"Ada apa dengan, Kak Salsa? Kenapa dia terlihat ketakutan?" tukas Mesya yang tampak bingung.
Samar dia mendengar seperti ada perkelahian di taman belakang sekolah itu.
Mesya penasaran lalu segera melihatnya.
"Asataga! Kak Arthur! Kak David! Kenapa kalian berkelahi lagi?!" teriak Mesya seraya berlari menghampiri kedua kakanya.
Lagi-lagi kedua kakak lelakinya bertengkar. Mereka berdua selalu tak pernah akur.
Arthur terkekeh melihat kehadiran Mesya, sementara David memilih untuk pergi meninggalkan mereka berdua.
"Ini yang kau inginkan, bukan?!" ketus David seraya melirik Arthur.
"Kak Arthur, kenapa Kaka, hobi sekali mengganggunya! Padahal, Kak David sudah sering sekali membuat Kak Arthur, terluka!" Mesya memeriksa seluruh wajah Arthur, takut kalau ada yang terluka lagi.
Arthur menepis perlahan tangan Mesya.
"Aku tidak apa-apa, Mesya, kau jangan khawatir, Adik Cantik, perkelahian sesama anak lelaki itu hal yang wajar," ujar Arthur.
Huft... Mesya menggelengkan kepalanya disertai dengan dengusan berat.
"Meski sesama lelaki, tetap saja kalian tidak boleh berkelahi, karna kalian itu saudara!"
"Yah, aku tahu kami itu memang bersaudara, tapi David sepertinya tidak menyukai persaudaraan kami,"
"Maksudnya apa?" Mesya begitu penasaran dengan ucapan Arthur itu.
"Yah, kalau dia memang menganggapku sebagai saudara harusnya dia satu pemikiran dengan ku, dan tentunya dia juga berperilaku sebagai seorang Davies sesungguhnya, layaknya diriku, tidak seperti ini. Pecundang!"
Mesya masih tak tahu dengan apa yang dimaksud oleh Arthur.
Selama ini dia pura-pura menutup mata atas segala rahasia keluarganya.
Tapi mau bagaimanapun juga, Mesya juga harus tahu semuanya.
Dia adalah anggota keluarga Davies, bahkan namanya juga sudah tertera di dalam kartu keluarga. Lalu mengapa semua anggota keluarganya merahasiakan sesuatu darinya?
Dia tidak pernah bertanya karna dia merasa takut. Takut mereka tersinggung, dan takut akan mendengar hal yang benar-benar kelam dalam keluarganya.
Padahal keingintahuan itu begitu menggebu-gebu dalam dada Mesya. Dan hari ini dia harus bertanya!
"Kak Arthur, apa aku boleh bertanya akan sesuatu hal?" tanya Mesya dengan suara sedikit gemetar.
"Kau ingin bertanya tentang apa?" Arthur berbalik tanya kepada Mesya.
"Entalah, aku tidak yakin pertanyaanku ini boleh atau tidak. Aku takut ...." Mesya menundukkan kepalanya dan matanya mulai berkaca.
"Kalau memang tidak yakin untuk bertanya maka sebaiknya tidak usah bertanya, Mesya, " tukas Arthur, suaranya terdengar begitu berbeda.
Tidak seperti Arthur biasanya. Kali ini suaranya terdengar begitu tegas, seperti mengisyaratkan seakan jangan bertanya.
Mesya takut melihat sorot mata Arthur. Sorot matanya mirip dengan sorot mata Arumi dan Charles.
Begitu aneh, seram dan penuh kepalsuan.
Mereka yang sudah berlaku baik kepadanya, berbeda dengan David, yang selalu terang-terangan menunjukkan sikap kasarnya kepada Mesya.
Tapi entah mengapa Mesya merasa jika mereka bertiga tidak sungguh-sungguh baik seperti kelihatannya.
Yah mereka penuh kepalsuan, mereka penuh dengan misteri.
"Apa yang kalian inginkan dariku?" tanya Mesya dengan tegas.
Arthur sedikit tersentak mendengarnya.
Mesya tidak pernah setegas ini. Terlihat sekali jika sedang memaksakan diri.
Arthur langsung berdiri lalu mendekat kearah Mesya.
Tatapannya begitu tajam, seperti seekor harimau.
Mesya mulai ketakutan, dia menyesal sudah memaksakan diri pura-pura berani.
