_Aaaaa, ada juga orang baik ya Tuhannnnnnn_
"Ok, sekarang menggonggong dan belikan gue onigiri tuna, Poochie"
"POOCHIE? Onigiri Tuna?" Onigiri tuna termasuk makanan terbatas disekolah itu, selain rasanya yang enak harganya juga mahal untuk kaum SMA, 3 kali lipat dari harga kantin umumnya. Bahkan Ino sendiri jarang membeli onigiri itu
"Kenapa malah kayak orang bodoh?" lagaknya sedikit tertawa
"Apa maksutnya menggonggong, Poochie, dan Onigiri tuna?" balasnya nggak ngeh
"Jangan – jangan, lo pikir gue mau membantu masalah konyolmu ini dengan gratis? Kalau lo mau jadi anjing gue, akan gue bantu masalah lo. Lagian ya nama lo Cuma beda u dan o kan? (Inu artinya anjing dalam bahasa jepang)" sorotan matanya seperti siap menerkan gadis didepannya
"JADI ANJING?! HAH, YA OGAHLAH, MANA ADA ORANG YANG MAU JADI ANJING, OGAH GUE"
"Sayang sekalii, maaf aja ya kalo gue keceplosan soal ini, gadis inu"
~ AUK, AUK, AUK ~ Ino berputar disekelilingnya dengan kedua tangan didepan dada
"Bagus, tapi mukanya senyum dong" sorotnya jahil, otomatis senyum paksaan terbentuk diwajah milik rambut menggelombang
"Gak kebayang gue kalau orang tua lo liat" tangannya diletakkan dikepala ino dan mengusapnya beberapa kali, tentu sebagai anjing
"Onigirinya?" tanya Ino tetapi punggung laki-laki itu tak nampak lagi
**
Pukul 15.00 kelas telah usai, lorong-lorong yang sebelumnya sepi, sekarang penuh kembali, ekspresi muka masam kembali berseri. Di kelas ini, 10.2 masih melanjutkan cerita ini
_Apa maksutnya jadi anjing? Emang bener sih aku minta bantuan dia, tapi apa-apaan jadi anjing gini? Mending minta duit daripada jadi…. jangan – jangan gue mau dijual? Disewakan? Diporotin? Dijadiin tinju pas bete sama cewek lain? Dia pangeran, ceweknya juga pasti banyak. Ah gue bodohhhh
"Ino, lo gak pulang?" Tanya yunji si pemilik mata bulat, hidung standar, dan rambut kuning keriting
"Shizuka-san" (nama depan atau marga Ino, san = kak/mbak )
"Kamu ditunggu dia dari tadi…"
"Akuu?" dia menunjuk dirinya sendiri lalu menoleh ke sudut yang dimaksut
_Cepet banget main perannya_ jengkelnya mendekati laki laki tersebut. Yunji didekatnya sedikit ternganga
"Yukiouji-kun, shizuka sudah kesini"
"Makasih ya"
"I-i-ya" pipinya merona mendapat sentuhan manis dari laki laki itu, bahkan dapat senyuman andalannya, yang sepertinya mustahil ino dapatkan
"Trus, apa?" tanya ino
"Dimana-mana kitten itu kalo dipanggil cepet dateng" katanya menarik kedua pipi gadis itu, didepan pintu kelas. "iya-iya"
Lalu mereka pergi menjauhi kelas, melewati kaum-kaum yang seakan siap tempur dengan modal mulut mereka. Tapi keduanya tak peduli itu, bahkan si Ino yang bukan siapa-siapa tak menggubrisnya
**
"Kenapa lo jaga jarak? Lo kena corona? Dih, pake tadi gue udah pegang pipi lo lagi"
"Lo nggak mau porotin gue? Minta bayaran gitu? Lo jadiin cewek nakal Atau gue lo jual? Lo jadiin tinju pelampiasan?"
"Emang gue cowok apa?"
"Trus kenapa tiba-tiba minta ponsel gue? Pake sekarang diotak atik lagi"
"Hei pendek, ya buat tuker nomor lah. Itu udah ada kontak gue" balasnya mengembalikan benda itu
"Trus kenapa kita lewat taman kota? Lu mau tinju gue disini kan"
"Lewat jalan pintas" pungkasnya berakhir di pandangannya ke arah titik tengah taman kota. Ino mengikuti mata itu, mendapati seekor kitten dengan pemiliknya yang sedang dilatih, tapi kabur malah ngedeketin mereka berdua
"Trus kenapa cowok kayak lo mau nerima permintaan bodoh ini?"
