Waktu untuk berangkat ke acara perkemahan semakin dekat. Aku sudah mempersiapkan diri untuk pergi kesana. Hanya tinggal satu hal saja yang mengganjal. Aku merasa perlu membawa alat untuk membela diri. Apa yang bisa kugunakan untuk membela diriku di bawah air jika seandainya ada hewan air jahat yang menyerangku?
Harpon atau jenis tombak ikan nampak sesuai. Sayangnya aku hanya tahu cara memakai tombak ikan saja karena kakek sangat suka memancing. Beliau pernah mengajarkanku cara memancing tradisional suku pedalaman. Walaupun begitu, tetap saja tidak mungkin aku bisa membawa tombak ikan kakek ke area perkemahan.
Akhirnya aku memberanikan diri meminjam belati milik kakek dengan alasan kebutuhan perkemahan. Demi keamanan kakek hanya meminjamiku pisau saku kecil yang cukup untuk memotong tali tambang atau ranting pohon saja. Aku tidak berani meminta hal lain lagi. Kupikir aku masih bisa membuat ranting tajam yang diasah dengan ini untuk berjaga-jaga.
Hari dimana aku dan teman-teman sekelasku berangkat ke area perkemahan pun tiba. Perjalanan ditempuh dengan mobil sewaan selama enam jam. Kami berangkat sebelum matahari terbit dan tiba di lokasi lewat tengah hari. Perjalanan kami terhitung lancar. Kami menghabiskan waktu dengan bercanda gurau dan menyanyi, hingga tak terasa sudah sampai di tempat tujuan.
Aku bersyukur sebagai manusia karena bisa mendapat kemudahan menggunakan kendaraan untuk berpergian. Sulit kubayangkan bagaimana Kimi harus berenang memutar melewati sungai, danau, dan lorong-lorong di bawah air untuk sampai kesini. Belum lagi kawanan mereka harus menghindari manusia dan hewan-hewan lain yang berbahaya. Semoga Kimi sampai disini dengan selamat.
Sambil beristirahat, aku duduk-duduk memperhatikan sekitar. Selain Danau Superior yang besar di belakang kami, ada beberapa danau kecil lain disini. Di depan tempat kami akan memasang tenda ada Danau Fanny Hooe yang dikelilingi resort dan penginapan lainnya. Di sisi lain ada juga Danau Lumpur yang tersambung ke Danay Fanny Hooe, serta Danau Lily yang tersambung dengan Danau Superior. Apakah di danau-danau kecil ini dihuni hewan istimewa? Aku penasaran.
Setelah beristirahat sebentar, kegiatan perkemahan dimulai. Ketua kelas mengumpulkan anak-anak di depan kabin. Beberapa guru memberikan sambutan dan instruksi. Acara penyambutan dan pembukaan berlangsung sampai sore, dilanjutkan dengan pendirian tenda-tenda. Aku satu tenda dengan Emma dan beberapa teman perempuan lainnya. Kegiatan kami di hari ini cukup banyak sampai malam pun tiba.
Dekat api unggun, kami berbagi cerita. Ada sebuah legenda tentang Danau Fanny Hooe di depan kami. Nama itu berasal dari seorang wanita bernama yang sama. Wanita itu menghilang misterius disini. Ada yang bilang dia tenggelam, ada yang bilang dia tersesat di hutan sekitar, ada yang bilang dia dimangsa beruang. Emma yang tidak takut dengan hal-hal seperti itu langsung membantah usaha para anak lelaki untuk menakut-nakuti kami. Menurut buku yang dibacanya, Fanny Hooe tidak meninggal atau menghilang misterius, tetapi sengaja pergi untuk menyembunyikan diri karena masalah yang dihadapinya saat itu. Para anak laki-laki kecewa dan mencari cerita-cerita lain untuk menakuti kami. Beberapa guru datang dan menyuruh kami untuk segera tidur.
Dalam tidurku lagi-lagi aku bertemu dengan anak gadis itu. Kali ini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Seorang anak gadis yang manis, mungkin usianya sekitar 10 tahun. Kulitnya putih kemerahan, rambutnya berwarna coklat muda, dengan mata hijau yang cantik seperti berlian. Di dalam gelembung dia meminta tolong. Kali ini suaranya terdengar jelas. Suasana di sekitar pun sudah tidak gelap gulita lagi. Ada banyak tumbuh-tumbuhan air memancarkan cahaya yang cukup untuk membuatku tahu bahwa tempat itu adalah goa bawah air yang sangat besar.
"Kak, tolong aku! Keluarkan aku dari danau ini sebelum bulan purnama datang! Orang itu berniat jahat ingin membuka gerbang ke dimensi lain. Dia ingin mencelakakan manusia! Para penghuni air akan dimanfaatkannya. Jangan sampai hal itu terjadi!"
"Apa yang harus kulakukan untuk menolongmu? Bagaimana cara mengeluarkanmu dari benda ini?"
"Namaku Elizabeth. Kakak tidak perlu menghancurkan gelembung ini sekarang. Cukup segera membawaku ke daratan dan keluar dari goa ini saja, selanjutnya tolong hubungi ibuku!"
"Bagaimana cara menghubungi ibumu?"
"Ibuku ada d GiO Academy, beritahu soal aku. Mereka pasti akan mengirim orang untuk datang kesini. Kumohon segera hubungi ibuku dan bawa aku keluar dari sini kak!"
"Iya! Baiklah, aku akan membantumu!"
"Ah! Para makhluk laut itu datang lagi!"
Di belakangku, kembali bermunculan hewan-hewan air menyeramkan. Aku ingat salah satu diantaranya adalah hewan yang pernah kutemui di danau belakang rumahku. Seekor hewan berleher panjang seperti hewan purba Plesiosaurus. Di sekelilingku ada hewan-hewan air lain yang tampak seperti hewan purba lainnya. Mereka semua menatap tajam ke arah kami. Salah satu diantaranya berenang mendekatiku dengan cepat dan hampir menerkamku. Tiba-tiba kudengar suara seseorang yang kukenal memanggilku, membangunkanku dari mimpi.
"Dee!"
"Hah!?"
