Mentari pagi bersinar terang. Zahra yang selalu kesepian saat di sekolah memilih pergi ke perpus untuk membaca, ide datang dan membuat dia menulis
****
Berjalan bertiga.
"Bang yakin? Mau nikah sama dia, ihyuh ... terlalu seksi, tidak patut jika Hikam melihalit kalian ... e ...." Laras mengode dengan kedua jari tangan yang dikuncupkan lalu disatukan, tanda kutip pacaran.
"Tidak usah mikirin aku, pikirin kamu itu lo, nikah sana. Jangan pilih-pilih, mau memilih yang bagaimana lagi? Kalau cari yang sempurna tidak akan nemu, mending cus nikah sama ustadz muda guru TPQ itu,"
"Hah ... dinasehati malah aku kembali dinasehati, aku sih gampang, kalau jodoh tidak akan kemana walau harus bertahun-tahun lagi. Bang, Ikam masih kecil dia itu perlu bimbingan yang tepat, ini tadi kambuh asmanya, kasihan tau jalan jauh begitu, aku juga akan pergi jadi TKI lagi," jelasnya.
"Ah ... kamu, sudah nikah saja, nanti aku yang biayain Ibu," ujar Zaki.