Chereads / Kamu dan kenangan / Chapter 4 - Masih tentangmu

Chapter 4 - Masih tentangmu

"Apapun yang tanpa dirimu, tidak akan mudah untukku. Bahkan kita mungkin belum sempat saling menggenggam, namun sudah dipaksa saling melepaskan. Bodohnya, aku masih disini. Aku belum selesai mencintaimu. Bukan tak bisa untuk berhenti, tapi aku hanya tak ingin."

Alena menghela nafas panjang. Sambil menutup laptop dihadapannya. Pandangannya beralih pada bingkai foto yang terpajang disudut ruangan.

Perlahan ia menghampiri bingkai foto itu, lalu ia peluk erat-erat.

"Kenapa menjadi dewasa harus semenyakitkan ini ya, Mi?"

"Alen kangen di peluk Mimi.. Seandainya Mimi masih disini, pasti Mimi orang pertama yang tau semua rasa sakit ini. I miss you so much, Mi.."

~~~

*Dering telepon berbunyi*

Alena bergegas mengambil ponselnya yang tergeletak diatas kasur.

"Halo Len, lagi dimana?" Suara itu. Suara yang sangat Alena rindukan. Tapi buru-buru ia menepis kerinduannya. Ingatan tentang komen instagram itu kembali muncul terngiang dikepala Alena.

"Dikosan." Jawab Alena ketus.

"Bisa ketemu hari ini? Kita dinner. Aku jemput jam 8 ya. See you"

Tidak ada penolakan. Dan memang tidak sanggup untuk Alena menolak tawaran Dicky. Bagaimana bisa ia menolak tawaran dari orang yang selama ini ia rindukan?

Atas nama rindu, ia mau bertemu. Sekalipun harus menelan luka lagi, Alena tak peduli. Cinta membuatnya lupa diri.

~~~

"Lennnn.. Alen!!!!" Suara Aliyah terdengar dari balik pintu. Sambil mengetuk sedikit kencang, Aliyah terus memanggil nama Alena.

"Duh, ngapain sih dia kesini? Gue kan mau keluar sama Dicky. Bisa abis gue kalau dia tau!"

Belum sempat kaki Alena melangkah, Aliyah sudah memasuki kamar kost Alena.

"Kebiasaan ya pintu gak di kunci, kalau ada maling gimana?!" Omel Aliyah sambil setengah berlari ke arah Alena.

"Lo dandan? Mau kemana?" Tanya Aliyah penasaran.

"Mau jalan." Jawab Alena singkat.

"Sama?"

"Dicky."

Mata Aliyah terbelalak. Hampir saja copot kedua bola matanya.

"Len?!" Teriak Aliyah sambil mengangkat kedua tangannya.

"Al, udah gue bilang.. Gue sayang Dicky."

"Lo siap kalau besok-besok luka lo lebih hebat?"

"Gue mencintai Dicky dengan segala resikonya. Please, biarin gue kali ini bahagia ya."

"No.. lo gak bahagia sama Dicky, Al. Dia buat lo sedih."

Perbincangan mereka terhenti karena ketukan pintu terdengar sedikit kencang. Alena beranjak dari kursi dan bergegas membuka pintu kamar kostnya.

Aliyah menatap sinis ke arah Dicky. Sungguh luar biasa pesona lelaki ini. Tubuh yang atletis, hidungnya yang mancung alami, didukung dengan gayanya yang funky abis tentu membuat para wanita tak bisa melewatkan pesonanya begitu saja. Pantas saja sahabatnya itu dibuat kelepek-kelepek oleh lelaki ini. Namun meski begitu, tidak ada pengecualian untuk Aliyah sekalipun dia adalah anak Sultan! Selama ia menyakiti sahabatnya, hidupnya tidak akan aman.

