Drrrtt.. Drrtt.. Drrttt..
Arata yang sedang berjalan bersisian dengan Satoru menapaki trotoar merasakan getaran ponsel di dalam saku celananya memilih untuk berhenti melangkah untuk melihat siapa yang sedang menghubunginya saat ini.
Satoru yang menyadari Arata menghentikan langkahnya pun melayangkan sorot mata bingung.
Arata memberikan isarat pada Satoru untuk menunggu saat dirinya sudah mengangkat sambungan telepon.
Satoru mau tidak mau dirinya harus menunggu sampai Arata mengakhiri sambungan telepon. Sambil menunggu Arata yang masih berbicara entah dengan siapa, dirinya memilih untuk bersandar pada dinding salah satu toko sambil menatap Arata yang masih fokus berbicara dengan sambungan telepon.
Merasa bosan menunggu Arata yang masih sibuk mengangkat telepon, Satoru memilih untuk menyalakan rokok yang dirinya bawa.
Dihisapnya dalam-dalam rokok yang berada di bibirnya dengan sorot mata yang mengarah keramaian jalan raya dihadapannya tanpa menyadari jika Arata sudah selesai mengangkat teleponnya.
"Hei, sudah ku bilang berapa kali untuk tidak merokok terlalu sering." Ujar Arata merebut batang rokok yang masih berada di bibir Satoru.
Satoru yang rokoknya diambil oleh Arata hanya mendengus geli lalu mengulurkan tangannya untuk melingkari pundak Arata.
"Ayolah, kamu sendiri tahu jika aku tidak bisa berjauhan dengan zat nikotin sejak kita masih berada di sekolah menengah atas." Balas Satoru yang ingin mengambil kembali batang rokok miliknya, namun dengan cepat Arata langsung menjatuhkan rokok tersebut dan menginjaknya.
"Ya ya ya dan aku harus selalu mengingatkan mu jika merokok itu sangatlah tidak baik untuk kesehatan mu." Ujar Arata yang di balas dengan dengusan oleh Satoru.
"Aku tidak pernah meminta mu untuk terus mengingatku."
Arata menggelengkan kepalanya pelan. Memilih mengalah kepada Satoru. Karena jika dirinya tidak mengalah dan terus mengikuti apa yang dikatakan oleh Satoru, maka yang ada mereka akan bertengkar hanya karena permasalahan sepele.
Suasana hening kini mengudara diantara mereka yang sudah kembali melangkahkan kaki menyusuri trotoar jalan.
Satoru yang melihat Arata diam tidak membalas ejekanya pun melirikan matanya kearah pria itu sambill berdecak sebal.
"Tsk, kau tahu bukan jika kau sama sekali tidak menyukasi suasana canggung diantara kita berdua?"
Arat yang mendengar decakan Satoru pun kini balas melirikan matanya kepada pria itu.
"Ya, tapi saat ini aku sedang malas untuk berdebat dengan dirimu. Maka dari itu aku lebih memilih untuk diam saja." Ucap Arata sambil mengangkat kedua bahunya acuh.
Sotaru yang melihat Arata mengangkat kedua bahunya acuh pun kembali berdecak. Jika Arata sudah seperti ini, maka dirinya lah yang harus mencari topik pembicaraan agar suasana diantara mereka berdua tidak canggung lagi seperti saat ini.
"Hei, apa yang akan kau lakukan dengan kegiatan karyawisata Chi-chan? Bukan kah kau tidak bisa ikut menemaninya?" Tanya Satoru yang di balas dengan deham pelan oleh Arata.
Arata memilih terdiam sesaat memikirkan rencana yang belum dirinya temukan untuk mencari siapa yang dapat menggantikan dirinya menemani gadis kecil itu melakukan karyawisata.
Sebenarnya dirinya tidak perlu repot-repot mencari wali pengganti untuk menemani keponakan nya itu jika saja kedua orang tua gadis itu tidak tengah sibuk dengan bisnis mereka dan dirinya pun juga sama sudah memiliki janji penting yang tidak dapat di lewatkan.
"Hmm, mungkin aku akan bertanya pada salah satu dari kalian siapa yang memiliki waktu luang untuk menemi Chichan karyawisata." Ujar Arata sambil menghela nafas panjang.
Satoru yang mendengar perkataan Arata pun menaikan sebelah alisnya heran. "Kau yakin Chichan tidak akan keberatan? Dan juga jika kau bertanya pada salah satu dari kami nanti café akan kekurangan pegawai bukan pada hari itu?"
