Chereads / Agag Age / Chapter 4 - Anggota Keluarga Baru

Chapter 4 - Anggota Keluarga Baru

1 tahun akhirnya berlalu semenjak aku bereinkarnasi ke dunia ini.

Tubuhku pun tampaknya mulai cukup kuat untuk menopang kakiku.

Dan setelah sekian lama menunggu, aku pun akhirnya bisa berdiri dan berjalan dengan tenang.

1 tahun merupakan waktu yang cukup lama, namun tanpa kusadari waktu itu sudah berjalan dengan sangat cepat.

Setelah aku memutuskan untuk mencoba, tidak, melakukan lebih serius dalam hidup. Aku lalu mulai memikirkan mengenai hal yang akan kulakukan selanjutnya.

Melakukan sesuatu tanpa arah tidak akan membuat hasil yang baik.

Kira-kira apa yang manusia butuhkan dalam hidup?

Oh, aku tahu. Cari di internet saja.

Tidak, tunggu, di dunia fantasi mana ada yang namanya internet. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan?

Coba kupikirkan.

Kalau tidak salah, memiliki pasangan itu adalah kebahagiaan terbesar manusia. Tapi, usiaku sekarang ini masihlah anak-anak, jadi mungkin kusingkirkan dulu hal itu.

Yang kedua, uang. Karena diriku juga masih belum bisa menghasilkan uang, kurasa aku pikirkan nanti saja hal ini.

Yang selanjutnya, berolahraga dan aktivitas fisik. Kurasa ini sangat penting, dikarenakan pada kehidupanku yang dulu aku memiliki fisik yang lemah, mungkin aku ingin mengubahnya di kehidupanku yang baru ini.

Dan yang keempat, kebahagiaan. Aku tidak terlalu mengerti tentang yang satu ini, tapi kurasa hari libur saja sudah bisa membuatku bahagia.

Lalu yang terakhir, teman. Teman ya ... di kehidupanku yang dulu, aku tidak terlalu punya banyak teman, bukannya karena aku sok-sokan tidak ingin punya teman, hanya saja, aku jarang keluar rumah. Punya teman-teman itu penting, karena dirimu bisa mendapatkan kebahagiaan yang besar hanya dengan sekedar menghabiskan waktu bersama mereka. Entah kenapa saat memikirkan hal ini, aku merasa jika diriku adalah seorang penyendiri akut.

Berinteraksi dengan seseorang saja bisa membuatmu bahagia. Entah kenapa rasanya aku jadi ingin memiliki seorang saudara.

Memiliki seorang saudara disaat-saat seperti ini mungkin akan enak rasanya, karena aku tidak punya teman untuk bermain.

(Jadi pingin tahu rasanya punya saudara...)

Ya, aku sudah tahu sih.

Pasti enak rasanya jika bermain bersama teman di usia-usia seperti ini, yah mumpung diriku masih anak-anak. Begitulah yang kupikirkan.

Raindall dan Alessia pernah mengatakan sesuatu mengenai ingin mengadopsi anak, dan itu membuatku menjadi sedikit khawatir.

***

Sekitar 1 tahun telah berlalu semenjak aku memikirkannya, yang dimana sudah membuatku berusia 2 tahun sekarang.

Hari-hariku hanya dilalui dengan kebosanan setiap harinya.

"Aku sudah bisa bicara. Kaki dan tanganku pun juga sudah lebih stabil."

Aku hanya duduk di kamarku, dan bersantai sampai akhirnya matahari tenggelam.

Kosakata bahasa yang ada di dunia ini sangat berbeda dengan yang ada pada dunia asalku, mungkin karena itulah aku jadi tidak terlalu suka membaca.

Lagipula hanya terdapat sekitar 6 buku di rumah ini, tetapi setidaknya aku sudah bisa membaca kata-kata dasar.

Meskipun aku sudah hidup selama 1 tahun di rumah ini, tapi aku masih belum benar-benar menulusuri rumah ini.

Tanpa kusadari, diriku pun tertidur saat memikirkannya.

Beberapa jam pun berlalu.

Tiba-tiba saja aku mendengar suara ketukan pintu, dan terbangun dari tidurku.

"Aku masuk."

