaan sshh, akkuu mau pipiss lagiii... uuuuh ssssts"
"Iya, Sayang, keluarin aja cantikku..."
Mengetahui istrinya sudah akan orgasme, Rayan mempercepat goyangan batang kejantanannya, sambil menciumi bibir Dhena dengan rakus, sementara Dhena hanya membuka mulutnya saja tak membalas, karena saat ini dia sedang fokus menjemput puncak klimaksnya.
"Udaaaaaaaaaa Rayaaaaan aaaaaaahhhhh..."
Tubuh Dhena mengejang kembali dihantam gelombang orgasme, yang kali ini lebih dahsyat daripada yang tadi karena terjadi persetubuhan yang sesungguhnya. Tubuhnya menggelinjang, mengejang beberapa kali.
"Aaaahh Udaaaaaa... aaaahh aaahhh..."
Seharusnya Rayan memberi Dhena waktu untuk istirahat sebentar, menikmati orgasmenya, tapi saat ini Rayan pun merasa dirinya sudah akan orgasme juga. Kewanitaan Dhena yang masih begitu sempit dan nikmat, membuatnya tak bisa bertahan lama-lama. Dia langsung menggoyang dengan tempo yang cepat membuat Dhena gelagapan, tapi kemudian pasrah saja menikmati apa yang dilakukan oleh suaminya.
"Sayaaaaan, aku mau keluaar..."
"Aaahh iyaa Yaaaan sssshh, teruus Sayang, enaakk aaah aaahh..."
Keduanya meracau tak jelas. Dengan masih berpelukan erat, Rayan masih menggenjot tubuh istrinya dengan kecepatan tinggi. Berkali-kali dia dengan rakus menciumi istrinya itu yang dibalas tak kalah ganasnya oleh Dhena.
Kedua tangan dan kaki Dhena memeluk erat tubuh Rayan, seolah tak ingin terpisah. Tubuh mereka yang sudah basah oleh keringat saling bergesek, dan itu menambah sensasi nikmat lainnya untuk Dhena.
Suara desahan mereka, juga suara benturan kedua selangkangan mereka terdengar memenuhi kamar hotel ini. Sepasang insan suami istri ini sudah benar-benar terbuai dalam nikmatnya persenggamaan mereka. Hingga saat kedua tubuh mereka sama-sama mengejang, dan sebuah tusukan yang begitu dalam Rayan mengakhiri permainan panas ini.
"Dhenaa, Sayaaaaang..."
"Aaaahhh Udaaaaa, Sayaaaaaang sssss sssttt sss..."
Berkali-kali cairan pembawa benih Rayan menyemburi rahim Dhena, bersamaan dengan Dhena yang dihempaskan pada gelombang orgasme terdahsyatnya malam ini.
Semburan sperma Rayan yang begitu banyak, kental dan hangat itu disambut oleh semburan cairan cinta dari dalam kewanitaannya. Keduanya masih beberapa kali mengejat, hingga akhirnya lemas dalam pelukan masing-masing.
Rayan dan Dhena terpejam dengan nafas terengah-engah. Keduanya baru saja mendapatkan puncak kenikmatan yang luar biasa.
Dhena yang baru pertama kali merasakan nikmatnya persenggamaan tubuhnya benar-benar serasa dilolosi, begitu lemas. Sedangkan Rayan, dia baru kali ini orgasme tanpa berganti posisi. Diapun baru pertama kali orgasme secepat ini. Padahal saat dulu pertama kali bersetubuh, dia bisa bertahan cukup lama dan bisa berganti beberapa posisi. Kali ini, lubang senggama istrinya yang sempit membuatnya menyerah lebih cepat, dan ini sangat nikmat sekali.
Rayan masih mendiamkan batang kejantanannya dalam kewanitaan Dhena yang masih saja terasa berkedut memijat batang kejantanannya, seperti ingin memeras semua isinya.
Keduanya masih terdiam, menikmati apa yang baru saja didapatkan. Sampai kemudian batang kejantanan Rayan perlahan-lahan lemas dan mengecil dan tertarik hingga lepas dan keluar.
Rayan bangkit untuk melihat ke bawah, lelehan spermanya terlihat mengalir keluar dari kewanitaan Dhena. Warna putih susu bercampur dengan sedikit kemerahan. Rayan tersenyum bangga, dia berhasil menuntaskan tugasnya dengan baik malam ini. Rayan menatap Dhena, yang juga tersenyum menatapnya.
Mereka kembali berciuman, kali ini dengan lembut, mengungkapkan rasa bahagia dan terima kasihnya. Kemudian Rayan bergeser berbaring di samping Dhena. Keduanya tampak masih mengatur nafasnya.
"Sayang..."
"Iya Da?"
"Makasih ya..."
Dhena menoleh, menatap suaminya sambil tersenyum.
"Aku juga makasih sama Uda Rayan."
"Masih kerasa sakit, Sayang?"
"Cuma dikit, tapi selebihnya enak. Ternyata bersetubuh itu senikmat ini ya, Da?"
Rayan tersenyum, membelai kepala Dhena dan mengecup keningnya. Merekapun kemudian berpelukan, masih dalam kondisi tanpa busana. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi, keduanya sudah sah. Ini sudah menjadi hak masing-masing.
Dhena memejamkan mata dan membenamkan kepalanya di pelukan Rayan, dari bibirnya masih terhias senyuman manisnya. Rayan pun tersenyum, dalam hati dia berjanji, akan selalu memberikan kenikmatan seperti ini kepada istrinya, bahkan yang lebih dari malam ini.
Perlahan-lahan Dhena membuka matanya. Udara dingin dari AC di kamar ini sedikit mengganggu tidur yang nyenyak. Saat dia bergerak, dia terkejut dan langsung membuka matanya lebar-lebar, saat merasakan ada tangan yang memeluk dirinya. Tapi dia kemudian tersenyum begitu menyadari itu adalah tangan Rayan, yang saat ini sudah menjadi suaminya.
Rayan masih tampak tidur nyenyak.
Dhena tertawa kecil melihat ekspresi Rayan yang sedang tidur. Bibirnya sedikit terbuka, mengeluarkan bunyi dengkuran halus. Matanya pun tak tertutup sepenuhnya, Dhena masih bisa melihat sedikit bagian putih dari mata Rayan.
Dhena menoleh, melihat jam digital yang terletak di meja samping tempat tidur. Masih pagi, baru jam 4. Matahari pun masih cukup lama baru terbit. Tapi sudah waktunya untuk melaksanakan ibadah, akhirnya diapun menggeser tangan Rayan, mencoba bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sekalian mandi wajib.
Tapi saat hendak berjalan ke kamar mandi, dia berhenti sebentar. Dia tiba-tiba merasakan perih di daerah pangkal pahanya. Tapi kemudian dia malah tersenyum, karena hal itu adalah hal yang wajar, setelah semalam dia menyerahkan kesuciannya kepada Rayan, lelaki yang berhak atas dirinya.
Dhena juga melihat ke arah sprei ranjang yang dia tiduri, ada bercak-bercak merah di sana. Dia tersenyum bangga karena berhasil mempertahankan kehormatannya, sampai akhirnya dia berikan kepada Rayan suaminya yang sah.
Dhena pun bergegas ke kamar mandi. Dia nyalakan air hangat untuk menyiram tubuhnya. Meskipun masih terasa sedikit perih di selangkangannya ketika terkena air, tapi dia tidak peduli. Toh rasa sakit ini nantinya juga akan hilang dengan sendirinya.
^^^