Hening.
Satu kata yang mampu menjelaskan situasi yang Abian alami saat ini. Bukan hanya Abian. Namun juga ke enam orang yang tengah berdiri berjejer disampingnya saat ini.
Mereka semua kompak memasang wajah dongkolnya. Sedangkan satu tangan mereka terangkat melakukan hormat pada tiang bendera yang berada tepat dihadapan mereka saat ini. Untung saja jam masih menunjukkan pukul 7 pagi. Sehingga terik matahari masih bisa diajak untuk negosiasi.
Flashback on
"Guys, itu Keana sama.." ucap Genta menggantung sambil menunjuk kearah parkiran yang berada jauh di depannya.
Sedangkan ke empat lainnya yang baru mendengar nama orang yang tengah mereka cari sontak menoleh kearah yang dipandang Genta.
Mereka seketika melotot melihat pemandangan yang amat sangat janggal namun cenderung mengganggu di mata kelimanya.
Bagaimana tidak? Mereka melihat Keana hadir dengan senyum merekah di bibirnya bersama dengan seorang lelaki jangkung berseragam yang sama dengan mereka. Namun masih tampak sekali kalau ia adalah siswa pindahan baru dari sekolah mereka.
Dan yang membuat mereka semakin terkejut adalah ketika lelaki jangkung yang amat sangat mereka kenal itu, datang bersama Keana? Bagaimana bisa?
Mata Abian sudah mulai memanas. Apalagi cobaan-Mu Tuhan? Engkau telah dekatkan dia dengan mantan sahabatku, dan sekarang? batin Abian miris.
Dengan cepat, Abian melangkah mendekati kedua insan itu yang nampaknya belum juga menyadari kehadiran Abian disana.
"Kean," panggil Abian sambil mencekal tangan mungil Keana. Menjauhkan jarak Keana dengan lelaki jangkung itu yang sempat terkikis sebelumnya.
"Kenapa?" tanya Keana santai.
"Ikut gue," ucap Abian langsung menarik kasar pergelangan tangan Keana yang jelas membuat Keana memekik kesakitan.
"Aduh, aduh!" ucap Keana spontan karena merasakan sakit di pergelangan tangannya akibat ulah Abian
"Eh, lo jadi cowok jangan kasar dong!" ujar lelaki itu tak terima sambil mencekal satu tangan Keana yang lain.
"Emang apa urusan lo?" tanya Abian tajam. Kakinya melangkah mendekat kembali pada lelaki itu. Kepalanya mendongak ke atas seolah mengisyaratkan akan kekuasaan.
"Gue peringatin sekali lagi, jangan pernah lo ganggu orang orang gue!" lanjut Abian menghardik tajam sambil melayangkan tatapan nyalangnya pada lelaki di hadapannya itu.
Mata mereka beradu. Saling melontarkan kemarahan yang mendalam tanpa berucap maupun berbuat. Sungguh, Abian tak ingin gadis kecilnya berada di naungan sang serigala berbulu domba seperti dia.
"Orang lo?" tanya lelaki itu memastikan. Namun hanya selang beberapa detik tawa kencang pun langsung terukir di bibir laki laki itu.
"Eh lo kalau mau becanda jangan sekarang, deh!" ucap lelaki itu enteng di sela sela tawanya.
Sedangkan Abian yang merasa diremehkan langsung mencekal erat kerah seragam milik lelaki itu dan melupakan ikatan tangannya pada Keana tadi.
"Ngajak ribut lo, ha?" tantang Abian menaikkan nada suaranya sehingga memicu kehebohan di depan gerbang sana.
Kerumunan pun langsung terjadi. Karena dimanapun Abian berbuat masalah, pasti para murid disana langsung berkumpul untuk melihat aksinya. Sungguh terasa menonton opera.
Sedangkan jauh dari arah sana, empat orang sedang geleng geleng kepala mengamati interaksi ketiganya.
"Bego," umpat Regan kesal karena tingkah Abian yang selalu sembrono dianggapnya. Kaki Regan langsung melangkah cepat mendekat kearah kerumunan itu disusul Genta, Rizky, juga Revan.
"Bian, lo apa apaan, sih? Ga malu apa jadi tontonan segini banyaknya?" hardik Regan berusaha melerai pertikaian antara Abian dan laki laki itu.
Namun bukannya berhenti, Abian malah menyungging senyum licik dengan gaya penguasanya.
"Ngapain gue harus malu?" tanyanya balik pada Regan setelah melepaskan cekalan tangannya di kerah lelaki itu. Maniknya telah berubah. Kini lebih banyak pandangan meremehkan daripada marah pada tatapannya.
"Mereka semua itu fanbase gue, jadi apapun yang bakal gue lakuin mereka tetep setia sama gue! Dan gue percaya kok, mereka gak bakalan berani buat cari masalah ataupun usik kehidupan gue!" lanjut Abian sambil menatap lelaki dihadapannya itu dengan tatapan jijik. Kata kata menohok yang ia maksudkan untuk menyindir oknum di depannya telah tepat sasaran.
Lelaki itu menggenggam tangannya erat menahan amarah. Apakah selama ini ia yang membuat masalah? Kata kata Abian itu langsung membuat ia merasa terintimidasi. Namun ia juga tak terima jika semuanya selalu tentang Abian.
Bugh
Hantam lelaki itu keras mengenai tulang rahang milik Abian. Semua yang ada disana memekik kaget karena perbuatan sang murid baru yang bahkan mereka pun tak tahu siapa namanya.