Arata kembali terdiam ditempatnya setelah mendengar perkataan Satoru. Lalu tidak lama kemudia Arata mengulurkan sebelah tangannya untuk mengacak-acak rambutnya sedikit frustasi.
"Ahh, Sudah! Aku sama sekali tidak perduli jika Chichan tidak ingin berbicara lagi kepadaku karena aku tidak bisa menemaninya. Tapi yang sangat tidak aku bisa tahan adalah ceramahan dari Neechan dan juga Okasan."
Sotaru yang melihat Arata begitu frustasi pun terkekeh geli. Sangat jarang sekali dirinya melihat Arata yang sedang frustasi seperti saat ini.
Arata yang mendengar suara kekehan Sotaru pun langsung menyipitkan kedua matanya dan melayangkan tatapan tajam kepada pria itu.
"Hei, kau! Dari pada kau hanya bisa mnengejek ku, lebih kau juga bantu aku untuk mencari solusi dari permasalahan ini." Gertak Arata yang sama sekali tidak berpengaruh kepada Sotaru yang masih terkekeh.
"Aku? Kau ingin meminta pendapat dari ku?" Tanya Sotaru sambil menujuk dirinya sendiri.
"Hahaha kau pasti tidak akan mau menerima pendapat dari ku." Lanjut Sotaru sambil terkekeh sinis.
Arata menaikan sebelah alisnya. "Hei, kau saja belum menyampaikan apa pendapat mu. Bagaimana mungkin bisa kau langsung menyimpulkan jika aku tidak akan menerima saran dari mu?"
Helaan nafas panjang Sotaru hembuskan. "Baiklah baiklah, aku akan mengatakan pendapat ku."
Arata menganggukan kepalanya pelan dan memilih tetap diam untuk mendengarkan perkataan yang akan di katakan oleh Sotaru.
Soatru yang melihat Arata terdiam ditempatnya dengan tatapan kedua mata yang mengisyaratkan tengah menunggu perkataannya pun mau tidak mau menyerukan pendapat yang dirinya punya.
"Aku menyarankan dirimu meminta Naoki untuk menganggtikan dirimu menjadi wali Chichan saat karyawisata nanti."
Sebelah alis Arata terangkat keatas setela mendengar pendapat yang diberikan oleh Satoru.
Sotaru yang melihat Arata menaikan sebelah alisnya pun langsung mengacungkan jari telunjuknya tepat dihadapan wajah Arata.
"Lihat! Lihat reaksi wajah mu itu! Sudah ku duga jika kau pasti tidak akan merima saran yang ku berikan!"
Arata yang ditunjuk oleh Sotaru langsung menepis tangan pria itu.
"Hei, hei, aku memasang ekspresi seperti ini karena aku sama sekali tidak terpikirkan ide ini. Bukan karena aku tidak ingin mendengar ide dari dirimu." Ujar Arata menatap Satoru jengkel.
Saat ini gantian Satoru yang menatap Arata dengan sebelah alis yang terangkat keatas. "Kau sama sekali tidak terpikirkan hal mudah seperti ini?"
Dengan santainya Arata menggelengkan kepala. "Ya, aku sama sekali tidak terpikirkan dengan rencana ini."
Satoru menggelengkan kepalanya dramatis. "Bagaimana bisa kau tidak terpikirkan untuk meminta Naoki menjadi wali Chichan saat karyawisata nanti?"
"Aku tidak terpikirkan hal itu karena Naoki adalah karyawan baru di kafe kita. Jadi menurut ku dia mungkin akan menolaknya, karena sejak awal jobdesc dirinya adalah bekerja di kafe ini bukan untuk mengurus hal-hal terkait Chihan seperti kalian semua."
Satoru membulatkan kedua matanya mendengar perkataan Arata. "Apa?? Jadi kau tidak memasukan jobdes mengurus hal-hal yang berkaitan dengan Chichan pada jobdesc milik Naoki??"
Dengan santainya Arata menganggukan kepalanya. "Itu karena Naoki masihlah seorang mahasiswa, jadi aku tidak ingin mengganggu pendidikannya dilain sisi aku memperkerjakannya karena aku ingin membantunya."
Sartoru hanya bisa menggelengkan kepalanya lagi mendengar penjelasan yang diberikan oleh Arata.
"Baiklah kalau begitu. Besok kau harus membicarakan ini kepada Naoki. Menurutku dia pasti tidak akan merasa keberatan jika yang menyurhnya adalah dirimu yang merupakan bos nya." Ujar Satoru sambil berjalan berlalu meninggalkan Arata yang masih terdiam di tempatnya.
"Yah, semoga saja Naoki-kun tidak merasa keberatan."