Chereads / Suami Laknat / Chapter 3 - Lucknut 3

Chapter 3 - Lucknut 3

Hubungan Dhena dan Rafly makin dekat dan harmonis. Rayan pun makin bebas dan leluasa dengan keluarga barunya. Suami laknat itu seakan telah menyerahkan segala urusan rumah tangganya dengan Dhena pada Rafly keponakannya sendiri.

Sampai akhirnya Rayan meminta sekaligus mengizinkan istrinya untuk selingkuh dengan Rafly. Rayan begitu meyakini dan keponakannya itu ada hubungan bukan hanya sopir dengan majikan.

Entah apa yang merasuki otak Rayan, hingga dia secara terang-terangan meminta Rafly dan Dhena untuk selingkuh. Sebuah permintaan yang bukan hanya aneh tapi benar-benar laknat. Apalagi selama ini dia pun dikenal sebagai lelaki yang cukup taat dalam menjalankan ritual ibadahnya.

Dhena dan Rafly sama sekali tak menanggapi permintaan gila dari Rayan. Hubungan mereka pun tidak terganggu. Rafly tetap menjadi sopir dan teman yang baik untuk Dhena.begitupun sebaliknya. Mereka menjalani hari dengan sangat wajar dan normal.

Mereka kerap sedikit bersandiwara. Di depan Rayan terkadang Dhena sengaja menunjukan hubungan yang seperti bukan sebatas sopir dan majikan. Dhena melakukan itu agar Rayan berhenti merayu dan memaksanya mereka untuk selingkuh. Sekedar menguji kadar cemburu dan kesungguhan ucapan suaminya itu.

Melihat keadaan demikian Rayan terus memutar otak untuk segera menjalankan misinya. Dia ingin istri dan keponakannya itu benar-benar selingkuh dan melakukan hubungan suami istri. Rayan sangat menyetujui rencana besar yang diusulkan istri keduanya untuk menjebak Dhena.

Waktu terus bergulir dan kehidupan pun terus berputar. Senyum Rayan tampak makin lebar dan wajah selalu semringah setiap kali berkunjung ke rumah Dhena. Dia bahagia melihat kemesraan dan kedekatan Dhena dan Rafly yang makin harmonis.

Kesempatan emas sudah di depan mata. Rayan terkadang senyum-senyum sendiri menantikan keberhasil dari rencana yang telah disusunnya. Dia bahkan senang berlama-lama di kamar mandi. Menikmati hidupnya yang kini makin makmur dan sarat kemudahan. Harta melimpah dan kewenangan besar telah diraihnya.

'Modal lelaki untuk menguasai dunia dengan segala kenikmatannya hanya butuh tiga hal. Tampan, mapan dan jantan. Dengan tiga kriteria itu, denai tak perlu kerja keras bahkan bisa menjadi raja.'

'Witing tresno jalaran soko kulino' Pepatah itu yang kini bisa menggambarkan keadaan Dhena dan Rafly. Kedekatan mereka yang sangat intens dari awalnya hanya biasa-biasa kini sudah mulai sedikit maknanya. Di sanubarinya masing-masing telah tumbuh getaran dan rasa yang lain dari biasanya.

Rasa yang bukan hanya sebatas sopir dan majikan. Rasa cinta yang bukan hanya sebatas tante dan keponakan ipar. Tapi rasa yang dilandasi debaran gairah asmara sebagai padangan kekasih. Mereka mulai sering menghabiskan waktu berdua di mall, restauran, bioskop, karaoke dan tempat-tempat romantis lainnya.

Dhena maupun Rafly tetap menjaga sikap dan perasaannya masing-masing. Semua masih terkontrol dan tetap berjalan pada koridor. Walau terkadang beberapa insiden kecil sering mengakibatkan keduanya tersentak. Getaran-getaran nikmat dan indah itu seakan menjadi penghias hari-hari mereka selanjutnya. Dan panggilan akrab saat mereka berdua pun telah berubah.

Sapaan yang lebih akrab, cair dan romantis tanpa terhalang status dan ikatan kekerabatan. Mungkin ditunjang faktor usia yang hanya terpaut 8 tahun, sehingga keduanya sepakat untuk memanggil 'aku dan kamu.'

Ketika berdua di rumah, mereka sering menghabiskan waktu duduk bersama di balkon kanan. Menikmati alam yang asri. Sejauh mata memandang, terhampar lukisan alam dengan gunung menjulang yang dihiasi kebun, sawah dan pemukiman penduduk. Ketika senja yang cerah langit menghadirkan awan putih berarak di antara kawanan burung yang berarak menuju peraduannya.

"Dhen, aku boleh ngundang teman gak ke sini?" Rafly bertanya saat Dhena sedang berdiri dekat pagar jati pembatas balkon kanan yang berhadapan langsung dengan kamar tidurnya.

"Sejak kapan harus minta izin?" Dhena memalingkan wajah menatap Rafly yang ternyata kini sudah berdiri di sampingnya.

"Hehehe, yang ini agak spesial. Rencananya aku pesan nasi tumpeng, terus ngundang beberapa teman dekat, terutama anak-anak klub sepak bolaku. Kurang lebih dua atau tiga puluhan," balas Rafly. Wajah tampannya tampak semringah dengan bola mata yang berbinar cerah.

"Ada acara spesial rupanya? Kapan?" tanya Dhena seraya mengalihkan pandangan menatap lembayung senja yang tampak begitu indah di sore yang sangat hangat.

"Hehehe, ultahku." Rafly menjawab malu-malu, "kecil-kecilan sih, kalau waktunya sabtu depan."

"Hmmm, kenapa kecil-kecilan? Sekalian aja teman-teman alumni juga diundang. Anggap saja reunian kelas, hehehe." Dhena menawarkan solusi.