"Dee, kamu tidak apa-apa? Apa kamu bermimpi buruk?"
"Uh... Iya, Emma..."
"Ini minumlah, aku melihatmu mengigau dan seperti ketakutan. Lihatlah bajumu sampai basah oleh keringat"
"Oh... iya... terimakasih Emma. Sekarang jam berapa ya?"
"Ini masih jam 3 dini hari, sebaiknya ganti dulu bajumu sebelum tidur lagi. Bisa-bisa nanti kamu masuk angin kalau tidur dengan baju basah begitu"
"Iya, baiklah"
Aku bersyukur memiliki teman yang baik seperti Emma. Selain cerdas, Emma dikenal di sekolah sebagai anak yang baik dan perhatian dengan anak-anak lain. Sifatnya yang penuh kasih dan mudah bergaul dengan siapa saja itu membuatnya banyak disukai oleh orang-orang di sekolah. Akupun sudah berteman dengannya sejak sekolah dasar dan kami cukup akrab di sekolah.
Setelah mengganti bajuku, aku pun berbaring untuk tidur lagi. Aku mengingat mimpiku tentang anak bernama Elizabeth. Terasa begitu nyata seperti bukan mimpi biasa. Aku yakin mimpi itu adalah sebuah pesan darinya. Aku akan mencoba mencari tahu soal GiO Academy dan menghubungi ibunya. Perlahan mataku mulai berat. Sebelum terlelap, aku kembali teringat dengan temanku yang lain, Kimi. Apakah dia sudah sampai di danau ini?
Saat matahari terbit, berbagai kegiatan perkemahan dimulai. Aku mencuri waktu untuk mencari tahu tentang GiO Academy. Beruntung di area perkemahan ini tersedia akses internet yang memadai sehingga aku bisa mengumpulkan informasi. GiO Academy adalah sebuah sekolah elit yang terletak di daerah kepulauan kecil di Oceania. Tidak banyak informasi yang didapat selain sekolah tersebut hanya menerima murid dari kalangan tertentu saja dan fokus pada pengembangan diri. Walaupun terkesan terpencil, sekolah itu memiliki fasilitas yang lengkap dan berteknologi tinggi. Aku tidak habis pikir, orang macam apa yang membangun sekolah di tempat seperti itu. Pemikiran orang kaya kadang sulit dimengerti.
Kontak sekolah tersebut berhasil kudapatkan. Beberapa kali kucoba hubungi, sambungan telepon selalu masuk ke panggilan mesin otomatis. Sulit untuk bisa langsung menghubungi operator karena jaringannya penuh dan harus menunggu lama. Kucoba mengirim email, berharap bisa mendapat balasan dari mereka.
"Hey, Dee! Kamu sedang apa?"
"Oh Emma, aku sedang browsing saja"
"Jauh-jauh kemari, kamu malah browsing... Ayo ikut aku! Ada jam bebas sampai siang nanti, kita bisa mencoba beberapa atraksi dan kegiatan di sekitar sini!"
Emma menarikku pergi, kami bergabung dengan para guru dan anak-anak lain. Beberapa anak laki-laki ada yang ingin mencoba Canoe dan berenang, namun dilarang oleh para guru. Beberapa waktu lalu terjadi kecelakaan perahu Canoe di danau yang menewaskan hampir satu keluarga. Berenang pun tidak diperbolehkan di danau ini karena termasuk danau yang berbahaya dan sangat dalam. Titik terdalamnya bahkan bisa mencapai 400 meter.
Bulu kudukku merinding mendengar angka kedalaman danau ini. Empat ratus meter adalah dua puluh kali kedalaman yang pernah kuselami. Tidak terbayang sedingin dan segelap apa dasar danau ini. Walaupun aku bisa bernafas dan berenang bebas di dalam air, tapi aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya turun ke dasar danau paling dalam.
Akhirnya sebagian anak-anak yang penasaran ingin berperahu dan berenang pindah ke Danau Fanny Hooe. Titik terdalam danau ini hanya 12 meter, dan terdapat pantai khusus untuk berenang yang relatif aman. Walaupun begitu anak-anak tetap diminta untuk waspada dan berhati-hati. Para guru pun turut mengawasi. Sebagian anak yang lain pergi berjalan-jalan ke taman dan museum di sekitar area perkemahan.
"Dee! Temani aku ke pelabuhan yuk! Ada barang yang ingin kubeli"
"Boleh! Aku juga ingin membeli beberapa souvenir"
Emma mengajaku ke pelabuhan, disana banyak terdapat restaurant dan toko souvenir. Jarak tempuhnya hanya sekitar 15 menit berjalan kaki dari area perkemahan. Aku membeli beberapa souvenir untuk kakek, nenek, dan orang tuaku. Kami juga mencicipi beberapa makanan khas tempat ini. Sore hari kami pulang kembali ke perkemahan. Setelah menyimpan belanjaan dan beberapa barangku, aku memisahkan diri untuk melihat Danau Superior. Dengan membawa beberapa remah kue dan roti, aku berniat memanggil Kimi.
Dari balik hutan kota, aku melihat tiga anak laki-laki diam-diam pergi ke danau besar itu membawa perahu kecil. Mereka mencari tempat sepi, menaiki perahu menjauhi daratan sambil mengangkat kamera handphone. Anak-anak nakal itu mungkin sedang merekam video untuk mencari sensasi agar terkenal. Aku khawatir terjadi apa-apa dengan mereka. Larangan berperahu kecil disini sudah pasti bukan tanpa alasan, apalagi belum lama ini terjadi kecelakaan.
Benar saja, terjadi sesuatu dengan mereka. Salah satu anak kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke air.
"Hahahaha! Dasar bodoh! Hey lihat, dia terjatuh ke air!"
"Aku tenggelam! Aku tenggelam! Hahaha!"
Mereka tertawa dan bercanda sambil terus merekam. Tidak jauh dari tempat anak-anak itu, muncul melihat riak air yang tidak normal dan bayangan gelap besar. Mereka sepertinya tidak sadar karena sibuk merekam dan bercanda. Aku berteriak memanggil mereka.
"Oh sial! Ada yang melihat kita!"
