Chereads / Pendekar Mayat Bertuah / Chapter 24 - Penjelasan Tentang Eyang Candrawara

Chapter 24 - Penjelasan Tentang Eyang Candrawara

Tahu kalau lawan-lawannya itu belum kalah maka Sabrang pun terlihat kembali memutar-mutar cambuk apinya itu dan bersiap untuk kembali menghantamkannya. Dan memang benar, dengan segera selagi para dedemit itu masih jatuh bergelimpangan dan belum sempat berdiri Sabrang pun langsung menghantamkan cambuk apinya kembali, suara menggelegar pun langsung menyeruak memecah keheningan malam, tubuh para dedemit itu pun langsung terbakar, kobaran api dari ke empat tubuh dedemit itu terlihat sangat besar, bahkan karena saking besarnya hawa panasnya pun tidak hanya terasa di alam gaib saja akan tetapi di alam nyata pun hawa tersebut juga ikut terasa, bahkan tetumbuhan yang ada di alam nyata yang bertepatan di sekitar Perguruan Padangkarautan pun juga ikutan hangus terbakar.

Ada yang unik dari pemandangan kebakaran itu ditengah kobaran api yang menyala dan membumbung tinggi tiba-tiba saja muncul empat burung api, burung tersebut terlihat seperti burung hantu yang terus terbang melayang di atas kobaran api dan kemudian tiba-tiba saja hilang dan lenyap begitu saja. Melihat kejadian itu Dewa Ndaru yang sedari tadi hanya duduk menjauh dari tempat pertarungan itu nampak tertegun dan terheran-heran.

'Hoh ... nampaknya para dedemit itu kini telah musnah, yah .. aku tahu meskipun secara raga mereka telah sirna namun itu tidak untuk sukma dan roh mereka, karena seperti yang aku lihat itu tadi, kini sukma dan roh mereka telah berpindah ke tempat yang lain. Yah ... meskipun selama ini aku tidak pernah bermusuhan dengan para dedemit itu, namun sebenarnya kehadiran mereka di Padangkarautan ini juga bukan atas kemauanku,' begitulah bunyi dari ucapan hati Dewa Ndaru.

Sabrang sangat puas karena telah berhasil mengalahkan dedemit itu. Sabrang yang masih dirasuki pun tiba-tiba pergi tanpa pamit, sepertinya dia membutuhkan energi setelah bertarung. Anak yang menjadi sosok dewasa ini tiba-tiba terbang dan menculik bayi.

Dengan sangat buas dan kejam Sanjaya yang dirasuki banyak iblis ini menyantap dengan halab bayi-bayi yang tidak berdosa, dia juga menculik gadis-gadis untuk memuaskan hasratnya.

Hingga kejahatan yang dia lakukan tersebar luas. Termasuk sampai dikerajaan Tresnojaya. Hingga prabu Diputra pun dibuatnya tak tenang karena protes meminta perlindungan dari warga desa.

***

Sangat kejam, jahat dan tidak punya hati, begitulah Sanjaya sekarang. Berbuat onar dan kejahatan. Sementara Mekarsari yang sudah berbulan-bulan tidak bertemu buah hatinya membuatnya sangat cemas dan khuwatir.

Setiap saat Mekarsari terus memanggil nama Sanjaya, dan terus berdoa meminta perlindungan untuk Sanjaya. Hingga puncaknya, dia menangis pada malam itu, berharap sang putra kembali kepelukannya.

Suara Wira menghibur sang istri pun tiba-tiba muncul. "Dinda, sabarlah. Tenanglah, putra kita baik-baik saja. Jangan bersedih dinda, karena Sang Pencipta menjaganya."

"Kanda, saat ini seluruh negri ini sedang dalam ketakutan akan raksasa dan pemuda bernama Sabrang, dia sangat kejam. Hiks, anak kita masih kecil, bagaimana kalau dia incaran si Sabrang itu?" tanya Mekarsari yang tidak tahu kalau jelmaan Sabrang itu adalah putranya.

'Biarkan saja Mekar sari tidak tahu, aku takut jika nanti dia bertambah sedih. Lebih baik sekarang aku menemui Sanjaya,' batin Wira.

