"Val, Val, kamu pernah pacaran nggak?"
"Siapa nama pacar pertamamu?"
"Eh, gimana sih rasanya pacaran?"
"Val, penampilanku udah oke kan?"
Angela mencondongkan tubuh ke depan, lalu menelengkan kepala untuk menunggu jawaban Valdy yang tengah menyetir dengan bibir terkatup rapat menahan jengkel. Lelaki itu diam saja.
"Val, menurutmu aku cocok nggak sih sama Roni?"
Hening.
"Padahal Roni keren, cakep, kok bisa ya dia naksir aku? Menurutmu kenapa, Val?"
Hening.
"Lagi sakit gigi, Val? Kok dari tadi diem melulu?"
Hening. Valdy mengertakkan gigi dengan kedongkolan makin berlipat ganda.
"Apa ciuman pertama emang seperti itu rasanya? Enak banget…"
Detik berikutnya Valdy mendadak menginjak rem, membuat Angela memekik saat tubuhnya tersungkur ke depan dengan sukses. Kepalanya menabrak tongkat persneling lalu tersungkur ke kolong jok, sementara kedua kakinya melayang di udara.
"Adudududuhhhh…."
"Dasar bodoh!"
"Tolongin, Val!"
Valdy berdecak dan melingkarkan lengannya di leher Angela, lalu mendorongnya hingga tegak lagi. Sekilas ia melirik ke belakang dan membelalak melihat rok pendek gadis itu lagi-lagi tersingkap, entah sudah keberapa kalinya terjadi di depannya.
"Makanya duduk yang benar. Seatbelt!"
Angela mengusap-usap dahinya, lalu kembali ke kursinya sambil cemberut.
"Kan tadi lagi ngobrol sama kamu!"
"Makanya duduk di depan!"
"Ngobrol satu arah lagi!"
"Aku lagi nyetir, La!"
"Yang nyetir itu tangan, kaki, bukan mulut!" Angela meringis saat tanpa sengaja menekan satu titik di dahinya. "Ngapain sih ngerem mendadak? Depanmu kan kosong! Untung di belakang juga sepi!"
"Ada kucing nyebrang."
"Hiihh…"
"Seatbelt!" Valdy menatapnya dingin dari spion. "Jangan bicara lagi kalo nggak mau telat sampai sekolah."
"Iya, iya, OM!"
Valdy menghembuskan napas panjang dan kembali melajukan mobil dengan kegusaran yang makin menjadi. Apa yang dikatakan gadis itu barusan? Ciuman? Bukannya dia baru saja jadian? Valdy melirik Angela yang tengah bercermin untuk memeriksa dahinya. Tampang sepolos itu ternyata agresif juga, pikirnya heran.
Tanpa bisa dicegah, ingatan akan adegan di ranjang Angela terpampang kembali di benaknya, mengirimkan sensasi panas dan membuatnya tak nyaman. Ia memperbaiki posisi duduknya, berdeham berkali-kali, lalu menyalakan radio untuk menghempas pikiran mesum yang mendadak mampir di kepala.
Shit, pikirnya muak.
Lampu lalu lintas menyala merah dan mobil mereka berhenti di barisan pertama. Baru saja Valdy menikmati lagu yang terputar di radio, mendadak Angela muncul lagi di sebelahnya.
"Val, aku lupa! Kasih tahu dong tempat nongkrong punya keluargamu di sekitaran kota. Aku nggak mau kepergok tante Mirna kalo lagi kencan sama Roni."
"Nanti aku chat."
"Ngomong langsung aja kenapa?" Angela mendelik padanya. Valdy tak menggubrisnya, namun Angela mendekatkan wajahnya, makin membelalak, mencoba mengintimidasinya. "Ayolahhh…"
Fantasinya tadi datang lagi, dengan jarak Angela yang begitu dekat dengan wajahnya. Valdy menempelkan satu telapak tangan di wajah Angela, mengabaikan pekikan protesnya, lalu mendorongnya ke belakang hingga lenyap dari pandangan.
"APA SIH??"
"Aku lagi konsen, La! Nanti aku chat."
