Chereads / MY SWEET LECTURER / Chapter 6 - MSL - BAB 6

Chapter 6 - MSL - BAB 6

Aku memberanikan diri untuk menemuinya setelah menyelesaikan tugasku meski dia memintaku mengirim via email tapi aku sungguh ingin menemuinya langsung, selain untuk menunjukkan hasil kerjaku, aku juga ingin berterimakasih padanya karena sudah mengirim makanan ke panti asuhan.

Aku bahkan menerima kabar itu dari Lula yang tinggal di panti asuhan, karena dia adalah puteri pengasuh di panti itu. Kami sama tidak beruntungnya saat lahir, tapi Lula lebih beruntung karena pengasuh panti itu mengadobsinya sementara aku tetap tidak memiliki orang tua hingga aku setua ini.

Oh sudahlah, berhenti membahas tentang diriku. Aku sedang berjalan dengan gugup menuju sebuah ruangna besar yang ditunjukan oleh salah seorang pelayan. Mereka mengatakan itu ruangan Mr. Christ, dan aku datang dengan flashdisk berisi pekerjaanku.

Tok Tok

Aku mengetuk pintu dan menunggu jawaban. Tapi tak kunjung dijawab, ini membuatku bimbang, apakah aku akan mengetuknya sekali lagi atau pergi dari tempat itu karena mungkin saja dia sudah tidur sekarang.

Ok, akan ku kirimkan via email dan kusampaikan langsung ucapan terimakasihku besok pagi, pikirku. Saat aku berbalik kulihat seseorang sudah berdiri di belakangku dengan piyama tidur dan itu hampir membuatku terjatuh ke belakang karena terkejut.

Aku memegangi dadaku.

"Apa yang kau lakukan di situ?" Tanyanya, dia tampak baru saja mandi karena rambutnya masih basah.

Aku menelan ludah. "Aku ingin menyerahkan tugasku." Aku mengulurkan flashdisk tanpa berani menatapnya.

"Bukankah aku meminta kau mengirimnya melalui email, tidak perlu menyerahkan langsung padaku seperti ini." Katanya.

"Aku . . . ingin mengucapkan terimakasih karena anda sudah mengirim makanan ke panti."

"Hanya itu?" Tanyanya dan aku mendongak karena pertanyaan itu. Apa maksudnya hanya itu?

"Ya."

Dia berjalan ke arahku, kami begitu dekat hingga aku berniat menyeret langkahku mundur tapi dia tidak membariku ruang. Aku terhimpit antara dirinya dan pintu ruang kerjanya sekarang.

"Jangan menatapku seperti itu." Katanya, dan aku tetap menatapnya, entah mengapa otakku seperti mendadak lumpuh dibuatnya. Mungkin jantungku juga sudah berhenti berdetak sekarang ini. "Kau sedang mengundang masalah." Ujarnya dan aku berkedip.

"Apa?" Tanyaku polos.

"Kau tahu kita ada di rumah berukuran lebih dari seribu meter persegi, hanya ada kita berdua, dan ini sudah larut malam, dan kau berdiri di hadapanku sekarang." Ujarnya.

"Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu anda." Kataku cepat, secepat detak jantungku kurasa. Dan aku bersiap lari secepat yang kubisa, atau jika mungkin aku ingin menguap begitu saja hingga tidak menimbulkan jejak apapun, tapi sayangnya aku masih manusia, jadi itu mustahil kulakukan.

"I want to kiss you." Katanya dan mataku membulat. Entah itu semacam permission atau apa, tapi tanpa aku iyakan dia sudah meraih wajahku dan melumat bibirku dengan bibirnya. Kurasa saat ini mendadak kepalaku menjadi ringan, seolah tidak ada otak didalamnya yang bisa membantuku berpikir. Aku bahkan merasa bahwa aku kini melayang, ringan, dan tak bisa berpikir apapun selain merasakan sensasi aneh di sekujur tubuhku, seolah seluruh ragaku ingin ikut terlibat dalam ciumannya itu. Meski dengan bersusah payah aku menolaknya tapi akhirnya aku menyentuh lengan kokonya sementara dia terus mendesakku dengan ciumannya hingga aku tak bisa lari kemana-mana lagi, selain menikmati.