Seretan dari seseorang yang menarik tubuhnya mulai berhenti.
Dan perlahan kantung keresek yang menutupi wajahnya di buka.
"Huaaah! Siapa kalian!?" teriak Lula dengan nafas tersengal-sengal.
Arthur membuka topeng yang menutupi wajahnya.
Begitu pula dengan David.
"Ka-kalian ...?" Lula tampak sangat kebingungan karna melihat ternyata orang yang telah menyeretnya tadi adalah anak muridnya sendiri.
"Kenapa kalian melakukan ini kepadaku?!" tanya Lula.
David tak bergeming sama sekali dia hanya menatap wajah sang Kepala sekolah itu dengan tajam.
Sedangkan Arthur malah tersenyum dengan ciri khasnya yang selengean.
"Bu Kepala Sekolah, kami membawa Anda kemari karna ingin membalas dendam lo," ucap Arthur.
"Hah?! Balas dendam soal apa?!" tanya balik Lula.
"Balas dendam soal kejahatan Anda terhadap putri kami," sahut Charles yang baru saja muncul diantara mereka semua.
"Pak Charles Davies?!" ucap Lula yang kaget. "Anda, juga datang kemari?!" tanya Lula lagi.
"Tentu saja saya datang kemari, karna Anda sudah berbuat jahat kepada putri tercinta kami!" sahut Charles.
"Berbuat jahat?! Berbuat jahat apa?!"
Charles mendekat kearah Lula dan mencekik leher wanita paruh bayah itu.
"Anda itu pura-pura polos ya?" ucap Charles dengan senyuman tipis.
"Tapi keluarga kami ini sama sekali tak menerima kepalsuan dalam bentuk apa pun!" imbuh Charles dengan nada tinggi.
"Katakan saja, Bu Kepala Sekolah! Sebenarnya apa yang membuat Anda benci kepada, Adik Cantikku?!" tanya Arthur dan di tangan Arthur sudah memegang sebilah pisau.
"Sa-saya ... saya tidak membenci putri Anda! Bagaimana bisa Anda menuduh saya seperti itu, Bapak Charles?" tanya Lula yang seakan-akan dia benar-benar tidak melakukan apa yang tuduhkan oleh keluarga Davies.
Charles mulai geram dengan pengakuan dari Lula.
Dia semakin memperkencang cekikan itu.
Lula tampak kesulitan untuk bernafas bahkan wajahnya sampai terlihat pucat.
"Hanya sebuah cekikan dengan tangan kosong saja Anda sudah hampir sekarat. Bagaimana jika kami menyiksanya dengan alat?" tanya Charles.
"Pa-pak! To-lo-ng ... jangan saki-ti, sa-ya!" ujar Lula dengan suara yang terbata-bata dan tidak jelas.
Dengan senyuman tipis dan raut wajah aneh, Charles melepaskan pegangan tangannya dari leher Lula.
"Huaaaah ...!" Lula tampak bernafas lega, namun tepat di saat itu David menebas leher Lula.
CROK!
Seketika kepala wanita itu melayang ke udara dan darah menyembur lalu mengotori wajah Charles.
"Maaf, Ayah," ucap David.
"Haha! Tidak apa-apa, Ayah suka darah!" sahutnya Charles.
Mereka memotong-motong tubuh Lula hingga menjadi beberapa bagian dan mengambil beberapa daging yang mereka perlukan lalu meninggalkan kepala dan tulang belulangnya begitu saja.
***
Esok harinya, semua sudah bersiap di atas meja makan.
Semua sudah tersusun rapi, menu sarapan hari ini seperti biasanya, selalu tersusun mewah dan lebih mirip dengan menu makan siang. Karna semua di dominasi aneka olahan daging yang sangat menggoda, dan bahkan tampilan makanan yang di masak sendiri oleh Arumi ini melebihi makanan di restoran mewah.
Sangat rapi, cantik, dan terlihat menawan.
"Ayo semuanya, makanan pagi ini harus dihabiskan lo!" ucap Arumi seraya tersenyum.
"Wah, Ibu, memang yang terbaik! Selalu saja membuatkan makanan yang lezat untuk kami!" tukas Arthur dengan gaya ciri khasnya.
"Terima kasih, Sayang, atas pujiannya," jawab Arumi.
"Istriku ini memang sangat sempurna, sangat cantik, pintar memasak, dan pastinya aku adalah pria beruntung karna sudah mendapatkan wanita seperti mu," puji Charles.
