[LUNA]
[FEBRUARI 2014]
"Ayah, mereka siapa? Kenapa mereka mengejar kita? Dan kenapa wujud mereka menyeramkan?"
Ayah tidak menjawab pertanyaanku, ia terus berlari seraya menggendongku. Nafasnya terengah-engah.
"Aakkhh."
"Ayah!"
Tiba-tiba ayah terjatuh, dan aku terlempar. Aku lihat ada semacam senjata runcing yang menusuk punggungnya sampai mengeluarkan cukup banyak darah. Seketika, aku ketakutan dan tubuhku gemetar.
"Larilah, Nak! Cari ibumu dan pergi dari sini."
Ayah berbicara dengan suara berat.
"Tapi ayah, aku takut!"
"Cepat! Tidak ada waktu lagi, sebelum mereka berhasil menyusul kita."
Aku berdiri. Mataku sudah basah dengan air mata. Aku menangis pilu melihat ayahku yang terkapar lemah. Lalu, aku berlari secepat yang aku bisa.
***
"Ibu!"
Aku berteriak sekencang mungkin saat sudah di depan rumah. Ibuku keluar dan langsung memelukku.
"Ada apa, sayang?"
Suaranya lirih.
"Ayah. Kata ayah kita harus pergi dari sini."
Ibu tampak terkejut mendengar perkataanku. Wajahnya cenderung ketakutan. Lalu, meneteskan air mata.
"Baiklah. Ayo pergi dari sini."
"Tapi, bagaimana dengan Ayah?"
"Dengarkan baik-baik. Yang mengejar kita itu monster. Ayahmu tidak akan selamat. Kita juga begitu jika tidak cepat-cepat pergi dari sini. Jadi, relakan Ayahmu. Ya?"
Aku mengangguk. Lalu, ibu menggendongku. Dan kami pergi dari sini. Menaiki bis menuju kota.
***
Ibu menemukan sebuah rumah kosong. Dan rumah itu sudah hampir rusak. Tapi, masih bisa digunakan untuk sekedar berlindung dari dinginnya malam.
"Tenang, tenanglah sayang! Kau tak perlu bersedih atau pun marah. Semua akan baik-baik saja. Yakinlah, kuatkanlah hatimu. Kau pasti bisa melalui semua ini."
Ibu selalu menyanyikan lagu itu di kala aku akan tidur. Dan itu mampu membuatku tenang dan tidur dengan nyenyak.
***
"Ibu mau ke mana?"
"Ibu akan mencari makanan buat kita, sayang. Kamu tunggu di sini."
"Tapi Ibu, aku takut."
Ibu terlihat menghela nafas. Lalu, duduk di hadapanku.
"Kamu tidak perlu takut, di sini kita aman. Tapi, tetap ingat. Jangan percaya siapa pun, meski niat mereka baik. Dunia ini sudah dipenuhi keburukan. Manusia setengah iblis berkeliaran di luar sana. Kau tetap di sini sampai Ibu kembali."
Ibu pergi meninggalkanku. Aku lihat, ibu menahan tangisnya.
***
Aku melihat sosok bayangan di tirai jendela. Lalu, aku merasa ketakutan saat knop pintu diputar. Dan ternyata itu Ibu.
"Ibu."
Ibu masuk dengan terburu-buru. Dan ia membawa sekantung makanan.
"Ini makanlah, sayang. Kamu pasti lapar."
"Ibu, kenapa ibu terlihat panik? Apa ibu mencuri?"
"Ibu terpaksa, sayang."
"Tapi, kata Ayah..."
"Kamu benar, tapi jika keadaannya seperti ini, kita tidak punya cara lain untuk bertahan hidup."
Ibu membuka sebungkus roti dan menyuapiku dengan roti itu.
"Ibu juga makan. Sini biar aku suapi Ibu."
Ibu meneteskan air matanya saat mengunyah makanan. Lalu, tersenyum dan memelukku.