"Dinda, aku berjanji rindumu akan terobati. Aku pamit dinda, akan aku carikan Sanjaya untukmu. Jangan bersedih lagi. Berdoalah untuk kebaikan Sanjaya," tutur lembut suara tanpa rupa itu.

"Hiks, baik kanda. Terima kasih sudah datang untukku dan menghiburku," kata Mekarsari.

***

Sementara di tengah hutan terlihat Sabrang atau Sanjaya sedang menikmati tubuh dari gadis yang tidak berdaya. Belum selesai hati kecilnya tiba-tiba terasa perih. Ingatan tentang kejadian sebelum ia pergi dari Istana membuat dia berhenti dari tindakan mesumnya.

Sanjaya lari sekuat tenaga dengan hati yang perih.

"Sudah waktunya dedemit yang merasuki jiwa Sanjaya pergi. Karena hati bersih dari Sanjaya telah timbul dengan sendirinya." Begitulah kata para Dewa.

"Ahhhhhhhhhhhhhh!" teriak Sanjaya sekuat tenaga. Dia kesakitan dan lemah tidak berdaya. Sanjaya tergletak tak sadarkan diri dan tubuhnya menjadi kecil kembali.

Tubuh Sanjaya terbang, tubuh itu masuk kesebuah gua. "Sanjaya ... bagunlah. Bangunlah, bersihkan dosa-dosamu. Sanjaya, bangunlah. Setelah bangun bertapalah dan resapi kisah pahit dari ayahmu."

"Kamu siapa?" tanya Sanjaya dari alam bawah sadarnya.

"Aku kakek buyutmu. Eyang Candrawara. Sanjaya kamu adalah pemilik batu mustika. Kamu adalah titisanku. Kamu adalah penerus kebajikan."

"Batu mustika?"

"Ya, batu mustika yang nantinya akan menjadi sebuah malapetaka jika sampai kepada orang-jahat. Buyutku, jadilah seperti ayahmu."

"Akan tetapi aku tidak terima dengan perlakuan paman Dharma dan Kakek Diputra! Mereka jahat dan sangat kejam."

"Sanjaya, tuntaskanlah kejahatan itu. Musnakanlah dengan kebajikan yang nantinya akan kau tanamkan."

"Tunggu, kakek buyut. Aku ingin tahu bagaimana batu mustika itu, dan bagaimana bisa kisah tragis ayahku? Agar aku tahu siapa sosok kejam tak berhati dari pembunuhan ayahku. Kakek buyut, aku juga ingin tahu siapa engkau yang sesungguhnya. Tolong jelaskan semuanya."

"Seperti ini kisah awal mula perjuangan ayahmu."

***

Kehidupan Wira, dia adalah seorang pemuda berwajah tidak tampan yang sedang sibuk menganyam bambu.

"Wira ..." panggil seorang Eyang.

"Eyang Candrawara," sahut Wira sambil bergegas menghampiri Eyang.

"Ada apa Eyang?"

"Kemarilah ada yang ingin eyang sampaikan kepadamu," ujar Eyang itu.

Lalu Arjun pun duduk bersimpuh di depan Eyangnya itu.

"Duduk bersila jangan bersimpuh seperti itu!" seru Eyang. 

"Seperti yang eyang janjikan dulu, bahwa kamu akan Eyang beri batu mustika "Pagar Jiwa" dan saat ini sudah tiba waktunya kamu untuk menerimanya," ujar Eyang sambil menatap cucunya itu.

"Apa kegunaan mustika itu Eyang?" tanya Wira. 

"Sesuai namanya, batu ini akan memberi perlindungan kepadamu dari orang-orang yang hendak berbuat jahat. Batu ini juga memiliki pasangan, nanti yang akan mendapatkan pasangannya adalah putramu." 

"Dan dengan kekuatan batu ini pula kamu akan bisa membuka pintu Goa tempat jasad Eyang buyut nanti."

"Ingat pesan eyang cucuku, setelah Eyang nanti meninggal hanya kamu dan putramu lah yang bisa mengunjungi jasad Eyang, nanti jasad eyang akan berada di sebuah Goa yang berada lereng gunung Mukti sari itu," ucap Eyang sakti Candrawara.