"Jangan lupa! Biar ada ide mau kemana nanti sore."
"Jangan kebanyakan pacaran, nanti lupa belajar."
"Ya, Om."
Angela duduk kembali di kursinya dengan tampang tak puas, tak menyadari Valdy yang memijat dahinya di kursi depan, pusing menghadapi pagi yang rusuh dengan gadis itu.
***
"Hai."
Angela tersentak saat suara lembut itu mampir di telinganya. Ia menghentikan langkahnya di koridor yang ramai, lalu menoleh, mendapati Roni membungkuk ke arahnya dan tersenyum. Angela mendadak merasakan pipinya memanas dan seulas senyum muncul di bibirnya.
"Jangan ngagetin dong." Ia tersipu, tambah malu lagi saat Roni merangkul bahunya dan menggiringnya ke arah kelas mereka. Orang-orang yang mereka lewati di koridor memandang mereka dengan penasaran. "Ron, semua orang ngeliatin kita."
"Cuek aja!"
"Kalo ketahuan kita jadian gimana?"
"Lho? Memang kenapa? Lebih bagus lagi kalo semua orang tahu."
"Ya sih. Tapi jangan gembar-gembor dulu deh. Belum siap sama dampaknya." Angela melirik ke arah beberapa siswi junior yang mereka lewati, yang terang-terangan menatapnya dengan sinis. "Fans-mu yang halu itu nanti…"
"Angela. Berhenti cemas." Roni mengeratkan rangkulannya, membuat kedua kaki Angela lemas seketika dan bibirnya entah kenapa mengingat kembali sensasi ciuman Roni sebelumnya. "Sudah ada aku, yang nggak akan membiarkan kamu digangguin lagi."
"Oke."
Entah siapa yang memulai, mendadak dalam hitungan jam, gosip mengenai 'apakah-roni-dan-angela-12IPA2-udah-jadian?' menjadi trending di grup chat sekolah lintas angkatan. Semua mata di kelas tertuju pada Angela dan Roni yang duduk berdua di bangku paling belakang. Angela yang gugup dengan begitu banyaknya atensi yang tertuju padanya, secara langsung ataupun di dunia maya. Dan Roni yang tampak santai, dan terlihat jelas sedang dimabuk cinta tiap kali memandang gadis di sebelahnya.
"Lo berdua serius jadian?" tanya Andrei tak percaya. Ada Agatha juga yang tengah mengapelinya di jam istirahat kedua. Ada kilatan benci yang tampak di wajah Agatha saat memandang Angela.
Angela memandang dua sejoli itu dengan jemu. Ia menyipitkan mata pada Andrei yang terlihat gusar, lalu memandang Roni, menyadari satu cara termudah melenyapkan cinta pertamanya adalah dengan menemukan cinta baru yang jauh lebih keren.
"Mau apa lo, Rei? Tampang lo nggak usah galak gitu." Roni menegurnya.
"Gue nanya, Ron!"
Tak hanya Andrei dan Agatha yang menunggu jawaban, tapi seisi kelas yang sebagian besar menghabiskan waktu istirahat di dalam kelas. Suasana hening.
"Menurut kalian gimana?" Roni balik bertanya, membuat desisan jengkel terdengar dari berbagai sudut.
"Lo jawab aja kenapa sih?" Suara cempreng Karina memecah keheningan. "Malu ya jadian sama cewek cupu model begitu? Makanya nggak mau ngaku!"
"Cupu? Oh, ya. Nggak kayak lo, Rin. Yang ke sekolah aja pake make up lengkap, kayak mau kondangan." Roni membalasnya telak, membuat wajah Karina merah padam seketika. Beberapa orang terkikik.
"Apa sih bagusnya dia dibanding gue?"
"Cieee… Yang gagal move on!"
"Yang ditolak berkali-kali, masih ngarep dilirik."
Suara kikik makin ramai terdengar. Angela menghela napas, muak sekali dengan situasi semacam ini, apalagi melibatkan Karina. Belum lagi kehadiran Agatha yang akan mengadukan semua tentang Angela pada ibu tirinya, lalu menggerecoki lagi kehidupannya, mencoba mengadu domba Angela dengan orangtuanya. Selama ini selalu gagal, tapi karena itulah mereka tak pernah berhenti mencoba.
