Senja berlalu mentari tenggelam datang waktu malam, malam cerah beribu bintang di temani bulan sabit. Ba'da Magrib Azka dan Laila pergi menuju rumah Imam masjid Arrahman South Jeju Korea.
Tangan Azka mendingin ia mencoba rillex, sambil mengklik-klikak jari-jarinya. Kakinya bergetar ia sangat gugup dan gelisah.
"Aku sudah berwudlu. Adakah bacaan agar tenang perasaanku, lihatlah kaki heboh bergetar," kata Azka tak menoleh ke Laila. "Rijlon kenapa kau sangat jujur, nanti ketahuankan kalau aku grogi," gumam Azka berusaha menahan kakinya agar berhenti bergerak. Om Kim tertawa ringan melihat tingkah Azka.
"Membaca solawat kepada Nabi," jawab cepat Laila dengan raut jawah yeng tidak enak di pandang.
"Kau marah?" tanya Azka melihat dari kaca kecil di atasnya.
"Tidak." Laila memandang ke luar kaca.
"Terlihat jelas ada dua tanduk setan di keningmu," ujar Azka.
"Mana tanduknya?"
"Kalau orang marah ya tidak bisa melihat tanduk kemarahannya. Iyakan, Om?" ceplos Azka melempar pertanyaan.