"Waduh!" Rafly terbelalak. "gak kuat modalnya kalau ngundang banyak-banyak, hehehe."

"Banyak berapa sih, paling 70 atau 100 orang kan? Nanti aku tambahin deh buat beli tumpengnya. Gimana?" tanya Dhena dengan wajah yang semringah. Sejatinya dia juga sudah lama tidak mengadakan acara kumpul-kumpul pesta sahabat.

"Hmm, tapi kan rencananya mama sama Reynita juga juga mau datang, jadi aku pun wajib ngebeliin tiket pulang mereka." Rafly sedikit mengernyitkan dahinya.

"Syukurlah, kalau mama sama Reynita juga mau datang. Udah lama juga gak ketemu mereka. Ya udah kalau gitu, biar tiket mereka, aku yang beliin." Dhena kembali memberikan solusi yang mengejutkan Rafly.

"Serius, Dhen?" Rafly masih tak percaya.

Dhena mengangguk seraya tersenyum. Mereka berdiri berhadapan saling tersenyum dan beradu pandang. Rafly menarik tangan Dhena dengan sangat lembut lalu menciumnya mesra.

"Terima kasih, Dhen," bisik Rafly seraya menarik tubuh Dhena dalam pelukannya.

Deg! Jantung Dhena seketika berhenti berdetak. Rafly mengecup kening dan pipinya dengan mesra. Kecupan yang terasa begitu hangat dan mesra hingga membuatnya tertegun beberapa saat. Tak sanggup membalas atau menolak perlakuan lelaki yang selama ini sudah sangat dekat dengannya.

"Kamu, wanita terbaik yang saya kenal." Rafly kembali berbisik dan mata mereka makin lekat saling bertatapan dengan sinar yang benar-benar terasa berbeda.

Keduanya masih terdiam seakan terhempas dalam suasana yang membingungkan. Sekujur tubuh Dhena mulai bergetar. Pelukan Rafly terasa begitu hangat, mesra dan benar-benar mendebarkan.

"Kamu juga sangat baik, Raf." Suara Dhena pun bergetar. Dia tak ubahnya laksana gadis belia yang baru pertama mendapat pelukan dari kekasihnya.

Dhena masih menatap mata Rafly yang sayu dan sendu dengan sejuta sinar keindahan. Sinar yang memancarkan cinta dan kasih sayang yang tulus. Tubuh mereka makin merapat. Dua gunung kembar yang membusung di balik daster Dhena menekan dada bidang Rafly yang kekar terbungkus kaus ketat.

Seluruh tubuh bagian depan mereka menyatu. saling menakan dan pelukan yang kian kuat dan mesra.

"Raf..," ucap Dhena lirih. Terdengar mendesah dan sangat menggoda di telinga Rafly.

"Ya," balas Rafly dengan desah jantannya. Jantung sang pemuda kian berdetak kencang. Suhu tubuhnya meningkat tajam dan junor di balik celananya beraksi berdiri gagah menekan tubuh bagian depan istri pamannya.

Dhena sedikit mendongak. Menatap wajah Rafly yang sedikit lebih tinggi darinya. Kedua mata Rafly menatap nanar wajah putih kemerahan dengan rona kecantikan yang sulit dipungkiri oleh lelaki manapun. Rafly bahkan selalu bergetar saat mencuri-curi pandang menatapnya.

Andai Dhena seorang jomblo, Rafly pasti jadi lelaki pertama yang menyatakan cintanya. Dan andai saat ini Dhena bukanlah istri pamannya, pasti akan akan berpikir panjang untuk langsung menikmati pesona keindahan dan kenikmatan bidadari dunia ini.

Kedua tangan Dhena tiba-tiba berpindah, menggelayut manja pada leher Rafly yang sedikit licin dengan keringat. Rafly refleks membalasnya dengan meremas bongkahan indah bokong Dhena yang padat, kenyal dan seksi.

Rafly mendekatkan wajahnya ke wajah Dhena yang sedikit tegang. Tangannya mulai berpindah ke bagian depan tubuh Dhena. Memegangi, menekan dan sedikit meremas dua gunung kembar yang sejak tadi menekan dadanya.

"Kamu cantik sekali Dhen," bisik Rafly dengan sorot mata yang makin nanar. Raut wajah Dhena seketika memerah. Sorot matanya kian sayu dan lemah. Jantungnya berdegup kencang, seisi dadanya bergemuruh dengan pikiran yang mendadak kosong.

Kedua tangan Rafly beralih memeluk pinggang dan punggung Dhena dengan sangat kuat. Wajahnya menyusup di antara rambut Dhena yang tergerai indah. Leher jenjang nan harum Dhena menjadi sasaran jilatannya.

"Raf..... sssssst..." Dhena mendesah dalam lenguhan panjang. Kepalanya mendongak dengan kedua kaki sedikit berjingkat. Seakan bersiap untuk terbang meraih kenikmatan yang tinggi di nirwana awan biru.

"Dhen... ooohssss..." Rafly membalas lenguhan Dhena di antara hisapan mulutnya yang kian buas dan liar.

"Raf.. Jangaaan, ki...kita bukan... " Dhena tiba-tiba melepaskan diri dari pelukan Rafly. Tampaknya dia tersadar dan segera menguasai dirinya.

"Maaf," ucap Rafly dengan wajah yang sedikit tegang dan panik.

Dhena segera menuruni anak tangga. Isi kepalanya berkecamuk dan berantakan. Dia bahkan berjalan setengah berlari menuju kamarnya dan langsung menyadarkan punggungnya di daun pintu. Kepalanya mendongak dengan kedua mata terpejam.

Dhena mencoba menetralisir keadaan dan menenangkan debar jantungnya yang kian bergemuruh.

^^^