Aku lapar ....
Perutku keroncongan tapi, uangku hanya tinggal sedikit, bagaimana aku bisa membeli makanan di sana ...?
Kemudian, seorang laki-laki dengan riangnya sambil menepuk pundakku sambil membenarkan kacamatanya, "Yo!" dia dengan santainya menyapaku.
Ruapanya laki-laki yang kemarin aku temui itu ....
Hajime ....
"Ah! Kamu?" aku menyapanya pelan, sementara di kantin sana sudah banyak orang yang berkerumun.
"Mau jajan?" tanya hajime dengan singkatnya.
"Um." Jawabku singkat sambil mengangguk pelan.
Hajime melihat gerak-gerikku dan saat tahu kalau uangku tidak cukup banyak untuk membeli sesuatu ....
"Jyaaa~ tunggulah di sini." Ucapnya dengan santai kemudian dia nyelonong aja ke depan.
Dia tengah antri berebut makanan dan dapat! Sekresek besar telah dia dapat!
Kemudian dia menyodorkan sekresek besar itu padaku dan berkata, "Ambillah ...!"
Dalam hatiku berkata, "He? Ambillah? Semua ini?"
"Ambillah, kue yang menurut kau suka ...." Ucapnya dengan riang.
Dalam hatiku berkata, "Ah~ aku kira semuanya. Tapi, untuk seukuran pria ... dia baik sekali ...."
"Jyaaa, aku ambil ini!" roti melon.
Kemudian kami berdua duduk di tangga. Rupanya itu adalah tempat duduk favoritnya, jadi aku mengikutinya.
Dia dengan asyiknya memakan roti sambil mengeluarkan sebuah video game dari sakunya kemudian dia memainkannya. Aku terus memandanginya penasaran ....
Tadinya aku ingin menyapanya dan berbicara banyak hal namun, aku hanya diam saja ... takutnya akan mengganggu dia saat main game.
Sambil memandanginya, aku memakan roti melon itu perlahan dan tidak terasa itu cepat habis.
Dia juga membeli susu stroberi ... sepertinya ... aku juga ingin meminumnya. Namun, aku tidak bisa terus bergantung dengannya, aku minum di kran aja deh.
Aku beranjak berdiri, dengan canggungnya aku berkata padanya, "Jyaaa aku pergi dulu—"
Belum sempat aku melengkapkan kalimatku, dia memotong perkataanku terlebih dahulu.
"Tunggu!" itu katanya.
"Eh?" aku menoleh, aku terheran, dan aku ingat, 'Oh! Apa aku lupa bilang terima kasih padanya, ya?' tapi sudah kuucapkan waktu di depan kantin tadi namun, dia tidak menghiraukanku
"...."
Dia terlihat buru-buru menyelesaikan gamenya kemudian beranjak berdiri dari tempat duduknya.
Dia memegang lenganku, itu artinya dia tidak mau aku pergi ke mana pun ....
"Tunggu," dia mengulanginya, salah satu tangannya membenarkan kacamatanya dan dia mulai serius melihatku.
Aku merasakan kekhawatiran yang mendalam, 'Jangan-jangan dia ingin menanyakan yang kemarin padaku ....' Pikirku yang melihat dia sambil mengerutkan alisku.
Mulutnya sedikit terbuka, hendak mengatakan sesuatu, di dalam dirinya terpandar aura keraguannya ....
"Ano ..., bisakah kau menjadi temanku?" tanya Hajime begitu padaku.
"Ha!?" aku meresponsnya dengan muka datarku. Jelas aku heran, kok dia mau berteman denganku, orang yang seperti ini ...?
"...."
"Kok ha?" gumamnya, "Ano—" aku tahu, dia hendak mengatakannya lagi tapi, aku memotong perkataannya.
"Bo-boleh," jawabku gugup sambil memalingkan pandangan darinya.
Dia masih melihatku dengan muka penuh harap, sementara aku masih memikirkannya kenapa?
"Ano ...!"
Dia hendak mengatakan sesuatu padaku.
"Ya?" aku meresponsnya pelan.
"Kenapa kau selalu sendirian? Selama ini, kamu tidak punya teman, kan?" tanyanya serius padaku. Aku hanya menatapnya dengan wajah murung kemudian memalingkan pandanganku darinya.
"Tidak punya teman, ya?" gumamku.
"Eh, gomen ...." Dia tertegun akan gumamku. Lalu dia melepaskan tangannya dari lenganku.
"A-ah~ tidak apa-apa kok." Kataku yang sungkan dengannya, aku tidak ingin mengecewakannya setidaknya, "Terima kasih." Aku bisa mengatakan itu padanya.