"Ayo kembali cepat! Jangan sampai anak itu melaporkan kita pada guru!"
"Biarkan saja anak itu, nanti kita datangi dia supaya tidak melapor! Hahaha!"
Mereka memberi isyarat mengejekku dan mengabaikanku. Aku berputar untuk mencari tempat sepi dan tterjun ke dalam air. Aku berenang menuju lokasi anak-anak nakal itu untuk memastikan ada apa di bawah riak air yang aneh disana. Apa mungkin itu Kimi dan kawanannya? Atau makhluk lain yang belum kuketahui?
Air di danau ini sangat jernih, dasar danau bisa terlihat dengan jelas. Ilusi pada air danau ini seolah dasar danau yang terlihat itu dangkal, padahal tidak. Perahu anak-anak nakal itu hanya berjarak beberapa meter dari tepian namun kedalaman danau sudah lebih dari dua kali tinggi orang dewasa. Bayangan hitam itu semakin dekat, aku bisa melihat jelas bentuk hewan air besar itu. Hewan yang sama yang kulihat di belakang rumahku beberapa waktu lalu.
"Si Leher Panjang!"
Suaraku mengalihkan perhatiannya dari perahu anak-anak nakal. Hewan itu berbelok ke arahku dan mengejarku. Aku berusaha berenang menjauh secepat mungkin. Rahang hewan itu hampir saja menangkap kakiku, sampai ada segerombolan ikan besar berenang cepat menabraknya. Dinosaurus air itu pun pergi menjauh. Ada yang kukenal dari segerombolan ikan besar yang menolongku.
"Kimi!"
"Dee! Ayo ikut kami kesini!"
"Tapi anak-anak itu bagaimana?"
"Biar kami yang urus!"
Aku berenang mengikuti Kimi dan beberapa teman-temannya. Dua ekor ikan besar teman Kimi yang lain menabrak perahu anak-anak nakal dan membuat mereka semua terjatuh ke air. Sempat kulihat mereka menakut-nakuti anak-anak itu. Akhirnya anak-anak itu ketakutan dan berenang ke tepian, keluar dari air. Kedua ikan besar itupun kembali menyusul kami.
Kami pergi ke sisi lain danau, menjauhi keramaian manusia. Kimi dan kawanannya membawaku ke sebuah goa bawah laut tersembunyi. Mulut goa itu tidak terlalu besar, hanya muat seukuran kami yang bereneang satu per satu. Di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang cukup luas dan tersambung ke goa di pinggir tebing di samping danau. Kami berkumpul di sana. Aku duduk di bebatuan dikelilingi Kimi dan enam ekor ikan lainnya.
"Dee! Apa yang kamu lakukan disini!? Aku sudah memberitahumu kan akan ada banyak penghuni air seperti kami yang berkumpul disini sampai bulan purnama nanti! Banyak diantaranya tidak menyukai manusia!"
"Kimi... Aku dan teman-teman sekelasku mengadakan acara perkemahan di dekat sini. Ada anak-anak nakal yang nekat bermain perahu di tempat terlarang, aku menolong mereka dan makhluk itu muncul... Maaf..."
"Sekarang sebaiknya kamu segera kembali ke perkemahan. Gurumu dan teman-temanmu yang lain pasti sedang mencarimu"
"Tidak, masih ada yang harus kulakukan disini. Apa kamu tahu gadis bernama Elizabeth? Dia muncul terus di dalam mimpiku. Katanya dia ditangkap dan disekap di danau ini. Dia memintaku untuk menolongnya sebelum bulan purnama tiba"
"Gadis manusia? Disekap di danau ini?"
"Iya, aku khawatir ada manusia lain sepertiku yang terlibat..."
Teman-teman sekawanan Kimi yang sedari tadi diam, mulai angkat bicara satu per satu.
"Setahu kami tidak ada manusia yang diundang ke perkumpulan ini"
"Iya, hanya para penghuni air saja yang diundang!"
"Apa kalian tahu, maksud dan tujuan diadakannya perkumpulan ini?"
Satu pertanyaan kulontarkan dan semua terdiam. Para ikan istimewa itu saling tatap. Satu diantara mereka akhirnya menjawab.
"Kami tidak tahu... Kami diancam agar berkumpul disini. Kami dengar semua hewan air dari kawasan danau dam sungai utara akan berkumpul untuk membicarakan hal penting. Katanya ini berkaitan dengan masa depan kami. Mengenai manusia sepertimu yang ditangkap oleh mereka, kami tidak tahu..."
"Dee, apa kamu mempercayai anak yang ada di mimpimu itu?", Kimi mengambil alih pembicaraan.
"Iya, aku yakin sekali mimpi ini adalah pesan! Bukan sekedar mimpi biasa. Aku sampai datang kesini hanya untuk memastikan dua hal. Kalian pulang dengan selamat, dan anak yang terus muncul di mimpiku itu bisa ditolong"
"Bagaimana caramu mencarinya di danau yang luas dan dalam ini? Bahkan kami para ikan permukaan tidak bisa menyelam sampai dasar. Danau ini memiliki titik terdalam yang tidak mungkin diselami oleh kami, apalagi olehmu Dee! Belum lagi ada banyak makluk berbahaya yang menunggu di dalam sana..."
"Aku akan mencari cara! Elizabeth bilangbercerita kalau undangan ini adalah usaha seseorang yang jahat untuk mengumpulkan dan mempengaruhi kalian semua. Orang itu ingin membuka gerbang ke dunia lain dan mencelakakan manusia. Jika sampai hal itu terjadi maka dunia manusia dan kita para penghuninya akan terancam!"
"Membuka gerbang ke dunia lain? Bagaimana mungkin!?"
"Aku... Aku pernah mendengar soal itu... Boleh aku bercerita?", salah satu ikan istimewa yang terlihat paling tua disbanding yang lain maju. Ia mendekatiku.
"Sewaktu kecil, kakekku bercerita tentang Para Penjaga bumi ini. Wujud mereka bermacam-macam, umur mereka sangat panjang, dan mereka sangat kuat. Salah satunya ada yang bertugas menjaga sungai, danau, dan lautan bernama Livyatan."
