Jakarta, 19 Mei 2059
Namanya Sasha, anak perempuan kedua dari 3 bersaudara. Umurnya 19 tahun. Dia mempunyai kakak perempuan dengan nama Tasya, berumur 21 tahun. Sementara adik laki-lakinya, bernama Rasya, berumur 17 tahun.
Mereka tinggal di sebuah rumah peninggalan kedua orang tuanya. Rumah yang bisa dibilang cukup besar untuk mereka bertiga, dan berlantai dua. Selain itu, rumah mereka juga memiliki sistem penjagaan dan pengamanan canggih. Siapa saja yang masuk ke dalam rumah mereka tanpa ijin, akan langsung binasa tertembak laser panas dari arah yang tak terduga.
Kedua orang tua mereka Kris-sang ayah, dan Angel-sang ibu, sedang melaksanakan misi ke planet Mars sebagai anggota dari M-04 Projection yang dipimpin oleh NASA. Mereka dikirim oleh lembaga riset luar angkasa milik Indonesia, yang bernama NSRI (National Space Research Institute). Mereka adalah salah satu dari orang-orang pilihan Indonesia yang dikirim untuk membantu proyek tersebut.
Sasha keluar dari kamarnya di lantai dua, berjalan menuju tangga lalu menemui Rasya yang tengah berada di ruangan rahasianya. Ruangan rahasia yang menyimpan berbagai alat-alat berteknologi canggih. Dia bercita-cita ingin menjadi seperti ayah dan ibunya agar bisa ikut menjalani misi M-04 Projection di planet Mars.
Sasha sampai di depan pintu ruangan, lalu menempelkan ibu jarinya ke layar pintu berbahan dasar titanium. Otomatis pintu men-scan sidik jarinya lalu terbuka kesamping secara perlahan. Seketika, terlihatlah seluruh isi ruangan. Banyak sekali peralatan-peralatan canggih yang dikontrol dengan sistem robot. Sementara pusatnya ada pada diri Rasya yang berkuasa mengendalikan sepenuhnya.
Namun, sebelum ia bisa masuk ke dalam ruangan. Dia lebih dulu harus melewati sebuah alat scan mirip walkthrough metal detector, bedanya alat ini lebih canggih, bisa mendeteksi bahaya atau ancaman yang datang dari orang luar.
Sasha berjalan melewati alat scan, tiba-tiba lampu scan menyala hijau, menandakan kalau dia datang tak membawa bahaya.
Rasya menoleh diam ke arah Sasha yang berjalan mendekatinya. Kemudian kembali terfokus ke objek yang sedang ia kerjakan.
"Rasya, temenin gue dong." bujuk Sasha.
"Kemana?"
"Jalan-jalan keluar, gue bosen di rumah mulu." keluhnya sambil memainkan sebuah robot kecil di meja Rasya.
Rasya melirik ke arah robot itu, "Jangan dimainin robotnya. Bahaya." tegasnya.
Sasha malah tertawa mendengar perkataan Rasya, dia tidak peduli dengan peringatannya itu.
"Mana bisa robot sekecil ini nya-" Sasha terkejut saat tiba-tiba robot itu mengeluarkan listrik lalu menyetrum nya. Sontak, robot itu ia lempar kembali ke meja.
Rasya terkekeh, "udah gue bilang, bandel amat sih lu."
Sasha pun sebal. Dia lalu beralih melihat benda yang sedang diotak-atik oleh Rasya.
"Mau buat senjata lagi?"
"Eum... Iya." jawab Rasya singkat, tak peduli.
"Hadehh.... Sebenernya lu mau ngapain sih buat-buat senjata begituan? Lu masih percaya sama yang namanya alien di Mars? Udaahh... kan ayah bilang sendiri ke kita, kalau di Mars itu ga ada apa-apa. Ga ada penghuninya kok. Aman-aman aja."
Sayangnya, Rasya tetap tidak mempedulikan ocehan Sasha.
"Ya udah terserah lo, pokoknya temenin gue jalan-jalan. Gue juga sekalian mau belanja ke supermarket." Sasha menarik lengan Rasya menjauhi meja kerjanya.
"Oke-oke, gue temenin. Tapi tunggu dulu." Rasya menari lengannya dari Sasha lalu berjalan mendekati meja kerjanya kembali. Sesampainya di meja, dia menekan tombol merah yang menempel di tepi meja.
Meja seketika bereaksi, bergetar, lalu membelah menjadi empat bagian. Otomatis, semua barang-barang yang ada di atas meja masuk ke dalam lantai yang terbuka bersama dengan meja itu. Setelah semuanya masuk, lantai yang terbuka tadi pun menutup.
Sasha sedikit takjub melihat peristiwa barusan. "Buset, baru tau gue meja lo bisa begitu. Sejak kapan?"
"Sejak negara api menyerang." jawab Rasya asal. Sasha pun menjadi kesal.
Dia berjalan mendekati Sasha lalu pergi bersamanya.
"Kak Tasya mana? Kok ga ada di rumah?" tanya Rasya yang sedang membuka pintu garasi yang berbahan kaca anti pecah dengan ketebalan sekuat baja. Pintu itu ia buka dengan menggunakan sidik jari dan pengenalan wajah.