"Bastian, lo apa apaan, sih?" hardik Keana berusaha melerai pertikaian mereka. Regan, Genta, Rizky, dan Revan pun turut andil didalamnya.
Perkelahian pun tak terhindarkan. Abian dan Bastian saling adu kekuatan. Genta dan Regan berusaha untuk menahan tubuh Abian, sedangkan Revan dan Rizky menahan tubuh Bastian.
Perkelahian itu berlangsung sengit. Mata mereka tak henti hentinya menatap nyalang satu sama lain. Hingga tak sengaja manik Abian melihat datangnya seorang yang berjalan cepat dengan perut buncit menuju ke arah mereka.
Sadar akan manik Abian yang berubah arah, Bastian pun menatap kearah yang sama kesana. Mata Bastian membulat kaget, lalu matanya kembali terfokuskan akan Abian.
Namun bukan lagi amarah yang dilihat Bastian. Abian menatapnya dengan seringaian yang masih mampu diartikannya. Kepalanya pun menunduk menyetujui Abian.
Dalam sedetik, posisi mereka berubah. Abian yang tadinya berada didepan Genta dan Regan kini bertingkah seolah menghalangi mereka berdua.
Bastian pun sama halnya, namun ia hanya lebih fokus untuk menghalangi Revan yang berada tepat dibelakangnya.
"Eh eh santai Gen, gak usah berantem lo!" ucap Abian tiba tiba yang sontak membuat semua yang ada disana kebingungan.
"Eh kita bicarain baik baik dulu," ujar Bastian ikut ikutan mengkambing hitamkan Revan dan Genta.
"Kalian semua!"
Flashback off
"Bangsat kalian berdua!" dumel Genta pada dua orang yang berada tepat disebelahnya itu. Sungguh dongkol rasanya. Apalagi mereka juga harus menerima hukuman akibat kelakuan dua oknum yang sungguh membuat mereka muak itu.
Keana, Genta, Revan, Regan, Rizky, dan dua biang kerok Abian dan Bastian terpaksa harus dijemur dilapangan pagi pagi seperti ini.
Sungguh malu rasanya Keana, karena baru pertama kali ini ia harus berurusan dengan BP. Dan itu pun bukan karena ulahnya.
"Maaf ya Kean," ujar Bastian lembut disamping Keana. Namun ucapannya itu masih sempat terdengar oleh Abian walaupun Genta menghalangi jarak antara mereka.
"Emang kalau lo minta maaf, Keana bisa langsung balik ke kelas?" ucap Abian memotong percakapan mereka. Benar benar membuat orang naik pitam saja.
"Apa sih lo! Ikut ikutan aja!" hardik Bastian tak terima.
"Udah udah, jangan ribut lagi!" ucap Keana menengahi. Ia sungguh lelah sekarang. Berdiri selama 1 jam sungguh membuat kakinya terasa pegal. Kerongkongannya pun telah kering sekarang. Kapan Bu Diah akan kembali memanggil mereka untuk masuk? pikir Keana.
Sungguh panjang umur Bu Diah saat ini, karena baru saja Keana memikirkannya ia telah datang menghampiri mereka.
"Hukuman sudah selesai, kalian bisa kembali ke kelas masing masing sekarang! Dan ingat, jangan buat masalah lagi!" ucap Bu Diah memperingati. Langkahnya kian menjauh meninggalkan mereka.
"Keana, gue mau ngomong sama lo," ucap Abian sambil memegang tangan Keana lembut. Dalam matanya tampak kekhawatiran. Ia ingin sekali memeluk tubuh mungil Keana kedalam dekapannya. Namun ia tak punya cukup keberanian untuk itu.
"Lo kemaren.."
"Abian," ucapan Abian terpotong oleh sebuah teriakan melengking dari belakangnya. Sontak mereka pun menoleh.
Dilihatnya seorang gadis tengah berjalan mendekat ke arah mereka sambil membawa sebotol minuman di tangannya.
"Ini buat lo, lo pasti haus, kan?" ucap gadis itu menyodorkan sebuah tambler minum pada Abian.
"Wah, pas banget! Makasih Vanya," terima Abian dengan senang hati. Senyum Vanya langsung saja merekah disana. Sedangkan disisi lain, ada hati yang telah patah dibuatnya. Kayaknya peringatan gue waktu itu belum lo dengerin juga, ucap Regan lirih dan langsung meninggalkan tempat yang membuat hatinya terbakar itu.
"Nih, buat lo!" ucap Abian memberikan tumbler minum yang telah diterimanya dari Vanya pada Keana begitu saja. Senyum yang tersungging di bibir Vanya pun hilang seketika.
"Makasih," ucap Keana meneguk air minum saat itu juga. Mata Vanya mulai memanas, rupanya ia tak pernah dianggap hadirnya oleh Abian. Ia pun segera pergi meninggalkan tempat itu karena ia bingung harus berbuat apa. Marah pun tak ada gunanya.
"Ikut gue sebentar, ya!" ucap Abian sambil mengacak halus rambut hitam legam Keana.
"Kemana? Ini udah masuk, nanti kita dihukum lagi," tanya Keana sidikit mempertimbangkan ajakan Abian.
"Ya udah gue tanyanya disini aja," putus Abian sambil melepaskan cekalan tangannya tadi.
"Lo kemaren kemana aja? Tidur dimana?" tanya Abian sambil memasang raut wajah khawatir. Khawatir jika ada yang menyakiti gadis kecilnya.
"Gue tidur di rumah Bastian,"