"Karena aku menyukai kitten. Mereka lucu, penurut dan setia. Jika tuannya menyuruh untuk menunggu, sekalipun badai salju menerjang ia tak peduli dan terus menunggu" ujarnya mengelus elus kepalanya, persis seperti mengelus si mata bulat
**
Nyatanya tidak semudah itu, memang tidak dijadikan perempuan nakal ataupun dijual. Tapi justru lebih parah, ia menjadikan gadis itu hampir seperti budaknya. Mengambilkan ini dan itu, pergi kesana kemari, beli apa dan apa. Kalau bukan karena kebohongannya hal ini tidak pernah terjadi, itulah yang dipikirkan diri gadis itu. Pikiran kosong dan penyesalan mulai menggerogoti dirinya lebih dalam, sampai akhirnya
BRUKK
Seseorang menabrak Ino yang kala itu sedang melayani pangerannya, kejengkelan gadis itu semakin menjadi
"Kamu pacarnya Kuroo?" Ino tertegun mendengar petanyan itu, "Tau darimana?"
"Banyak yang bilang.".."Jadi ini pekerjaan pacar si penyandang pangeran sekolah itu?" Laki laki itu hanya berdiri memperhatikan lawan bicaranya yang sedang mengambili buku-buku yang sempat terjatuh, sekali kali gadis itu menggelengkan kepala agar pandangannya tidak tertutup oleh helaian rambut bagian depan yang panjangnya tepat semata. "Kenapa kok dikenal dengan sebutan pangeran?" tanya gadis itu mengambil kembali satu persatu buku berserakan di lantai
"Eh, pacarnya gak tau hal begituan?" ledeknya sembari mengambil buku terakhir yang berada dalam jangkauan tangan besarnya itu, lalu mengangkatnya. "Ternyata, pacar si pangeran itu kutu buku ya"
"Mana bukunya" Pinta Ino
"Nggak kesampaian?" katanya tersenyum sinis
"Ah sini, balikin nggak?!" Ino mencoba meraih buku itu yang semakin meninggi
"Masak sih nggak kesampaian?"
"Balikin sini."
"Pacar lo kan tinggi." Ujarnya semakin meninggikannya
"Emang nggak boleh apa sama orang pendek. Lagian 163 itu masih diatas rata-rata! Makanya jangan ledek orang kutu buku. Sini bukunya!" mencoba meraih sekali lagi
"Ambil saja kalo bisa— pungkasnya berhenti saat seseorang dapat meraih benda tinggi itu
"Jadi ini kenapa kamu lama sekali. Seharusnya cowok seperti ini tidak menggangu pacar orang" Matanya menajam, menyorot tegas laki laki didepannya. Bahkan itu bukan sorotan yang biasa dilihat Ino, kini lebih tajam dari itu. Lelaki tampak sedikit gemetar dan sesegera memberikan buku itu kepada ino lalu menjauhi mereka berdua dengan mempercepat langkahnya
"Nih bukunya."
"Lo baca aja, kan kutu buku kata dia"
"Gue emang suka baca buku, tapi tidak sampai kutu buku. Lagian buku ini kan lo yang minta"
"Lo kelamaan, sekarang nggak ada mood lagi buat baca, kembalikan ke perpus."
"HAH!"
**
Sewaktu diperpus ~
"Permisi bu. Saya mau bertanya dimana letak buku-buku ini" Tanyanya memperlihatkan secarik kertas bertuliskan beberapa judul
"Maaf ya nak, ibu tidak hafal. Penjaga perpusnya sedang keluar. Kamu cari sendiri ya"
"Iya bu," guru itu lalu pergi meninggalkan gadis itu sendirian. Ino berbalik badan, meneguk ludah saat menghitung jumlah rak buku diruangan super besar itu. Beruntungnya memang ada penanda jenis-jenis apa yang tersimpan di setiap rak. Tapi masalah gadis itu bukan mencari judul buku yang sudah pasti mudah untuk menemukannya, tapi
_INI TULISAN APA?_ gerutunya sendirian didepan meja penjaga setelah mencoba membaca isi dari secarik kertas itu
(Beberapa saat lalu
-Jangan dibaca sebelum kau tanyakan kepada penjaganya- Kata lelaki itu, karena pikiran Ino dipenuhi oleh penyesalan akan kebohongannya ia hanya mengangguk menurutinya- )
_Pantesan saja guru itu tidak tahu, kalau disini ada penjaga pun tidak menjamin dia bisa membaca tulisan super jelek ini, bahkan lebih jelek dari lettering indah milik dokter. Lelaki macam apa dia ini, katanya pangeran tulisannya begini, mana ada yang bisa baca. Andai semua siswa yang memujanya disekolah tahu akan hal ini, Ya Tuhan_ ino menatap lekat lekat mencoba mengeluarkan 1000% tenaganya untuk menerjemahkan kertas yang lebarnya tak sampai lebih lebar dari telapak tangan mungil itu