Mulai hari ini, aku tinggal bersama cowok tampan yang mengaku seorang malaikat, bernama Hidan.
Karena tidak punya ruangan lain, aku terpaksa membeberkan futon untuk Hidan di dekat tempat tidurku. Jika kami benar-benar sepasang kekasih di dunia ini, aku pasti senang bertemu dengannya.
Namun, kami hanya sepasang kekasih di masa lalu.
****
"Nee, Hidan. Kenapa kau tidak menyamar jadi manusia saja dan mencari pekerjaan di dunia ini untuk sementara ...?"
"Hmm, benar juga sih. Tapi, aku tak punya waktu untuk hal seperti itu." Jawab Hidan dengan dinginnya.
"Eh? La-lalu bagaimana dengan makan dan minum? Kamu tidak merasa lapar?" Seingatku malaikat tidak punya nafsu seperti manusia.
"Hmm ..., terkadang aku ingin mencoba apa yang ada di dunia manusia." Jawabnya dengan malu-malu.
"Souka (oh begitu)." Aku menganggapinya dengan menggelembungkan pipiku, "Zannen (sayang sekali)." Gumamku.
"Ng?" Hidan memiringkan kepala heran, "Apa ada yang salah denganku?"
"Uum," aku menggelengkan kepala, "Tidak ada kok."
....
"Jyaa Hidan, kau boleh tinggal di sini sementara waktu. Aku berangkat kerja dulu, tolong jaga rumah ya. Oh ya, ini kunci rumah. Aku titipkan padamu."
BLAAM! Seketika aku menutup pintu rumahku.
Aku berjalan melewati rumah Hajime seperti biasa, aku berpapasan dengannya. Dia tengah menyiram bunga di halaman belakang.
"Ohayou (selamat pagi), Hajime." Aku menyapa Hajime dengan riang.
"Oh ohayou (selamat pagi)." Hajime melambaikan tangannya padaku. "Are-? (Eh-?)" celetuknya.
"Ng ...? Doushita? (ada apa?)" apa ada yang salah denganku?
[Penulis: AAAKHH!! Rasanya aku ingin membuat novel bahasa jepang aja deh]
"O-oh, tidak ada. Entah kenapa aku rasa Haruka saat ini lebih ceria daripada biasanya." Jelas Hajime dengan sedikit curiga memandangku.
"Eeeeeh ..., bukankah aku biasanya seperti ini ya?"
"Bu-bukan begitu. Jangan-jangan ... kamu kamu dapat ini ya?" sambil memperagakan tangannya 'simbol pacar'
"Uuh, bukan! Aku hanya merasa ... merasa ... eh!?" Merasa apa ya? Aku merasa senang dicintai oleh seseorang tapi entah kenapa ketika aku melihat Hajime, hatiku ini menjadi berdegup kencang.
"Eh apa ya?" Hajime tersenyum keheranan sambil membenarkan kacamatanya.
Aku tidak bisa jujur, tapi ....
"Loh, kok jadi murung? Ke mana perginya semangat berkobar dari keceriaanmu barusan?"
"Eh, ah, anu ... tadi malam aku baca komikmu. Yah, mumpung ada waktu senggang aja sih."
"O-oh jadi karena itu-"
"Ehehe iya, itu komik sangat keren dan bagus sekali storyboardnya." Aku terpaksa mengganti topik dengan komik, syukurlah aku sudah baca sekilas. Tidak mungkin aku menceritakan yang sebenarnya kepada Hajime.
"Hehehe, terima kasih." Hajime tersenyum senang tepat di depanku.
Entah kenapa senyum Hajime membuatku senang juga, aku membalasnya dengan senyum tipis.
Aku tidak begitu mengerti tentang cinta
....
"Sampai jumpa, Hajime." Aku melambaikan tangan pada Hajime dan berjalan menuju tempat kerja.
"Yo, hati-hati Haruka." Hajime membalas lambaian tanganku.
....
Jika Hidan tahu kalau orang yang di cintainya saat ini mencintai orang lain, apa Hidan akan mempertahankan pada Mikio ya?
Beberapa menit kemudian aku sampai di kedai kopi Tada.
"Selamat pagi." Tak lupa kuucapkan salam hangat kepada manager dan para staff karyawan.
"Oh, selamat pagi. Haruka-chan." Jawab pak manager. Namanya Kurosawa Iwa, 35 tahun.
"Oh, Haruka sudah datang duluan." Kemudian seorang karyawan bernama Harley datang setelahku.
"Selamat pagi, Harley."
"Pagi Haruka."
Aku dan Harley segera masuk ke dalam ruang karyawan untuk mengganti pakaian. Setelah itu kami mulai bekerja.
"... Tanizaki hari ini tidak masuk?" Aku tengah melihat absen yang ada di papan.
"Dia sakit mulai kemarin." Sahut Izumi
"O-oh." Anak sekuat dia juga bisa sakit.
"Bagaimana kalau kita nanti menjenguk Tanizaki?" ajak Harley kepada semuanya.
"Tunggu dulu, dia mau tidak?"
"Benar juga ya, Izumi-kun."
....
"Ayo kalian semua segera bekerja ...!" perintah manager dari kejauhan.