Raindall pun masuk ke dalam kamar dan menatapku dengan tatapan tegasnya.

Secara reflek aku pun reflek duduk dengan rapi menghadapnya dari kasur.

"A--ada apa, Ayah?"

(Tatapan yang ganas, meskipun dia Ayahku, kenapa tatapannya selalu ganas seperti ini sih?!)

"Ikutlah denganku, Lucio."

"Ba--baik."

Kami lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju kearah pintu depan rumah.

Saat berada di depan pintu, Raindall lalu melirik kearahku dan memperlihatkan sebuah senyuman kecil.

(A--apa maksudnya?)

Aku penasaran dan takut. Apa anak-anak seusiaku memiliki larangan untuk tidak bersantai setiap harinya seperti ini? Yah, itu tentu saja ada sih.

Aku bisa merasakan jika diriku sedang gugup saat ini, aku pun menelan ludah yang ada di dalam mulutku karenanya.

Raindall pun membuka pintu.

Setelah pintu itu terbuka, aku melihat seorang anak berambut hitam dengan ibuku berada di sampingnya.

"Kejutan!"

Ibu meneriakkannya.

"Huuuh...?"

Raindall lalu menyentuh pundakku dan berkata: "Kau terlihat kesepian, jadi ... aku membawakanmu seorang teman baru. Aku pernah mengatakan sesuatu soal ingin mengadopsi anak bukan? Hari ini kau akan memiliki anggota keluarga baru. Ayo, majulah."

Meskipun Raindall kelihatannya tidak terlalu pandai mengasuh anak, tetapi tentu saja mereka tetap peduli padaku.

Aku pun berjalan mendekati anak itu dan berhadapan dengannya.

Aku lalu mengulurkan tanganku untuk berjabat tangan dengannya sembari tersenyum.

"Salam kenal, namaku Lucio."

Anak itu lalu melihat tangan yang kuulurkan padanya.

Ia lalu mengalihkan pandangannya pada Alessia sebentar dan kembali melihatku.

Aku pun kembali mengulurkan tanganku padanya.

Setelah itu ia pun menjabat tanganku dan mengatakan namanya.

"Namaku Haman, salam kenal juga."

"Haman ya? Mulai hari ini kita adalah saudara."

Ia lalu tersenyum, ini mungkin hanya perasaanku saja, tetapi melihat senyumannya entah kenapa terasa sangat menyegarkan.

Raindall lalu merangkul pundak kami berdua dengan santainya.

"Mulai hari ini kita adalah saudara. Keren juga kata-katamu."

Kami semua yang ada di sana pun tertawa bersama setelah Raindall mengatakan itu.

"Syukurlah kamu senang Lucio, ibu awalnya khawatir jika kamu malah membuat respon tidak senang."

Tidak kusangka aku akan memiliki saudara secepat ini.

"Selamat Lucio! Semoga kamu bahagia!"

***

Sudah beberapa bulan berlalu sejak Haman menjadi anggota keluarga kami.

Alessia atau ibuku ragu untuk bisa punya anak lagi, mungkin karena itulah mereka mengadopsi Haman.

Meskipun aku mengharapkan seorang saudara. Namun, bukankah ini terasa terlalu cepat?

Saudara laki-laki. Di kehidupan sebelumnya aku pernah memiliki seorang kakak laki-laki, perasaan saat memiliki saudara, aku sudah pernah merasakannya.

Tetapi, rasanya Haman berbeda. Ia tampak memiliki kesan yang misterius meskipun ia sepertinya tidak bermaksud untuk menyembunyikannya.

"Hei saudara, mau main apa kita hari ini?"

"Benar juga ya. Kita sudah menulusuri semua hal yang ada di rumah ini..."

Pada awalnya, aku merasa sedikit khawatir mengenai Haman karena sepertinya dia adalah tipe anak yang malu-malu. Tetapi, seiring berjalannya waktu, Haman mulai membuka dirinya padaku.

Kami bisa akrab dalam waktu yang cepat, aku sangat tidak menyangka hal itu bisa terjadi karena diriku memiliki jiwa sosial yang rendah di kehidupan sebelumnya.

