Chereads / Anak Angkat / Chapter 18 - Pisau Karter

Chapter 18 - Pisau Karter

"Hai, Adik Cantik, tumben sendiri aja?" tanya Arthur yang tiba-tiba muncul di hadapan Mesya.

"Eh, Kak Arthur,"

"Dimana  si Kaca Mata Tebal, itu?"

"Maksud, Kak Arthur, Romi?"

"Iya siapa lagi?"

"Ah, entalah sepertinya dia belum masuk," jawab Mesya.

"Baiklah, kamu hati-hati di sini ya, Kaka mau ke sana dulu," Arthur menunjuk ke arah meja yang sudah ada Riko dan Rio tengah duduk menunggunya.

"Ah ... iya, Kak, silakan,"  jawab Mesya.

"Kalau ada siapapun yang mengganggumu, bilang dengan Kaka, jangan sungkan," bisik Arthur di telinga Mesya.

"I-iya, Kak," jawab Mesya terbata.

Tentu saja meski berkata 'iya' Mesya tidak akan mau mengadu kepada Arthur meski dia di ganggu sekalipun, dia tidak ingin terjadi hal buruk atau mala petaka terhadap orang lain.

Meski Arthur terlihat sangat baik dan ramah kepadanya, tapi entah menagapa terkadang Mesya merasa jika Arthur itu sangat aneh dan menyeramkan.

Hampir sama dengan David, tapi bedanya sikap ramah Arthur membuatnya sedikit merasa nyaman. Ketimbang bersama David.

Entalah ... sebenarnya Mesya tak memiliki bukti, tapi dia merasa kalau Arthur dan David adalah para lelaki yang bisa melakukan apa pun untuk mendapat apa yang mereka inginkan. Termasuk membunuh orang, namun sekali lagi itu hanya firasat dari Mesya saja, dan dia belum memiliki bukti.

Oleh karna itu, Mesya terus berusaha untuk berprasangka baik terhadap kedua kakanya itu.

Di saat Arthur sedang asyik mengobrol dengan para teman-temannya, tapi David hanya duduk sendirian, dengan wajah dinginnya.

Mesya melirik kearah David dan memandang sesaat wajahnya. Terlihat begitu tampan, David terlihat seperti seorang pangeran, Mesya tak menyangka jika pria tampan itu adalah kakanya.

Dalam hati Mesya terus berandai-andai.

Andai saja David itu bukan orang yang kasar dan kaku, andai saja David itu sangat baik dan ramah seperti Arthur.

Mungkin dia akan merasa sangat beruntung, bisa menjadi adik angkat seorang David, namun sayangnya David sangat kasar, dan dia tak pernah berlaku lembut sedikit  pun kepadanya.

Padahal Mesya sudah berusaha untuk menjadi seorang adik yang baik, dan selalu mengalah serta bersabar meski terus mendapat perlakuan buruk dari David.

Semua itu Mesya lakukan semata-mata agar David mau menyayanginya dan menganggapnya seperti adik kandungnya.

"Hay, David!" sapa Salsa dengan ceria.

"Mau apa kamu?" tanya  David dengan ketus.

"David, tentu saja aku ingin mengobrol denganmu," ucap Salsa.

"Memangnya sejak kapan aku mau mengobrol denganmu?"

"Emm ...?" Salsa menggigit bibir bawahnya sendiri.

"Tidak pernah, 'kan?" ucap David seraya memicingkan senyumannya.

"Iya, sih ... tapi—"

"Jangan sok dekat denganku! Aku tidak suka!" bentak David.

"Tapi, aku suka denganmu, David!

" Sudah berkali-kali aku tegaskan, bahwa aku sama sekali tidak tertarik denganmu, jadi tolong hapus perasaanmu itu!" tegas David.

"Tidak semudah itu, David!"

"Kalau begitu terserah! Karna aku sudah memperingatkan kepadamu, jadi jangan salahkan aku bila terjadi hal buruk di kemudian hari!" ancam David, lalu dia pergi meninggalkan Salsa.

"David!" Salsa pun segera mengejar David.

Dari kejauhan mereka tampak seperti sedang asyik kejar-kejaran, mereka tidak terlihat sedang bertengkar, justru seperti sedang bercanda saja.