***
Hari ke hari, kami makan makanan hasil ibu mencuri. Dan aku selalu menunggunya di sini. Tapi, tidak pernah selama ini. Sampai hari gelap pun ibu belum juga kembali.
"Ibu kenapa belum pulang? Aku takut."
Tiba-tiba aku mendengar suara mobil menabrak sesuatu. Aku ingin tahu apa yang terjadi, tapi aku tidak berani keluar. Lalu, setelah itu terdengar sirene mobil polisi. Dan seketika suasana ramai.
Aku memilih untuk tidur sambil menyanyikan lagu yang sering Ibu nyanyikan untukku.
"Tenang, tenanglah sayang! Kau tak perlu bersedih... Atau pun marah..."
***
"Sayang, Ibu pulang."
Aku langsung bangun ketika mendengar suara Ibu.
"Ibu!"
Bayangan Ibu perlahan menghilang.
"Ternyata, itu hanya mimpi."
Lalu, perutku berbunyi.
"Lapar."
***
"Eh, orang yang tertabrak itu siapa? Kamu tahu?"
"Katanya bukan orang sini."
"Lalu, dia meninggal atau tidak?"
"Aku tidak tahu kejadian persisnya seperti apa. Karena, aku juga tahunya dari orang lain."
"Eh, lihat ada anak kecil."
"Kamu kenapa bisa ada di sini?"
"Kamu ikut sama ibu, yuk! Ibu akan kasih kamu makanan dan baju bersih."
"Iya, nak. Biarkan kami mengurusmu."
'Jangan percaya siapa pun, meski niat mereka baik.'
"Tidak. Aku tidak mau. Aku mau ibuku."
Aku berlari meninggalkan dua orang dewasa itu.
***
Aku melihat ada makanan di meja makan, yang di tinggalkan oleh pemiliknya.
'Jika keadaannya seperti ini, tidak ada cara lain untuk kita bertahan hidup.'
Aku mengendap-endap mendekat, lalu mengambil makanan tersebut.
"Hey, apa yang kau lakukan?"
Aku segera lari setelah berhasil mendapatkannya.
"Pencuri! Anak itu mencuri makananku."
***
"Haah, haah. Syukurlah mereka tidak mengejarku."
Aku memakan makanan ini dengan lahap.
"Mmm... Enak. Ini enak sekali!"
***
[MEI 2014]
"Orang gila. Orang gila."
"Orang gila."
Aku mendapat perlakuan buruk dari anak-anak lain yang kutemui.
"Aku bukan orang gila!"
"Hahaha. Ternyata dia bisa bicara."
"Anak-anak, hentikan! Jauhi dia. Dia bisa saja anak iblis."
"Apa?"
"Ayo kita pergi, teman-teman."
"Hey, kau, pergi sana atau aku laporkan kau ke polisi."
Aku ditendang-tendang supaya aku pergi.
***
[OKTOBER 2017]
"Ampun! Maafkan aku. Aku tidak akan mengganggumu lagi."
Aku melihat seseorang tengah diangkat badannya oleh sesosok manusia yang memiliki tangan monster. Dan belakangan ini aku mulai tahu, kalau orang-orang seperti itulah yang dimaksud oleh Ibu sebagai manusia setengah iblis. Atau sering disebut sebagai Hybrid.
"Aku ampuni kau kali ini, tapi lain waktu jangan harap nyawamu bisa selamat."
"Baik. Aku pergi saja kalau begitu."
Orang itu pergi terbirit-birit meninggalkan orang bertangan monster itu.
***
[MASA KINI]
"Entah kenapa, sejak saat itu aku jadi punya impian yang aneh."
"Apa?"
"Aku ingin jadi Hybrid. Agar orang-orang tidak ada yang berani menggangguku. Aku sudah lelah, jika harus lari dari orang-orang yang menggangguku itu. Aku ingin melawan mereka!"