"Livyatan? Apa maksudmu Leviathan yang ada di cerita-cerita mitologi?"
"Kami tidak tahu tentang cerita-cerita yang disebarkan oleh para manusia. Bagi manusia kadang mereka dianggap monster atau setan, tetapi bagi kami mereka adalah pahlawa. Tugas utama mereka adalah menjaga keseimbangan dan menjaga kami dari makhluk dimensi lain. Makluk-makluk itu berbahaya karena dapat menghancurkan bumi."
Para kawanan ikan itu riuh, mereka mulai khawatir dengan kemungkinan dibukanya gerbang ke dimensi lain. Mereka mulai bertanya-tanya maksud dari dikumpulkannya mereka di danau ini.
"Ssst... Biarkan beliau melanjutkan ceritanya!", Kimi berusaha membuat diam teman-temannya.
"Ada beberapa gerbang besar yang tersambung ke dimensi lain di bumi ini, di Kutub Utara, Kutub Selatan, di Samudra Atlantik, dan di Samudra Pasifik. Semua gerbang itu dijaga oleh Para Penjaga dan pasukannya. Makluk-makhluk ini terus berusaha untuk membuka gerbang-gerbang baru di tempat lain."
"Mungkin apa yang dikatakan manusia temanmu ini benar, Kimi. Bisa saja ada orang jahat yang ingin membuka gerbang baru disini!"
"Iya, benar!"
Para ikan kembali riuh, sekali lagi Kimi berusaha membuat mereka tenang dan meminta tetua ikan melanjutkan ceritanya.
"Bagaimana dengan Para Penjaga?"
"Para Penjaga bekerja sama dengan sekelompok makhluk yang disebut Para Pemburu untuk melawan makhluk dari dimensi lain. Para Pemburu ini tersebar dimana-mana, wujudnya bisa berupa apa saja bahkan berwujud manusia. Tugas mereka adalah untuk memburu makhluk dari dimensi lain. Sayangnya aku tidak tahu bagaimana cara memanggil Para Pemburu ataupun Para Penjaga. Jika orang jahat itu berhasil membuka gerbang ke dimensi lain, kita semua akan musnah... Kita yang tidak memiliki kekuatan untuk bertarung ini tidak bisa apa-apa..."
"Apa!? Lalu kami harus bagaimana!?"
"Bagaimana cara kita mencari Para Penjaga atau Para Pemburu?"
Para ikan kembali riuh saling mengajukan pertanyaan. Suasana menjadi gaduh dengan diskusi mereka masing-masing. Aku diam untuk berfikir. Kurasa tidak mungkin untuk meminta bantuan pada manusia biasa, mereka tidak akan menanggapiku dan akan menganggapku gila. Aku teringat dengan permintaan Elizabeth untuk menghubungi ibunya. Apakah mungkin beliau adalah salah satu dari Para Pemburu atau Para Penjaga? Aku meninggalkan ponselku di tenda. Aku harus kembali ke perkemahan untuk melihat balasan pesan yang ku kirim.
"Kimi, teman-teman, sepertinya aku harus kembali ke daratan. Gadis dalam mimpiku memberi petunjuk untuk menghubungi seseorang. Mungkin orang itu salah satu dari Para Pemburu atau Para Penjaga"
"Mari kuantar ke atas Dee!"
Kimi berenang ke permukaan, aku mengikutinya dari belakang. Keluar dari perairan, aku muncul di sebuah goa di sisi lain tebing. Namun suasana di atas ternyata di luar dugaan. Langit menghitam, turun hujan deras disertai angin kencang dan petir. Padahal beberapa waktu tadi langit masih cerah. Sebelumnya, tidak ada informasi ataupun peringatan akan ada badai hari ini. Tidak memungkinkan bagiku untuk pergi ke perkemahan dari sini.
"Eh? Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba cuaca berubah?"
"Dee sebaiknya kita kembali ke bawah! Kita tidak tahu apa yang sedang terjadi di tempat ini sekarang! Bisa jadi ini hasil perbuatan makhluk dari dimensi lain..."
"Tapi aku harus kembali! Aku akan memutar kembali ke tempat awal tadi..."
"Jangan! Kita tidak tahu makluk leher panjang tadi kembali kesana atau sudah pergi. Lebih baik menunggu badai reda!"
"Tapi aku harus memastikan jawaban dari orang yang kuhubungi! Bisa jadi dia adalah salah satu dari Para Pemburu yang dapat menolong kita!"
"...Para Pemburu katamu?", sebuah suara asing terdengar menggema dari sisi gelap goa itu. Kami mencari-cari sumber suara. Sesosok makhluk muncul dari sudut goa itu. Seekor hewan air dengan leher yang sangat panjang, hampir sama dengan hewan yang menyerangku sebelumnya namun dengan leher yang jauh lebih panjang dan tubuh yang lebih besar. Hewan itu berjalan dengan dua pasang sirip besarnya menuju peraian tempat kami berenang.
"Ah! Leher panjang!", Kimi menarik bajuku untuk kembali ke dalam air, aku menahannya. Kulihat hewan ini tidak berniat untuk menyerang kami.
"Leher panjang? Oh? Kalian bertemu dengan bangsaku ya? Sepertinya pertemuan kalian tidak berlangsung baik"
"Kamu... Apa yang kamu ketahui tentang Para Pemburu? Apa kamu datang untuk berkumpul dengan yang lainnya malam bulan purnama nanti?"
"Hai anak manusia, kulihat kamu punya kemampuan khusus. Sejauh mana kamu tahu soal Para Pemburu dan pertemuan ini?"
"Namaku Dirachel. Ya! Aku bisa bernafas di dalam air dan berkomunikasi dengan kalian. Aku sedang berusaha mencari cara untuk menghubungi Para Pemburu atau Para Penjaga! Dunia kita sedang dalam bahaya! Ada orang jahat yang ingin membuka gerbang ke dimensi lain disini, pada malam bulan purnama nanti. Kami harus mencegahnya!"
"Rupanya kamu sudah tahu soal itu ya...", makhluk itu diam sebentar sebelum melanjutkan pembicaraannya.