Sesungguhnya dia takut, hanya saja dia merasa tidak adil karna telah diperlakukan seperti ini.
"Apa kau sudah mulai bosan hidup?" tanya Arthur, nadanya begitu datar namun menakutkan.
Jantung Mesya berdetak kencang. Lalu Arthur mengangkat tangan kanannya, seperti akan memukul Mesya.
Mesya reflek dan memejamkan matanya sambil menoleh kesamping untuk menghindar.
Namun hal yang tak terduga, ternyata Arthur mengelus malah wajah Mesya.
"Adik Cantik, jangan berpikiran yang tidak-tidak ya. Kami itu keluargamu, kami sangat menyayangimu, dan yang perlu kau tahu jika tak ada sedikit pun rahasia yang kami sembunyikan darimu," tutur Arthur dengan lembut. Suaranya benar-benar sangat manis, layaknya seorang kaka yang sangat menyayangi adiknya.
Mesya bernafas lega mendengarnya, itu artinya Arthur tidak akan melakukan suatu hal buruk kepadanya.
Tapi rasa penasaran kembali menggelayuti pikirannya. Dia masih belum juga mendapatkan jawaban tentang rahasia keluarga angkatnya.
Tapi yasudah lah, Mesya tak peduli lagi, yang terpenting mereka semua menyayanginya.
Perkara apa tujuan utama mereka terhadapnya adalah urusan belakang.
Mesya hanya ingin hidup tenang.
"Mesya, Kak Arthur, pergi dulu ya, kalau ada yang berani mengganggumu bilang saja," tukas Arthur. "Sebagai, Kaka yang baik, aku akan selalu melindungi mu, walau apa pun yang terjadi," bisiknya.
Tak sepatah kata yang keluar dari mulut Mesya, hanya butiran bening yang mulai menetes.
Arthur tak melihat tangis itu, Mesya masih menduduk, sementara dia sudah pergi menjauh.
Tak lama Marry, datang menghampiri Mesya.
"Mesya, apa kau baik-baik saja?" tanya Marry.
Mesya langsung mengangkat wajahnya
"Ka-kak, Marry?"
"Aku tak sengaja lewat dan melihatmu yang tengah bersama Arthur,"
"Kak Marry, melihat apa saja?"
"Semuanya, bahkan tak sengaja aku mendengar pembicaraan kalian, maafkan aku ya?" Marry tampak merasa bersalah.
Mesya mengangguk, "Iya, Kak. Tidak apa-apa, hanya lain kali lebih hati-hati saja. Jangan sampai ada yang mengetahui kalau Kak Marry, mengintip kami,"
"Tenang, keadaannya begitu sepi," ujar Marry.
Lalu Mereka menyodorkan sapu tangan untuk Mesya.
"Terima kasih, Kak," tukas Mesya.
"Pasti berat bagimu ya?" tanya Marry.
Huftt... Mesya mendengus berat, namun tak sepatah kata pun yang terlontar dari dalam mulutnya.
"Arthur, memang aneh, sikapnya bisa berubah dalam hitungan detik. Bahkan aku tahu tatapan mematikan dari kedua bola matanya sebelum dia mengusap wajahmu," tutur Marry. Seketika Mesya membulatkan pandangannya terhadap Marry.
"Kak Marry, juga memperhatikan hal itu?"
"Tentu saja, bahkan aku juga yakin kalah tadi Arthur hendak memukulmu, tapi entah mengapa kemarahannya bisa berubah dengan sikap semanis itu. Kau itu berpikir tidak? Kalau dia itu terlalu aneh?" Marry kembali melirik Mesya.
"Yah tentu saja aku sangat merasa aneh, bahkan aku sudah tidak kaget lagi dengan hal seperti itu. Mereka sudah sering berlaku seperti itu terhadapku. Selalu berubah ekspresi dalam sekejap mata. Kecuali, Kak David,"
"David?"
Mesya mengangguk. "Iya, hanya dia yang selalu terang-terangan berbuat kasar kepadaku, dia tak pernah memasang topeng baik kepadaku, justru aku merasa malah sebaliknya."
"Maksudnya apa, Mesya? Sebaliknya bagaimana?"
"Sebaliknya, Kak David, hanya berpura-pura jahat kepadaku, dan sebenarnya dia itu baik. Entalah aku juga masih tak yakin akan hal itu.
To be continued