Lucy menekan kepalaku dengan cukup kuat.
"Kau itu jadi manusia murni saja sudah menyebalkan. Apalagi manusia iblis."
"Lepaskan tanganmu dari kepalaku. Sakit, tahu."
"Manja sekali. Begitu saja sakit."
Aku memasang wajah sebal.
"Sudahlah, aku mau pergi kuliah. Jangan keluar sebelum aku pulang, dan..."
"Kunci pintunya."
"Pintar."
Lagi-lagi Lucy mengusap kepalaku dengan sedikit kasar.
***
"Aku, kan, sudah cerita soal masa laluku. Apa aku boleh tahu cerita masa lalumu?"
"Masa laluku hitam. Kau tidak akan bisa membayangkannya."
"Ayolah! Kumohon!"
"Tidak. Kali ini permohonanmu tidak akan aku penuhi."
Hmm... Kayaknya aku harus membujuknya berkali-kali, supaya dia mau cerita.
***
[LUCY]
"Lucy, apa kau mau bercerita soal masa lalumu?"
"Tidak."
Kenapa dengan wanita ini? Kenapa begitu penasaran dengan masa laluku.
***
Di saat makan pun dia mencoba membujukku.
"Pasti masa lalumu menarik."
"Tidak."
***
Saat menonton TV.
"Aku bosan dengan acara TV, aku ingin mendengar ceritamu saja."
"Tidak."
***
"Aku bilang, tidak."
***
"Kalau mimpimu?"
"Tidak."
***
"Sudah cukup! Jangan menggangguku terus!"
"Aku tidak akan berhenti sampai kau mau bercerita."
Wanita ini tersenyum, mencoba merayuku. Hhaaahh, menyebalkan.
"Baik, baik. Aku akan cerita."
"Yeeey!"
Dasar!
"Aku ditelantarkan oleh keluarga besar ibuku. Karena, Ayahku manusia iblis. Lalu, Ayahku itu dibunuh oleh mereka."
"Lalu, apa mimpimu?"
"Mimpiku, ingin hidup tenang tanpa gangguan darimu. Puas?!"
Wanita ini langsung terdiam.
***
Aku jadi memikirkannya terus. Sepertinya aku sudah keterlaluan padanya. Apa aku harus minta maaf? Sial! Kenapa aku jadi begini?
Hah, semoga saja dia tidak kabur dari apartemen.
"Tolong!"
Eh, ada yang meminta tolong? Tapi, suaranya begitu lemah.
"Tolong, aku!"
Aku berjalan mencari sumber suara.
"Tolong, aku."
"Kau kenapa?"
Orang ini tampak penuh luka dan keadaannya sangat parah.
"Aku disiksa oleh orang-orang yang kejam."
Dan ternyata dia manusia iblis. Apa yang harus kulakukan?
"Bunuh aku sekarang juga. Cepatlah!"
Apa?
"Sebelum mereka datang ke sini."
"Baiklah, akan kulakukan. Tapi, katakan dulu siapa mereka?"
"Mereka adalah pemburu iblis. Dan mereka berada di kota ini untuk memburu semua Hybrid yang berkeliaran."
Sial! Kenapa tiba-tiba seperti ini?
"Cepatlah, bunuh aku! Aku sudah tidak tahan lagi. Aaaaakkhhh, akh!"
Seketika darah muncrat mengenai baju dan wajahku, saat kuremas jantungnya sampai hancur.
***
[KOMANDAN PASUKAN PEMBURU IBLIS]
[KAPTEN RAFAEL]
"Kapten, sepertinya dia bunuh diri."
"Tidak. Dia tidak bunuh diri, melainkan dibunuh. Lihat saja jantungnya yang hancur itu. Kondisinya sudah terlalu lemah untuk menghancurkan jantungnya sendiri."
"Tapi, siapa yang berani melakukannya?"
"Yang pasti, dia bukan manusia biasa."