"Baiklah. Perkenalkan namaku Elathia, kalian bangsa manusia menyebutku Ziracuny, Dinosaurus, atau Elasmosaurus. Aku adalah penghuni danau ini sejak jaman dahulu. Yang Mulia Livyatan, atau yang kalian kenal dengan Water Spirit, The Great Water Serpent, atau Dewa Air, memberikan tugas padaku untuk menjaga tempat ini"
"Oh! Jadi kamu salah satu dari Para Penjaga?"
"Sayangnya aku sudah berhenti sejak lama, aku sudah terlalu tua untuk itu. Tugas itu sudah kuserahkan pada anakku... tapi..."
"Oh! Syukurlah! Dimana anakmu sekarang?"
"Dia sudah tiada... Salah satu dari bangsa kami yang berkhianat telah membunuhnya beberapa waktu lalu..."
"Uh... Maaf... Kami turut berduka cita..."
"Tidak apa... Mungkin aku memang harus turun tangan lagi untuk meneruskan tugas ini"
"Apa kita tidak memanggil bantuan? Aku mendapat petunjuk di mimpiku dari anak bernama Elizabeth untuk menghubungi ibunya. Apa kamu tahu siapa anak itu?"
"Nona Elizabeth! Apa yang dikatakannya?"
"Dia memintaku untuk menghubungi ibunya di GiO Academy. Dia disekap di suatu tempat di goa bawah air danau ini dan meminta tolongku untuk menemukannya"
"Apa!? Nona Elizabeth disekap di sini!? Kita harus mencarinya!"
"Apa kamu kenal dengan Elizabeth?"
"Tentu saja! Nona Elizabeth adalah orang penting! Akan kuceritakan nanti setelah kita berhasil menyelamatkannya"
"Baiklah! Aku ikut!"
Elathia menyeret tubuhnya yang besar masuk ke dalam goa. Aku naik ke daratan untuk mengikutinya, sayangnya Kimi tidak bisa mengikuti kami.
"Dee! Apa kamu mempercayainya!? Bagaimana kalau dia sama seperti Si Leher Panjang yang lain?"
"Tenanglah Kimi, aku percaya kalau Elathia tidak jahat. Berbeda dengan Si Leher Panjang tadi."
"Tapi Dee!"
"Kimi, percayalah padaku! Tolong beritahu semua temanmu agar tidak ikut berkumpul bulan purnama nanti. Carilah tempat yang aman untuk berlindung. Hindari hewan air lain yang jahat. Aku akan mencari Elizabeth bersama Elathia!"
"Baiklah Dee, jika itu keputusanmu... Aku akan menyusulmu nanti, berhati-hatilah!"
"Iya! Terimakasih, Kimi!", Kimi pun masuk ke dalam air.
Aku berjalan masuk lebih dalam ke goa itu. Semakin lama volume air semakin bertambah. Aku berpegangan pada dinding goa, kakiku meraba jalan yang akan kulalui. Gelapnya goa itu menyulitkanku untuk berjalan. Sayang kemampuan melihat di dalam gelapku hanya berlaku di bawah air, di atas air aku hanyalah manusia biasa.
Sedikit cahaya redup dan aliran air hujan masuk dari celah di langit-langit goa. Elathia menunjukkan kolam air besar di dalam sebuah ruangan goa yang tinggi dan luas. Kolam air yang terhubung ke danau itu terlihat sangat dalam, berbeda dengan kolam sebelumnya. Dia masuk ke air dan menungguku.
"Naiklah ke punggungku"
"Baik!"
Aku naik ke atas punggungnya dan berpegangan pada lehernya. Elathia menenggelamkan diri dan mulai menyelam melewati lorong-lorong besar di bawah air. Lorong-lorong itu semakin dalam dan semakin turun jauh ke ke bawah. Setelah beberapa menit, kami keluar dari lorong itu menuju danau. Kedalaman danau itu sangat luas dan gelap.
Walaupun aku bisa bernafas di dalam air, tapi bisa kurasakan tekanan air disini. Tubuhku terasa berat, jarak pandangku pun berkurang. Aku tidak bisa melihat secara jelas di sekitarku. Kupingku pun berdengung, aku tidak bisa mendengar dengan jelas.
"Kau tidak apa-apa?"
"Um... sepertinya kemampuanku sedikit berkurang disini..."
"Mau dilanjutkan? Apa sebaiknya kubawa ke atas?"
"Tidak usah, aku tidak apa-apa. Hanya perlu sedikit menyesuaikan diri dengan keadaan disini saja. Dulu waktu aku pertama kali menyelam ke kedalaman yang berbeda pun begini. Bisa tolong beri aku waktu sebentar?"
"Baiklah. Aku juga akan memanggil ikan-ikan di sekitar sini untuk membantu kita mencari Nona Elizabeth"
Elathia mengeluarkan suara panggilan yang merdu, lebih seperti suara nyanyian. Satu per satu ikan dan hewan air yang sanggup menyelam ke tempat kami terkumpul. Elathia mengeluarkan suara lain, aku tidak bisa mengerti apa yang dikatakannya. Mungkin itu caranya berkomunikasi dengan hewan air lain. Setelah beberapa saat dia bersuara, para hewan yang berkumpul di sekitar kami mulai pergi. Mereka menyebar ke segala penjuru. Beberapa diantaranya ada yang mengikuti kami.
"Dirachel, apa kamu masih ingat tempat seperti apa di dalam mimpimu saat bertemu dengan Nona Elizabeth?"
"Umm... Elizabeth terjebak di dalam gelembung udara besar yang tidak bisa dipecahkan. Di sekitarnya seperti goa bawah air yang luas dan tinggi, diterangi tanaman-tanaman air yang bersinar..."
"Goa besar dengan tanaman air bersinar? Tidak ada tempat seperti itu di danau ini... Apa kamu yakin?"
"Iya! Aku sangat yakin!"
"Hmm... Mungkinkah di tempat itu..."
Elathia diam sebentar, dia lalu mengeluarkan suara merdunya lagi. Beberapa ikan kecil yang mengikuti kami pergi. Mungkin Elathia memberikan suatu perintah kepada mereka.
