"Aku akan menepati ucapanku, dan sekarang kau jangan memasang wajah masam itu, Arumi. Aku tidak nyaman melihatnya!" ujar Wijaya.
"Aku, masih terauma, Paman! Aku takut kau akan melakukan hal yang sama kepadaku," ujar Arumi, "masih teringat betul bagiamna kau menghabisi keluargaku!" ucap Arumi.
"Sudah, kubilang aku tidak akan mengulanginya. Kau harus percaya kepadaku. Lewat putra-putri kita, sehingga kita bisa berdamai, kalau kau terus curiga kepadaku, sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa berdamai! Kau tidal kasihan dengan Mesya, dan Satria?" pungkas Wijaya.
"Baiklah, Paman," Arumi menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, cobalah tersenyum kepadaku, Arumi," pinta Wijaya.
Arumi pun memaksakan bibirnya untuk tersenyum.
'Senyuman yang kupaksakan ini adalah senyuman yang akan menuntunmu menuju ajal, Paman. Tunggu ... sebentar lagi saat-saat terakhirmu akan tiba,' bicara Arumi di dalam hati.