Malam itu di rumah Ayah Madroy yang penuh kedamaian.
" Jadi kaga mang kita nganjang ke tempatnya si Mimin.?"Tanya si jul dengan pakaian necisnya.
" Entaaar, kamu sabar dulu aja ah." Jawab Mang Gurepes dengan santai sambil menyeruput kopi panasnya,
" Lagian adeknya si Mimin belum tentu ada di rumah juga Jul."
" Bukan apa apa mang, si Mimin kan udah lama pindah rumah. Rumah yang sekarang ini rada-rada bingung alamatnya. Takut tersesat doang kalo terlalu larut malam jalannya." Protes si Jul.
" Tenang aja, mamang pernah sekali jalan kesana tiga minggu yang lalu." Celoteh Mang Gurepes dengan santai sambil menghisap rokok kreteknya.
" Alaaaa, tiga minggu yang lalu mah sudah basi mang."Ujar si Jul dengan sewot sambil ngeloyor keluar rumah.
Jam telah menunjukan pukul 19.30 malam. Keluarlah Mamang Gurepes dari pendoponya kemudian celangak celinguk mencari keponakannya si Jul yg sudah necis tersebut.
" Kemana anak geblek itu." Gerutu Mang Gurepes sambil memicingkan matanya kesana kemari.
" Mamang tuh yang rada-rada geblek." Celetuk si Jul yang ternyata bersembunyi balik tembok rumah.
" Orang di tungguin dari tadi kaga nongol nongol" Tambah si Jul sambil mengusap usap kakinya yang sudah satu jam di keroyokin satu batalion nyamuk yang sadis dan nakal.
" Ha.ha.ha. Emang enak di kerubungin nyamuk-nyamuk agresif. Kaga diminta udah nyosor duluan tuh nyamuk." Ledek Mang Gurepes. "Ya sudah ah, kita langsung jalan aja."
" Mamang bawa kertas alamatnya enggak?" Tanya si Jul untuk meyakinkan dulu kertas alamatnya supaya tidak tersesat ataupun salah alamat.
" Tenang aja Jul. Kertas alamatnya memang sudah lama hilang kecuci di kantong baju, tapi alamatnya itu sudah terekam di otak mamang kok." Jawab si Mang Gurepes dengan pedenya.
" Awas nanti kalau mamang sampai kaga ingat." Ancam si Jul dengan sewot.
" Rebeeesss." Balas Mang Gurepes dengan cuek dan langsung jalan berdahulu. Si Jul mau tidak mau mengikutinya dari belakang.
" Mang, kenapa harus lewat jalan dalam sih. Kan lewat jalan besar lebih enak." Protes si Jul yang mulai kesal .
" Habisnya ini jalan pintas yang paling cepat sih Jul." Jawab Mang Gurepes.
Rute jalan yang mereka tempuh agak gelap, di tambah jalanan tanah kampung yang rada-rada becek karena tadi siang sempat turun hujan. Alhasil kaki dan sendal mereka penuh dengan lumpur bercampur tai kambing. Setelah sekian lama berjalan, mereka belum menemukan juga alamat yang dicari.
" Masih ingat enggak sih mang alamat si Mimin. Kayaknya dari tadi kita putar-putar disini aja." Protes si Jul yang kakinya sudah merasa pegal karena sudah satu jam lamanya berjalan tapi alamat itu tidak ketemu-temu juga.
" Mamang jadi bingung juga Jul, kok dari tadi kita putar-putar disini aja yah." Desah Mang Gurepes yang sekalinya kebingungan juga mulai tadi.
" Alaaah, katanya masih terekam di otak. Jangan-jangan cuma paha si Mimin yang montok itu aja yang terekam di otak mamang." Cerocos si Jul dengan sewot. Mang Gurepes cuma bisa cengar cengir saja.
" Sekarang lebih baik mamang bertanya aja deh sama siapa aja yang nanti kita temuin di tengah jalan. Ketimbang kita putar-putar disini doang dari tadi." Ucap si Jul kembali memberikan saran.
" Ah, kaga usah deh jul. Malu ah ketauan sama orang kalau kita mau nganjang ke tempat perempuan." Balas Mang Gurepes menolak saran si Jul. Kemudian mereka melanjutkan kembali perjalanan mereka dengan terpaksa.
" Ah, mamang baru ingat. Jalan ini arah yang benar menuju ke rumah si Mimin. Kan sudah mamang bilang, kamu tenang saja. Nanti juga ketemu." Ucap Mang Gurepes dengan still yakin menunjuk arah jalan yang sempit karena terhimpit rumah dan pagar orang.
" Yang benar nih mang?" Tanya si Jul yang agak kurang yakin dengan pernyataan Mang Gurepes.
" Benar." Jawab Mang Gurepes dengan pedenya.
" Yakin?" Tanya Jul kembali.
" Yakin." Jawab Mang Gurepes lagi dengan mantap.
" Sukur deh." Ucap Jul dengan lega sambil mengurut dadanya yang rada-rada kerempeng. Lalu dengan langkah yang mantap bak tentara yang hendak pergi berperang di sertai senyuman yang sedikit sumringah, berjalan lah mereka ke arah jalan yang di tunjuk Mang Gurepes.
" Nah, kata si Mimin rumahnya di batas ujung jalan ini. Oh Mimin, I'm coming." Celoteh Mang Gurepes dengan optimis yang tinggi sambil membayangi bahwa dirinya akan memadu kasih dengan sang wanita idamannya. Lalu mereka berdua langsung melangkah secepat kilat karena sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sang perempuan. Saking cepatnya mereka berjalan karena dibakar keyakinan mereka yang salah, sesampainya di ujung jalan gelap yang tak berlampu itu mereka tidak sempat melihat lagi parit besar yang terhalang gundukan tanah. Dan akhirnya,
Cebyuuuuur........
Mereka langsung jatuh tercebur kedalam parit tersebut dengan damai.
" Sialan." Teriak si Jul dengan dongkol sambil membersihkan sisa sisa lumpur di mukanya. Dan Mang Gurepes cuma bisa nyengir seperti kuda melihat dirinya ikut juga tercebur.
" Sori Jul, mamang kaga tau kalau disini ada parit besar. Lagian siapa juga sih orang yang kurang kerjaan bikin parit tengah kebon gini." Celoteh Mang Gurepes dengan santai sambil meminta maaf.
" Orang yang bikin parit mah kagak salah, cuma dasar mamangnya aja yang rada-rada bego. Dengan keyakinan yang tinggi menunjuk ke arah sini. Ini akibatnya." Maki si Jul dengan raut wajah nginyem. Lumpur yang menempel dimukanya langsung ia lempar ke arah Mang Gurepes, dan akhirnya mendarat dengan tepat di jidatnya. Mang Gurepes pun balik membalasnya hingga terjadi perang lumpur di tengah malam.
Karena terbakar keyakinan yang salah ditambah malu bertanya, akhirnya tersesat dikebon orang plus tercebur kedalam parit orang deh.
Ha.ha.ha... impian merayu perempuan bahenol batal, malah lumpur bercampur kotoran bebek yang didapat. Apeeees deh...