"Ada satu tempat yang kucurigai, lokasinya cukup jauh darisini. Kita masih harus berenang dan menyelam lebih dalam lagi. Apa kamu sanggup?"
"Aku... akan berusaha!"
"Baik, jika kamu merasa tidak kuat atau perlu beristirahat beritahu saja aku"
"Iya!"
"Berpeganglah erat-erat"
Kami kembali menyelam, semakin lama Elathia berenang semakin cepat dan semakin dalam. Aku memejamkan mata sambil memeluk erat Elathia, dapat kurasakan aliran air yang menyentuh tubuhku. Sesekali kubuka mataku, yang ada di sekitar hanya kegelapan. Kemampuanku berkurang di kedalaman danau yang asing ini. Semakin jauh, tubuhku terasa semakin berat.
Apakah kemampuanku akan hilang? Apakah aku akan mati disini? Muncul rasa takut yang sudah lama tidak kurasakan. Takut akan kedalaman air yang tidak terbatas, takut kegelapan di bawah air, takut tidak bisa bernafas di dalam air dengan bebas.
Aku teringat masa kecilku, saat pertama kali aku sadar dengan kemampuanku. Umurku masih lima tahun. Kedua orang tuaku membawaku ke Laut Karibia untuk berlibur. Ketika orang tuaku dan teman-temannya sedang menyelam untuk melihat batu karang, aku bermain di sisi lain perahu yang kami naiki. Kecerobohanku membuatku jatuh ke air. Aku panik dan berusaha berenang ke atas. Kedalaman laut yang tidak sampai sepuluh meter itu terasa begitu dalam bagiku yang masih kecil.
Saat itu aku merasa takut tenggelam dan takut kehabisan nafas. Aku takut mati. Barulah kusadari sebuah keajaiban yang merubah hidupku. Saat aku menyerah dan memejamkan mata, aku mulai bernafas di dalam air. Aku terkejut, kubuka mataku, dan kucoba untuk menarik nafas seperti biasa. Seorang penyelam melihatku dan membawaku ke atas.
"Dee! Dee! Kamu tidak apa-apa nak!?"
"Um... Aku tidak apa-apa"
Masih teringat jelas suara orang-orang yang panik melihatku. Mereka kembali tenang setelah aku menjawab dengan biasa dan terlihat baik-baik saja. Namun sejak saat itu kedua orang tuaku tidak pernah mau membawaku pergi lagi. Bahkan mereka menjauhkanku dari laut. Mereka pikir aku trauma dengan kejadian itu. Padahal aku sangat ingin kembali lagi ke laut. Aku ingin menyelam dan menjelajah lautan dengan kemampuanku yang sekarang.
"Dirachel? Dirachel! Apa kamu baik-baik saja?"
"Hah? Ah! Iya, aku baik-baik saja!"
Suara Elathia menyadarkanku dari lamunan tentang ingatan masa kecilku.
"Kita sudah sampai"
"Oh?"
Kami berhenti di dasar danau dengan hamparan pasir yang luas. Terdapat tulang belulang hewan besar yang panjang terpendam di pasir dengan beberapa bagian yang mencuat ke luar. Tulang belulang itu mengeluarkan cahaya yang cukup terang untuk menerangi dasar danau yang gelap. Di dekat tengkorak kerangka itu terdapat sebuah lubang besar seperti pintu masuk ke goa bawah tanah. Elathia membawaku ke dasar, aku turun dari punggungnya. Butiran pasir yang lembut terasa di kakiku.
"Tempat apakah ini Elathia?"
"Ini adalah makam temanku, "
"Makam temanmu?"
"Dahulu penjaga danau ini adalah aku dan temanku. Aku bertugas menjaga bagian dalam danau, dia bertugas menjaga permukaan dan daratan di sekitar danau ini. Kami berdua ditugaskan langsung oleh Yang Mulia Livyatan. Kami sudah menjaga danau ini selama ribuan tahun. Sayang sekali temanku kehilangan kekuatannya dan meninggalkan dunia ini dua ratus tahun yang lalu. Di sebelah sana ada pintu masuk ke goa yang tersambung ke jurang bawah air dan ada lorong yang terhubung ke lautan"
Elathia menunjuk sebuah mulut goa yang gelap dengan sirip besarnya. Samar-samar kulihat ada beberapa bayangan yang bergerak keluar dari mulut goa itu, dua bayangan kecil dan satu bayangan yang jauh lebih besar. Bayangan-bayangan itu semakin lama semakin mendekat. Tampaklah wujud tiga ekor makhluk air, salah satu diantaranya kukenali.
"Si Leher Panjang!"
Aku berteriak melihat makhluk air yang sebelumnya menyerangku di permukaan danau. Jika kubandingkan, hewan itu hampir sama seperti Elathia, hanya lebih kecil dengan leher yang lebih pendek. Namun hewan itu bergerak lebih cepat dan lebih agresif. Kulihat ekspresi Elathhia berubah melihat mereka mendekat.
"Elathia...?"
"Grrrrr... Memang disini rupanya mereka berkumpul!"
"Hahahaha! Seekor Elasmosaurus tua dan seorang anak manusia di dasar danau? Menarik sekali! Hahahahaa!"
Salah satu dari tiga makhluk itu berenang mengitari kami sambil tertawa, wujudnya seperti kadal raksasa berukuran dua kali orang dewasa. Rahang hewan itu kecil tetapi panjang dan dipenuhi gigi-gigi tajam yang mencuat keluar. Satu makhluk lagi berukuran sangat besar, setara dengan Elathia. Tubuhnya seperti gabungan antara ikan hiu dengan buaya. Aku bisa merasakan hewan ini jauh lebih berbahaya dibanding dua lainnya. Jika kuingat-ingat isi buku hewan purba yang pernah kubaca, hewan itu seperti Kronosaurus, dinosaurus air dengan rahang besar yang berbahaya. 'Si Leher Panjang' sendiri seperti Plesiosaurus, sejenis dengan Elathia tetapi lebih kecil. Sedangkan satu makhluk lagi yang menyerupai kadal seperti Nothosaurus.
"Apa kau datang untuk memberikan persembahan bagi pemimpin kami atau sekedar mengantar nyawamu kesini?"