"Lo dalam masalah besar, Ky!" Seru Aliyah dalam hati.

~~~

"Jangan liatin aku kaya gitu." Ujar Alena.

"Kenapa? Kamu cantik banget malem ini."

Terlihat klasik, tapi kata-kata Dicky barusan seperti vitamin bagi Alena. Meskipun ia tahu itu hanyalah rangkaian kalimat gombal yang bisa saja Dicky ucapkan kepada siapapun.

Hanya sesederhana itu, Alena kembali terbuai. Ia nyaris saja lupa bahwa lelaki dihadapannya ini sudah membuatnya terluka.

"Kamu inget gak kapan pertama kali kita ketemu?" Tanya Alena.

"Bulan lalu, kan?" Jawab Dicky sambil melirik kearah Alena.

"Ih, baru juga 3 minggu lalu!" Protes Alena

"Hahaha aku kan cuma ngetes kamu aja, kamu inget apa enggak. Kan kamu pelupa" Sindir Dicky.

"Kamu kali pikun, kan kamu udah tua. 38 Tahun." Ejek Alena disusul tawa.

Andai saja Alena boleh meminta satu hal dalam seumur hidupnya, ia tentu akan meminta waktu berhenti saat ini juga. Saat ia sedang berdua dengan Dicky. Tidak ada orang lain. Tidak ada siapapun. Hanya mereka berdua. Selamanya.

Dicky menarik pelan kepala Alena dan meletakannya dibahu. Sambil menyetir, sesekali ia mengecup kening perempuan yang saat ini sedang gemetar hebat.

Alena bisa meresakan detak jantung Dicky. Ia berdetak sangat cepat.

"Kok dia deg-degan?" Serunya dalam hati.

"Ah, kalau orang hidup kan pasti deg-degan. Namanya jantung pasti berdebar. Gue aneh-aneh aja deh!" Buru-buru Alena menepis pertanyaan sendiri, sebelum ia semakin jauh terbuai lagi.

"Sayang deh sama kamu." Ujar Dicky sambil mengelus pipi Alena lembut.

"Yakin sayang sama aku doang?" Goda Alena.

"Aku mana ada sih yang lain. Cuma kamu aja"

"Preeeeetttt... Lo pikir gue gatau apa!" Lagi-lagi Alena bergumam dalam hatinya. Ia tau semua yang diucapkan oleh Dicky hanyalah omong kosong semata. Tapi demi Tuhan ia bersumpah, ia bahagia mendengarnya, meskipun ia tau semua adalah dusta.

"Terserah Ky, lo mau deket sama siapapun. Yang penting selama lo lagi sama gue, lo milik gue."

Entah apakah ini cinta, atau obsesi. Keduanya hanya beda tipis.

Tapi bukankah ini cinta namanya jika ia sanggup jatuh berkali-kali untuk orang yang sama?

~~~

Dicky Prasetya, hadir saat Alena sedang jatuh-jatuhnya. Saat hatinya tak lebih dari sekedar sayap patah. Saat seluruh jiwa dan raga harus tertatih untuk kembali melangkah. Entah atas nama apa, Alena sungguh tidak peduli. Yang ia tahu, kehadiran Dicky membuatnya merasa tidak kesepian. Dicky menemani hari-hari nya yang kacau. Alena mencintainya.. Kali ini ia yakin bahkan seribu persen, ia mencintai lelaki 38 tahun ini.

"Minum deh. Ini enak. Minuman baru." Ujar Dicky sambil menyodorkan gelas pada Alena.

"Apa namanya?" Tanya Alena.

"Udah minum aja." Seru Dicky, sambil melepas sweater yang sedang ia kenakan.

Alena menyipitkan mata. Sambil meminum, bibirnya mengecil.

"Kemanisan ya?" Tanya Dicky.

Alena mengangguk pelan.

"Kamu nge-game mulu ih!" Omel Alena, sambil pasang muka super Bad-mood.

"Ciniii cayang.. kesini. Disini tidurnya" Jawab Dicky manja.

Tuhan.. Rasanya tak ingin lagi waktu berputar. Alena tidak ingin semua ini berlalu. Kehangatan ini, hanya akan meninggalkan memori dan membekaskan luka. Suatu hari nanti, Alena akan merindukan momen ini.

Segala tentang Dicky memang begitu special bagi Alena, sekalipun Alena tau ia hanyalah pelampiasan, pelarian, atau apapun itu sebutannya, Alena rela. Tidak apa-apa. Yang terpenting ia bisa sedekat ini dengan Dicky.

"Sayang.. lagi nonton drakor ya? pake headset gih, aku bawa tuh.. barangkali aku berisik ganggu kamu." Kata Dicky sambil menunjuk kearah tas nya.

"Aku lagi ngecharge. Handphoneku lobet parah."

"Kamu?" Tanya Dicky. Kemudian ia meletakan handphone-nya di meja sebelah ranjang. Alena terdiam. Matanya menunduk kebawah.

"Jangan kesini, please. Jangan deket ke gue" Gumam Alena dalam hati, sambil memejamkan matanya.

Pandangan Dicky kali ini hanya tertuju pada Alena. Ia menatap dalam-dalam wanita yang sedang di mabuk cinta atas dirinya. Perlahan Dicky menghampiri Alena, mengelus rambutnya.

Memegang lembut pipi Alena yang kian memerah.

Dan tatapan itu terlihat semakin dalam. Membuat Alena benar-benar dimabuk kepayang.

Kemudian...

Sesuatu terjadi. Diluar kendali.

"Aku mencintaimu, Ky" Seru Alena.