Kami juga sudah menulusuri seluruh hal yang ada di rumah. Hal yang baru-baru ini kuketahui adalah, ternyata membaca itu lumayan menyenangkan. Awalnya aku tidak menyukainya karena aku belum mengetahuinya, tetapi semenjak Haman datang dan mengajariku, perlahan-lahan aku mulai menyukainya, membaca.

Apa mungkin ini yang dimaksud dengan belajar sambil bermain?

Haman sepertinya merupakan tipe anak yang pendiam, tapi sekali dirinya sudah akrab dengan seseorang, dia akan mudah sekali terbuka pada orang tersebut. Yah, kurang lebih seperti itulah pandanganku pada Haman.

"-- Kalau begitu aku punya saran!"

Oh! Ini pertama kalinya Haman mengajukan sesuatu padaku, padahal setiap kali ada suatu hal terjadi, dirinya selalu menyerahkan semuanya padaku.

Apakah ini yang dimaksud dengan Character Development?

"Saran? Apakah itu?"

"Bagaimana kalau kita main ke luar?"

"Ke luar ya ...?"

Saat memikirkan kehidupan di luar rumah, aku membayangkan sesuatu. Karena diriku di kehidupan sebelumnya tidak terlalu suka keluar rumah, aku jadi sedikit khawatir akan hal itu.

Bermain di luar rumah. Aku sedikit takut.

"Apa kamu tidak mau?"

"Bukannya tidak mau ... aku hanya--"

"Kalau begitu ayolah!"

Haman lalu menarik tangan kananku dan membawaku berjalan untuk pergi keluar rumah.

Haman adalah anak yang baik, saat mereka bilang sesuatu soal ingin mengadopsi anak. Aku awalnya sedikit khawatir akan hal itu.

Tetapi, syukurlah dia adalah anak yang baik, awalnya kukira dia adalah anak yang nakal dan tidak bertanggung jawab, yah ... dia masihlah seorang anak kecil, jadi kurasa itu masih belum akan terjadi.

Aku juga masih berusia sekitar 3 tahun, kurasa tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi.

Oh benar. Berbicara mengenai usia, sebenarnya, berapa usia Haman? Kalau dilihat dari penampilannya, sepertinya ia sedikit lebih muda dariku. Tetapi, ia sudah lancar berbicara sepertiku.

Kalau dipikir-pikir dia bahkan juga sudah pandai membaca.

Hmm ... bikin penasaran saja.

Apa anak-anak di dunia ini cerdas-cerdas semua?

"Kita mau kemana Haman?"

"Entahlah, tapi yang penting kita jalan saja dulu."

Anak-anak benar-benar polos ya ... eh sebentar, aku kan juga anak-anak.

Kami lalu berjalan mengelilingi desa.

Desa ini benar-benar indah.

Aku bisa melihat rerumput-rumputan yang berwarna hijau dimana pun.

Tumbuh-tumbuhannya pun terlihat menyegarkan, benar-benar beruntung sekali aku bisa tumbuh di tempat yang luar biasa seperti ini.

Haman lalu berlari dan meninggalkanku.

"Saudara, ayo cepat! Aku tinggal loh!

(Semangat sekali.)

"Iya sebentar, aku akan menyusul!"

***

(Oh. Aku bisa melihat rumah kami dari sini.)

Dari puncak bukit dimana kami bisa melihat seluruh desa, aku dan Haman lalu duduk menghadap ke arahnya dan melihatnya bersama.

"Ini desa yang indah ya..."

"Ya, kau benar."

Menghirup udara segar yang ada, aku lalu memegang suatu tumbuhan di tangan kananku dan menghirup udara segar yang ada pada tumbuhan tersebut.

Aku bisa merasakan dan melihatnya, daun-daun dan rumput-rumput yang terbang ke udara.

(Rasanya seperti sihir saja.)

Aku akan tumbuh besar di sini nantinya, layaknya anak-anak pada umumnya. Bermain seperti anak-anak pada umumnya, memiliki seorang kekasih dan seorang anak sama seperti Raindall dan Alessia.

Aku juga memiliki seorang saudara yang baik, meskipun tidak terlalu bisa diandalkan.

Ah ... kira-kira bagaimana kehidupanku di masa yang akan datang nanti ya...?

Tumbuh dan hidup di dunia lain itu rasanya memang benar-benar berbeda ya...