'Si Leher Panjang' yang sebelumnya menyerangku itu berbicara dengan nada mengancam. Elathia terlihat sangat marah melihat mereka. Apa mungkin salah satu dari merekalah yang membunuh anak Elathia?
"Pengkhianat! Dimana kau sembunyikan Nona Elizabeth?"
"Nona Elizabeth? Maksudmu anak salah satu penjaga gerbang yang akan dikorbankan itu? Dia sedang tertidur menunggu pemimpin kami datang. Bagaimana kalau kau dan anak manusia ini jadi persembahan juga? Mungkin pintu yang terbuka akan lebih lebar! Hahahahaha!"
"Kurang ajar!"
"Sebentar, bagaimana kalau kami memberikan penawaran?"
'Si Kadal Air' menyela perdebatan antara Elathia dan 'Si Leher Panjang'. Dia berenang mendekati kami sambil beberapa kali melirik ke arahku.
"Elathia, apa kamu tau tujuan kami mengikuti pemimpin kami sekarang? Jutaan tahun yang lalu, bangsa kita hampir punah karena meteor yang jatuh ke bumi. Hanya beberapa yang selamat dan berhasil meneruskan keturunan sampai pada kita sekarang. Sejak ada manusia, leluhur kita terus bersembunyi dan susah payah menghindari manusia. Padahal kita sudah tinggal di bumi ini jauh lebih lama dari mereka, kenapa kita harus terus bersembunyi dan mengalah dari para alien itu? Hanya karena mereka bisa berkembang lebih cepat dan menggunakan teknologi. Manusia bukan penduduk asli bumi, mereka berasal dari dimensi lain!"
"Manusia... berasal dari dimensi lain?"
Aku terkejut mendengar pernyataan 'Si Kadal Air'. Dengan ekspresi muka yang marah, dia melihatku. Kepalanya berusaha menjangkauku, namun Elathia mencegahnya.
"Ya! Kalian manusia berasal dari dimensi lain. Kalian menyebutnya Eden, surga, atau apalah itu. Kalian diusir ke bumi karena salah leluhur kalian sendiri. Kenapa kami yang berasal dari bumi harus dikorbankan demi kalian?"
"Uh.."
"Pemimpin kami memberitahu, bangsa kami yang disebut-sebut para manusia sudah punah sebenarnya masih ada. Sebagian dari mereka yang selamat saat bencana itu diungsikan ke dimensi lain oleh leluhur pemimpin kami. Sementara kami yang tertinggal di bumi berusaha bertahan hidup, mereka yang pindah sudah mendapatkan tempat tinggal yang aman di sana. Kami ingin mengundang bangsa kami yang tinggal di sana untuk kembali ke bumi."
"Lalu apa yang akan kalian lakukan jika mereka kembali lagi ke bumi?"
"Tentu saja mengambil alih bumi kami dari kalian para manusia! Keberadaan kalian hanya akan merusak bumi ini, kalian harus dikembalikan ke tempat asal kalian!"
"Dikembalikan ke tempat asal? Maksudmu kalian akan memindahkan manusia ke dimensi lain?"
"Pemimpin kami tidak bisa membukakan gerbang ke Eden. Tempat itu berada di dimensi lain yang tidak terjangkau. Tapi... Bukankah kalian percaya kalau kalian bisa kembali ke Eden setelah mati?"
"Kamu... Ingin membunuh manusia?"
"Membunuh? Oh bukan, lebih tepatnya "memulangkan' manusia dan 'membersihkan" bumi ini kembali!"
'Si Kadal Air' menyeringai, senyuman jahat yang diperlihatkannya membuatku merinding. Mereka berniat untuk membawa kembali leluhur bangsa mereka yang dipindahkan ke dimensi lain jutaan tahun yang lalu. Para hewan berkekuatan yang dikumpulkan pada bulan purnama nanti akan ditumbalkan. Seluruh manusia akan dibinasakan oleh mereka. Aku tidak ingin hal ini terjadi, tapi apa yang harus kulakukan?
"Elathia, bagaimana kalau kau bergabung dengan kami? Serahkan anak manusia itu dan tinggalkan saja orang yang kau sebut dengan 'Yang Mulia Livyatan' itu. Kita bahkan tidak tahu siapa dia sebenarnya. Selama ribuan tahun dia memberi perintah pada kita tanpa menampakkan diri. Bagaimana bisa kau percaya dengannya? Bergabunglah dengan kami, pemimpin kami nyata dan benar-benar ada! Dengan begini kita bisa menyelamatkan seluruh bangsa kita dari kepunahan."
"Hmph... Kepunahan katamu? Bagaimana dengan anakku yang sudah kalian bunuh? Bukankah kalian juga yang membantu membuat 'punah' bangsa kita sendiri?"
"Anakmu dihukum karena mencoba membahayakan pemimpin kami. Seandainya dia tidak menyerang pemimpin kami, kami tidak akan berbalik menyerangnya."
"...sekalipun aku harus mati, aku tidak sudi bergabung dengan kalian!"
"Hahaha! Baiklah jika itu pilihanmu, kami bisa membantumu untuk segera bertemu dengan anakmu itu!", 'Si Kadal Air' tiba-tiba menyerang kami. Ia menabrak Elathia dan 'Si Leher Panjang' menarik bajuku. Aku terjatuh dari punggung Elathia.
"Dirachel!", Elathia terkejut. Ia berusaha menggapaiku dengan lehernya yang panjang. Tetapi 'Leher Panjang' yang lain menangkap lenganku dan menarikku. Aku berusaha melepaskan cengkramannya namun makhluk itu menggigitku dengan erat.
"Aaaaaah!", gigi-gigi tajamnya menembus kulitku. Sedikit berontak membuat luka di pundakku semakin dalam dan terkoyak. Darahku meninggalkan jejak di air, memanggil hewan-hewan lain mendekat ke sekitar kami. Aku berusaha mempertahankan kesadaranku sambil menahan rasa sakit ini. Makhluk itu berenang cepat membawaku ke sebuah celah, masuk ke dalam goa laut yang gelap.