"Ga tau, lagi latihan mungkin. Gue cari di kamarnya juga ga ada."
Setelah pintu terbuka, mereka berdua segera masuk ke garasi. Mobil canggih merek Unicorn Rasya pilih. Tapi, saat mereka akan pergi keluar, tiba-tiba Tasya datang. Sontak, mereka tidak jadi pergi.
"Heh, gue ikut!" tegasnya.
Perlahan, kaca mobil terbuka. Tasya pun masuk ke dalam mobil lalu duduk di bagian belakang.
"Mau kemana kalian?" tanyanya.
"Jalan-jalan, kak." jawab Sasha yang menoleh ke arah Tasya. Bersamaan dengan itu, perlahan kaca mobil kembali tertutup. Dan mobil itu pun langsung melesat keluar dengan kecepatan tinggi.
*****
Selamat datang di masa depan.
Selamat datang di masa yang mana semua serba praktis dan modern. Peralatan, benda-benda, kendaraan, semuanya berteknologi canggih. Memudahkan setiap pekerjaan manusia.
Salah satunya adalah kendaraan. Mobil-mobil di masa ini tidak lagi menggunakan roda sebagai alat untuk berjalan. Sebagai pengganti, manusia memberinya dua buat jet, di bagian kanan dan kiri. Akibatnya, jalan raya tidak lagi berfungsi sebagai jalan kendaraan, melainkan digunakan oleh para pejalan kaki. Semua kendaraan di sini lebih banyak melaju di udara, hampir seperti pesawat. Hanya saja, jarak ketinggian mereka tak lebih dari lima meter.
Dengan dua buah jet yang terpasang, sebuah mobil dapat melaju dengan kecepatan maksimal 500 km/jam. Melesat cepat bak pesawat jet.
Soal keamanan, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Mobil ini dilengkapi dengan keamanan super canggih. Semua celah dari luar tertutup rapat saat mobil melaju. Dan saat mobil sudah berhenti atau sampai tujuan, barulah kaca pelindung—super kuat, akan terbuka.
Untuk sepeda motor juga dilengkapi dengan sebuah jet dibelakangnya, sebagai pengganti dari knalpot. Bedanya motor dengan mobil disini adalah, motor memiliki dua mode di dalamnya. Mode standar dan mode cepat.
Mode standar; menggunakan roda sebagai alat berjalan. Memiliki kecepatan maksimal 200 km/jam.
Mode cepat; menggunakan jet sebagai alat lajunya. Hampir mirip seperti mobil—dengan kondisi yang tertutup rapat oleh kaca, namun yang membedakan disini adalah ukurannya. Ukuran motor lebih kecil dan ramping dari mobil. Memiliki kecepatan maksimal 350 km/jam.
"Kemarin gue dapet info dari NSRI soal proyek mereka bareng NASA di Mars. Katanya sepuluh tahun lagi bakalan selesai." ucap Sasha ditengah-tengah perjalanan mengelilingi kota Jakarta.
"Serius?" sahut Rasya kaget. Begitu juga dengan Tasya.
Sasha hanya mengangguk dan tersenyum.
"Wahh... Seneng banget. Akhirnya Ayah sama Ibu bisa pulang setelah sepuluh tahun mereka pergi." lanjut Rasya.
"Iya, gue juga seneng. Tapi..." Tasya ragu.
"Eh! Awas!" tegurnya saat mobil mereka hampir menabrak gedung tinggi. Dengan cepat, Rasya membelokkan arah mobilnya ke kanan.
Sasha menoleh ke belakang, "tapi apa?"
"Apa bener ayah sama ibu bakal pulang? Setahu gue, orang-orang yang udah ikut masuk kedalam proyek itu, ga bakalan bisa balik lagi ke Bumi."
Sasha dan Rasya terkejut. "Maksud Lo apaan?"
Tasya menghela napas panjang. "Yahh, semoga aja mereka bisa balik.
Tapi kalau tetep ga bisa, mau ga mau kita yang harus nyusul mereka."
Mereka semakin bingung tak mengerti. Belum sempat bertanya lagi, Tasya sudah menjelaskannya.
"Jadi ceritanya gini.
Waktu itu, ayah sama ibu belum berangkat ke Mars. Gue ga sengaja ngeliat map yang mereka taruh di atas meja ruang keluarga. Map itu besar dan warnanya merah. Di bagian depan, ada tulisan NASA-nya.
Trus, gue penasaran dan akhirnya ngebuka tuh map. Gue liat isinya. Ternyata isinya itu surat persetujuan dari NASA buat ayah sama ibu. Mereka ingin memastikan kalau ayah sama ibu itu bener-bener rela ikut ke dalam proyek M-04.
Soalnya, gue liat di sana ada beberapa hal yang harus mereka lakuin sebagai konsekuensinya. Salah satu yang bikin gue kaget itu masalah tentang kepulangan mereka nanti. Kata NASA, orang-orang yang sudah diberangkatkan ke Mars tidak akan bisa kembali lagi ke Bumi."
Kening Sasha berkerut. "Kenapa? Kok ga boleh pulang?"
Tasya hanya mengangkat kedua bahunya. "Entah. Gue juga ga tau."
"Sial, kok gue ga tau ya soal itu." ketus Sasha.
*****