"Lagi-lagi, Suamiku ini selalu memberikan pujian yang sama setiap hari. Tapi entah mengapa aku tidak pernah bosan mendengar gombalan itu," tutur Arumi li dengan senyuman manis.
"Ini bukan gombalan, Sayang. Tapi kenyataan, aku selalu bicara apa adanya," ucap Charles lagi.
Mereka berdua memang salalu terlihat kompak dan harmonis.
Arthur, Arumi dan Charles terlihat sangat hangat, mereka saling mengobrol satu sama lain.
Tapi David dan Mesya hanya terdiam saja.
David memang terkenal sangat pendiam di rumah ini. Sedangkan Mesya adalah si gadis penurut yang juga tidak terlalu suka banyak bicara.
Bukannya dia tak mau mengobrol dengan yang lainnya, hanya saja dia tidak ingin salah bicara.
Mesya merasa para keluarganya tidak satu frekuensi dengan dirinya.
Oleh karna itu, Mesya selalu berusaha bersikap baik dan berbicara seperlunya. Dia lebih nyaman mengobrol dengan Romi atau Zahra.
Karna mereka memiliki pemikiran yang sama dengannya, kalau dengan keluarga angkatnya, seakan dia hanya sendiri saja.
Seperti manusia yang terjebak di planet asing.
Tidak bisa membaur sepenuhnya.
"Mesya, kenapa hanya diam saja?" tanya Arumi.
"Ah, Mesya, sedang mendengarkan obrolan kalian kok," ucap Mesya.
"Piring kamu masih kosong lo, biar, Ibu yang ambilkan ya?" tanya Arumi.
"Ah, jangan, Bu! Mesya bisa ambil sendiri kok." Jawab Mesya.
Lalu dengan segera gadis itu mengambil makannya dan menaruhnya ke dalam piring.
Dan setelah itu Mesya memakannya dengan lahap, karna dia tidak mau terlihat aneh dan berbeda di hadapan keluarga angkatnya itu.
Dia bosan selalu diambilkan makanan oleh sang ibu. Jika Arumi yang mengambilkannya, pasti Mesya di beri porsi yang lebih banyak, dan didominasi dengan daging ketimbang yang lainnya.
Mesya sudah selesai makan duluan, sedangkan yang lainnya, masih asyik menyantap makanannya masing-masing.
"Wah, Adik Cantik, tumben makannya cepat sekali?" tanya Arthur.
"Ah, iya, Kak. Mesya sedang lapar hari ini!" jawab Mesya penuh semangat.
"Kalau begitu, tambah lagi dong," ujar Arumi.
"Tidak, Bu, Mesya sudah kenyang" jawab Mesya.
David terus memandangi Mesya, karna ini terlihat sangat aneh, tak biasanya Mesya seperti ini.
Biasanya Mesya selalu makan dengan pelan dan selalu selesai paling terakhir.
Setelah selesai sarapan, Charles mulai mengantarkan anak-anaknya ke sekolah.
Dan ketika baru saja memasuki gerbang sekolah, tiba-tiba suasana sekolah itu sangat heboh dan banyak terdengar isak tangis terutama dari para Guru-guru.
Mesya tampak keheranan, dan gadis itu berjalan dengan wajah yang terlihat sangat penasaran.
David dan Arthur sudah pergi ke kelas mereka masing-masing.
Sedangkan Mesya berjalan gontai menuju kelasnya.
Dan di saat itu Romi menghampiri Mesya.
"Hai, Mesya!" panggil Romi.
"Eh, Romi, ada apa?"
"Kamu sudah tahu belum?"
"Tahu apa?"
"Tahu berita tentang kematian, Bu Lula!"
"Bu Lula!" Mesya tampak kaget.
"Bagaimana bisa?! Dan beliau meninggal karna apa?!" tanya Mesya.
"Bu Lula meninggal karna dibunuh, kasusnya mirip dengan kematian Juwita, hanya di sisakan tulang belulang dan juga kepala!" jelas Romi.
"Apa?!" Seketika wajah Mesya menjadi memerah dan perutnya terasa mual serta kepalanya juga pusing.
Ummp... Hoek! Hoek!
Mesya langsung berlari dengan sekuat tenaga.
"Mesya! Kamu mau kemana?!" tanya Romi.
To be continued