Semakin dingin, semakin gelap. Kesadaranku semakin menghilang. Aku tidak bisa menahan rasa sakit ini lebih lama lagi...
"Kak Dee... Kak Dirachel..."
Suara lembut seorang anak perempuan memanggilku, membangunkanku. Pandanganku yang semula buram, sedikit demi sedikit mulai jelas. Kulihat beberapa ekor ikan kecil mengerubungi lukaku, aku masih berada di dalam air. Mereka seperti menempelkan sesuatu pada lukaku, membuatnya tidak terasa sakit lagi. Luka yang cukup dalam itu sekarang sudah tertutup oleh dedaunan kecil dan gumpalan seperti lender bening. Darah yang keluar pun sudah berhenti. Walaupun begitu pundakku masih sedikit kaku untuk kugerakkan dengan bebas.
Di sekelilingku adalah sebuah goa bawah air. Hawa air yang kurasakan sedikit berbeda. Terdapat banyak tanaman air dan hewan-hewan kecil yang memancarkan cahaya. Tidak jauh dari tempatku sadar, sesosok anak kecil di dalam gelembung besar memperhatikanku. Rambut pirang muda dengan mata biru. Kulit putih seperti boneka porselen. Seorang anak yang cantik.
"Kak Dirachel! Syukurlah kakak sudah sadar"
"Kamu... Elizabeth?"
"Iya kak! Panggil saja Eli. Aku yang selama ini berkomunikasi dengan kakak di dalam mimpi. Aku juga yang menyuruh para ikan kecil itu untuk mengobati kakak. Syukurlah pendarahannya sudah berhenti..."
"Ah.. Begitu ya... Terimakasih banyak Eli! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi tadi kalau tidak ada yang menolongku tadi..."
"Kakak diserang salah satu dinosaurus itu ya?"
"Iya, apa kamu bisa berbicara dengan mereka juga?"
"Iya kak, aku bisa. Tapi aku tidak bisa bernafas di dalam air seperti kakak. Makanya mereka mengurungku di dalam gelembung ini agar aku tetap hidup sampai saatnya tiba... Aku hanya bisa berkomunikasi dengan makhluk hidup yang ada di sekitarku dan ke sesama manusia pemilik kekuatan terdekat... Dan pemilik kekuatan terdekat yang bisa kuhubungi melalui mimpi adalah kakak"
"Hmm... Jadi manusia berkekuatan yang ada disini hanya kita berdua?"
"Iya kak, mereka menyembunyikanku di tempat sejauh ini supaya tidak mudah dicari oleh Para Penjaga maupun Para Pemburu. Apa kakak sudah menghubungi Ibuku? Ibuku kepala sekolah di GiO Academy, lokasinya sangat jauh dari sini tetapi Ibuku bisa meminta bantuan Para Pemburu terdekat untuk membantu kita, asalkan sudah mengetahui dimana posisiku sekarang"
"Ah... Iya sudah, tetapi alat komunikasiku ada di atas sana dan terakhir kulihat belum ada jawaban apa-apa... Apa Ibumu orang berkekuatan juga?"
"Iya, ibuku adalah salah satu dari Para Penjaga. Dia mendirikan sekolah khusus bagi orang-orang berkekuatan dan makhluk istimewa lainnya, bernama GiO Academy. Aku bersekolah disana"
"Jadi... GiO Academy itu bukan sekolah biasa?"
"Iya, itu adalah sekolah untuk-"
Tiba-tiba tanah bergetar, sebuah gempa bumi di dasar danau. Walau hanya sesaat tetapi kekuatannya bisa membuat beberapa kerikil berjatuhan dari langit-langit. Kami tidak tahu apa yang sedang terjadi di luar sana, tetapi kami tidak ingin berlama-lama di tempat ini. Walaupun goa ini terlihat cukup kokoh dan kuat, bisa jadi keberuntungan kami tidak datang untuk kedua kalinya.
"Kita harus segera keluar dari sini sebelum ada gempa lagi!"
"Uh-iya kak!"
Aku mendorong gelembung air besar tempat Elizabeth disekap ke arah lorong besar yang terbuka. Arus air yang masuk ke dalam lorong itu menyulitkanku untuk mendorong gelembung Elizabeth. Sesekali aku berhenti untuk menahan bola besar itu agar tidak hanyut terbawa oleh arus. Kami berhenti di depan lorong bercabang dua.
"Uh.. Elizabeth, sebaiknya kita pilih lorong yang mana?"
"Umm..."
Tanah kembali bergetar, kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Bola gelembung Elizabeth terdorong oleh arus yang tiba-tiba mengalir dengan deras.
"Eli!", aku membiarkan diri terbawa arus untuk mengejar Eli l. Sekali lagi terasa sebuah getaran kuat, arus air berubah arah. Perubahan arus itu mendorong kami ke arah sebaliknya, ke luar lorong-lorong, ke luar goa bawah air. Kami berhasil keluar dari dalam goa itu berkat perubahan arus. Tapi apa yang membuat arus mendadak berubah-udah? Sebuah pemandangan mengerikan terlihat.
Seekor makhluk asing besar seperti naga laut dalam mitologi terlihat sedang bertarung dengan 'Si Rahang Besar'. Mereka saling hantam dan saling menyerang. Kulihat 'Si Leher Panjang' dan 'Si Kadal Air' sudah terbaring lemah di dasar danau.
"Elathia! Kenapa kamu menggunakan kekuatan itu!?"
Eli berteriak setelah terdiam sejenak melihat kedua makhluk besar yang sedang bertarung itu. Perhatian mereka teralihkan, kedua makhluk itu bergerak ke arah kami. Mahluk seperti naga laut besar itu ternyata adalah Elathia. Ukurannya menjadi jauh lebih besar dan memanjang dengan sirip-sirip besar tumbuh di badannya. Apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia berubah wujud?
Elathia berenang dengan cepat mendahului 'Si Rahang Besar' dan menghantamnya dengan keras. Tubuh besar hewan air itu menabrak tebing dan jatuh ke dasar danau. Leher panjang Elathia menjangkau kami. Tiba-tiba ia membuka rahangnya dan menelan kami berdua.
"Aaaaah!!!"