"Enak aja gagal move on! Gue sudah pedekate sama Pak Valdy. Tolong ya! Dan dia juga terang-terangan suka sama gue." Karina menatap Angela dengan angkuh. "Tunggu aja ya. Gue bakal jadian sama Pak Valdy. Yang jauh lebih sempurna daripada Roni!"
Roni bertepuk tangan keras-keras, terlihat bersusah payah menahan tawanya.
"Salut gue, Rin!" Roni mengacungkan dua jempol padanya. "Tapi terima kasih. Berkat lo, perasaan gue selama ini ke Angela tersampaikan juga. Ya, gue udah jadian sama Angela." Semua ternganga mendengar ucapan Roni. Andrei tampak seperti baru saja menghantam pintu, dan menatap Angela dengan sengit. "Mana tepuk tangannya?"
Suara tepuk tangan riuh menggelegar di kelas. Roni berdiri dan membungkuk dengan gaya ksatria. Angela tersenyum melihat tingkahnya, dan terheran-heran saat lelaki itu meraih tangannya dan mengecupnya di depan mata semua orang.
"Cieeeeeeee…"
"Rekam! Rekam!"
"Congrats yaaa!"
"Cinlok! Cinlok!"
Angela melempar pandang sinis pada Agatha yang hanya mematung, lalu pada Andrei. Ia tak mengerti. Ada apa sih dengan sahabatnya itu??Cemburu? Kalau Andrei memang ada rasa padanya kenapa tak sejak dulu menyatakannya? Dia malah jadian dengan orang yang jelas-jelas dibenci Angela. Mana tahan berdekatan lagi dengannya jika situasinya begitu?
"Kata siapa gue cinlok? Ngarang!"
"Nah, trus kenapa baru sekarang nembak Angela? Karena dia jadi hot yaaa?"
"Karena terlalu banyak orang yang jadi penghalang buat pedekate sama dia. Puas??"
Angela meraih tangan Roni, lalu menggeleng padanya, memintanya berhenti saja. Roni melirik Andrei dengan jengkel, lalu melempar senyum sinis pada Karina. Roni duduk kembali di kursinya dan menghela napas panjang.
"Apa, Rei?" sentaknya saat menyadari Andrei yang masih menatapnya dengan menantang. "Lo nggak rela gue akhirnya ngambil cinta pertama lo?"
Agatha menghentakkan kaki dengan gusar saat mendengar ucapan Roni, lalu berbalik pergi meninggalkan ruangan. Andrei memaki pelan dan berbalik untuk menyusulnya.
"Cih! Drama banget. Senin drama." Wawan menggeleng heran. Ia menoyor kepala Roni. "Inget traktiran. Jasa gue banyak disini. Butuh bayaran. Nggak cukup 'terima kasih' doang!"
"Pamrih amat lo, Wan!"
Sementara dua lelaki di sebelahnya berdebat, Angela memandang pop up pesan yang bermunculan di layar ponselnya, membuatnya pusing seketika. Mungkin beginilah resiko jadian dengan seleb sekolah, pikirnya saat melihat kata makian yang ramai bermunculan. Slogan hidupnya kini berubah menjadi 'petaka dalam nikmat'. Tetapi semasih ada manis-manisnya, rasanya masih bisa membuatnya bertahan.
"HOIII… Ada berita heboh!" Reza berlari masuk ke kelas dengan wajah memerah dan napas yang hampir habis. Semua memberondongnya dengan pertanyaan.
"Apaan?"
"Apa, Za?"
"Anak kelas 10, di lapangan…" Reza terengah, tatapannya lalu menemukan Roni, membuat semua mata tertuju pada Roni. "Nembak lo! Buruan lihat!"
"APAAA??"
Angela ternganga keheranan seperti semua teman sekelasnya.
"Histeris gara-gara berita jadian lo berdua. Lagi di lapangan sekarang!"
Angela menatap Roni dengan panik, sementara Roni hanya mendesah gusar.
Duh, bencana!
***