Aku mengatakannya dengan membungkukkan diriku supaya terlihat lebih sopan.
"A-ah~ ya." Dia terlihat keberatan dengan sikapku ini.
"...."
"Mungkin, tadi ... perkataanku padamu kasar, jadi aku minta maaf—"
Blum sempat dia meminta maaf dengan benar, aku memotong perkataannya dengan menggerakkan isyarat tanganku untuk mengelaknya, "A-ah~ tidak apa, tidak apa, kok. Aku juga tidak terlalu mempermasalahkannya." Kataku dengan sedikit tergugup.
"Shouka." Dia hanya merespons singkat.
"Um." Aku mengangguk, "Ya, memang aku tidak punya teman, kok." Aku mengakui itu.
Kemudian dia terduduk kembali, dan aku jadi duduk di dekatnya juga.
Kami berbincang-bincang, tentang kami yang tidak memiliki banyak teman.
"... Ya~ begitulah. Setelah sekian lama aku jarang berbicara dengan gadis yang ada di kelasku, lama-lama bukan cuma gadis tapi teman-temanku yang lain." Jelasnya.
"Eh~ begitu ya ...." Aku merespons dengan santainya. Rupanya dia dijauhi teman-temannya karena sering berkata kasar. Padahal tidak kasar sih tapi, terdengar menyinggung perasaan saja. Padahal bagiku Hajime orang baik.
Terus, alasan lain dia dijauhi orang lain karena dia otaku, pecandu anime dan game. Dia memiliki tante yang kepribadiannya seperti dirinya, bahkan sampai sekarang tantenya dianggap orang tidak laku nikah ... karena itu ... dia tidak ingin masa-masa SMA nya berakhir suram seperti tantenya yang tidak memiliki teman dan pacar seperti itu.
-Yah~ intinya di masa SMA ini, dia baru mendapatkan satu teman yaitu, Haruka-
"Jyaaa~ mendengarmu bersedia untuk menjadikanku temanmu aku bersyukur dan senang sekali. Orang-orang sering bilang kalau otaku tidak akan memiliki banyak teman karena dia hanya menekuni hobinya sendiri, bahkan dari mereka ada yang mengurung diri dan nolife~" gerutu Hajime yang melanjutkan bermain game itu sambil memakan kue berikutnya.
"E-eh~" aku tidak tahu harus merespons apa, jadi aku hanya meresponsnya asal bersuara saja.
"Haruka ... Haruka-san, kenapa kau tidak punya teman?" tanya Hajime serius tanpa menatapku karena dia sedang sibuk bermain game.
"Etto, aku juga kurang tahu. Yah~ sedari kecil aku tinggal di rumah yang hangat. Kemudian orang tuaku meninggal dunia. Aku jarang bisa dekat dengan orang lain, mungkin selama ini hanya dengan orang tuaku saja. Sepulang sekolah di SMP kadang ada kegiatan klub namun, aku tidak pernah ikut kegiatan klub manapun. Setelah bel jam pelajaran sekolah telah berakhir, aku segera pulang dan membantu nenekku berjualan." Jelasku padanya, aku heran loh kok aku malah curhat? (>:<)
"Eh~ begitu ya, jyaaa~ apa setiap sepulang sekolah kamu seperti itu?" tanya Hajime penasaran.
"Um, ya. Karena itu, aku jarang punya waktu bermain atau berbicara dan berkumpul dengan teman-temanku. Aku ini membosankan, ya~" Jelasku, sambil membayangkan masa-masa itu.
"Ah~ bagiku tidak juga, kok. Kamu asyik diajak bicara, soalnya belum pernah aku bicara sebanyak ini selain keluargaku juga ...." Jelas Hajime yang kemudian mengakhiri permainannya.
"Nee, apa kapan-kapan aku boleh membantu nenekmu?" tanyanya.
"Eh buat apa—"
Belum sempat aku menjelaskan sebenarnya bahwa nenekku sudah tidak ada di dunia ini, dia memotong pembicaraanku lebih dulu.
"Ya kan aku temanmu ..., kalau aku butuh bantuan, aku pasti akan mengundangmu ke rumahku juga untuk membantuku .... Dalam anime yang aku lihat sesama teman sudah sewajarnya harus saling membantu." Jelas Hajime dengan optimisnya.
Dalam hatiku berkata, "Itu kata-kata yang ada di anime ya, dia memang otaku ... pecandu anime tapi ...."
Aku tertunduk murung di depannya dan berkata sejujurnya, "Itu mustahil!"
"Eh?" dia terkejut melihat jawabanku.
"... Nenekku juga sudah meninggal dunia."
________
To be Continued.