Kami yang bekerja di kedai kopi Tada harus melayani pelanggan dengan sepenuh hati.
Manager pernah bilang padaku, kalau aku adalah seorang pekerja keras. Tapi, menurutku aku sama saja seperti yang lain. Mungkin aku hanya keras terhadap diriku sendiri. Harley adalah karyawan yang paling baru di sini, dia mulai bekerja setahun yang lalu. Nana dan Izumi adalah seniorku, mereka sudah masuk jauh sebelumku. Tapi Nana-san sudah menikah 5 bulan yang lalu, akhirnya satu-satunya orang selain aku yang bisa diandalkan semuanya adalah Tanizaki.
....
"Haruka-san, bisa tolong antarkan ini ke rumah Miyamoto?" Manager meminta tolong padaku.
"Baik."
Selain di toko, kami menerima layanan pesan antar.
Di toko itu ada 3 sepeda moto yang di sediakan manager, aku terkadang memakainya untuk mengantar pesanan yang jauh.
Syukurlah rumah Miyamoto itu dekat.
....
"Pesanan sudah sampai." Aku mengantarkan pesanan ini tepat di depan rumahnya. Aku tidak lupa membaca daftar pesanannya.
"Wah benar, terima kasih." Senyum kepuasan pesanan itu menjadi penyemangat di setiap hariku.
"Sama-sama. Ditunggu orderannya lagi." Aku membalas senyum pelanggan dengan senyum ramahku.
Jika kita bekerja dengan ikhlas, semuanya akan terasa lebih mudah.
Itulah yang kurasakan selama ini.
****
Hari sudah sore, kami berganti shift. Di sini hanya ada 2 shift (pagi dan sore). Kedai akan tutup pukul 22.00
"Yosh! Kali ini giliran shift sore. Haruka bagaimana mau ikut menjenguk Tanizaki?" Ajak Izumi padaku.
"O-oh, baiklah."
....
Ternyata Tanizaki hanya demam biasa, syukurlah.
Kami berpisah sepulang dari rumah Tanizaki.
****
Aku pulang ....
"Kunci ...." Aku malah mencari kunci rumah di saku bajuku. Padahal aku lupa kalau di rumah ini ada penghuninya.
Aku segera membuka rumah.
"Aku pulang."
Sepi sekali ... ke mana dia?
Aku meletakkan tas kerjaku di shofa, dan aku melihat beberapa perubahan di dalam rumahku.
-Rumahku yang tadinya terlihat sedikit berantakan, kini terlihat lebih rapi. Cucian di dapur juga berkurang. Komik dan game yang kutinggalkan di meja kotatsu kembali ke rak buku semula-
"Jangan-jangan ... Hidan yang melakukan ini semua? Tapi ke mana dia sekarang? Apa dia sedang bekerja?"
Hmm, kunci rumahku ada padanya ....
Tapi aku punya kunci cadangan kok. Jadi tidak masalah.
Aku berteriak mencari Hidan di seluruh ruangan "Hidaaaan ... Hidaaaaan ...." namun, dia tidak ada di sini.
"Souka," aku mengatakannya dengan nada murung. "Mungkin dia akan kembali." Kenapa aku malah berharap dia kembali ke sisiku ...?
Sepulang kerja, tubuhku berkeringat. Aku membuka kulkas, meminum beberapa air dingin.
Jiiiii-
Sepertinya beberapa makanan dan minuman di kulkas berkurang. "Hmm ...."
"Yosh, aku akan mandi dulu." Aku mengambil handuk di depan selampiran kemudian menuju kamar mandi, segera kulepas baju dan rok yang menutupi tubuhku ini lalu kumasukkan ke dalam mesin cuci. Tak lupa dengan pakaian dalamku, aku menaburkan sejumlah air dan rinso di mesin cuci. Kutekan tombol on segera setelah itu, mesin di dalam mesin cuci berputar.
Jadi, mencuci sembari aku mandi-
Aku segera melepas handukku kemudian masuk bak mandi.
"Ah~ nikmatnya ...."
Ketika mesin cuci sudah berhenti berputar, aku segera mengakhiri acara mandiku. Aku mengambil handuk kembali dan memakainya untuk menutupi tubuhku.
Saat itu-
Hidan datang!
"Huuuuwaaaaa!" aku terkejut tiba-tiba dia menghampiriku, sementara aku belum sempat membenarkan tatanan handuk yang kugunakan untuk menutupi tubuhku.
Karena tubuhku masih basah dan licin, handuknya terlepas begitu saja karena sikap terkejutku barusan.
"Gawat!"
AKU SEKARANG TELANJANG!!
Sementara malaikat yang suci ini, memandangiku dengan begitu santainya.
Aku menjadi gugup, segera kuambil handuk yang jatuh ke lantai kemudian kulilitkan kembali ke tubuhku.
Dia mendekatiku dengan pelan dan lagi-lagi melakukan kabedon di pojok dinding depan kamar mandi.
"Haruka ...." ucapnya lirih di dekat telingaku.
"I-iya?"
"Bisakah aku tinggal di sini selamanya?"
EH! PERMINTAAN MACAM APA INI?
****