Mesya melihat seraya tersenyum.

"Beruntung sekali bagi gadis yang bisa akrab seperti itu dengan kak David, tidak seperti aku yang terus di benci olehnya," gumam Mesya.

"Mesya!" panggil Romi seraya menepuk pundak Mesya.

"Romi! Aku kirain kamu gak masuk lagi!" ucap Mesya yang kaget.

"Masuk dong, masa bolos terus," jawab Romi seraya menaruh tas di atas meja. .

"Romi, kenapa kamu sekarang kelihatan aneh? Dan kenapa kamu seperti sedang menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Mesya.

"Ah, soal itu ... aku minta maaf, Mesya, karna aku benar-benar tidak bisa menceritakan kepadamu, aku harap kamu mau mengerti posisiku,"

"Bagaimana bisa aku mengerti posisimu, kalau kamu merahasiakan semuanya dariku?"

"Maaf, Mesya. Kalau kamu masih ingin berteman denganku lebih lama, cukup kamu diam dan hapus rasa penasaran mu," ucap Romi.

"Tapi, bagaimana bisa?"

"Aku mohon, Mesya,"

Akhirnya Mesya pun berhenti bertanya kepada Romi, meski rasa penasaran tentang kejadian sesungguhnya terus menggelayuti pikirannya.

"Baik, kalau begitu aku tidak ingin bertanya apapun tentang mu, tapi aku mohon jangan tinggalkan aku Romi," Mesya meneteskan air matanya.

"Aku baru saja bertemu dengan sahabat kecilku dari panti, setelah bertahun-tahun aku kesepian! Jadi aku mohon jangan tinggalkan aku, Romi," pinta Mesya.

"Iya, baik, Mesya ... aku berjanji kepadamu," ucap Romi seraya memegang pundak Mesya.

Dua remaja itu saling berpelukan, mereka memang saling menyayangi, mereka itu sudah seperti saudara kandung.

Sejak kecil mereka sudah terbiasa hidup bersama di panti, merasakan susah senang bersama.

Dan kini ketika di pertemukan lagi, tentu sebuah kebahagiaan yang tak bisa dinilai harganya.

Mereka terlalu asyik berpelukan karna terbawa oleh perasaan, tak sadar jika semua pasang mata tengah terfokus kearah mereka berdua.

"Lihat, mereka itu pacaran ya?"

"Itu bukannya, adik si Arthur?"

"Wah, dia itu cantik, tapi terlihat sangat murahan dan berselera rendah ya?"

"Mereka itu masih anak SMP, tapi berani sekali berpeluang di sini?"

"Entalah, kita yang sudah SMA saja, harus pikir-pikir dulu untuk bermesraan di depan umum begitu!"

Mereka terus membicarakan Mesya dan juga Romi, dan tepat saat itu Romi yang menyadari akan hal itu segera melepaskan pelukannya.

"Maaf, Mesya, sepertinya mereka sudah salah paham terhadap kita, dan ini, adalah salahku!" ucap Romi.

Seketika David datang lalu menarik tangan Romi.

"Kak David! Romi, mau di bawa kemana?!" teriak Mesya.

Tapi sama sekali David tak bergeming.

Romi Menatap Mesya dengan tajam lalu menggelengkan kepalanya dan seolah sedang memberikan isyarat agar Mesya tak ikut dengannya.

Setelah David membawa Romi pergi, Arthur dan kedua temannya yaitu, Rio serta Rico mendatangi Mesya.

"Temanmu itu tidak melakukan hal yang buruk, 'kan?" tanya Arthur seraya tersenyum dengam sorot mata yang aneh.

"Ti-tidak, Kak! Kami berpelukan itu karna tidak sengaja, aku yang salah karna sudah terbawa perasaan, aku dan Romi itu sudah seperti kaka beradik," jelas Mesya.

"Oh ... yasudah kalau begitu, tapi kalau dia berani berbuat macam-macam, jangan sungkan untuk bilang kepadaku," bisik Arthur. Mesya mengangangguk.

'Sebenarnya, yang ku khawatirkan bukan hanya Romi, tapi juga orang-orang yang melihatku, setelah ini, pasti mereka berpikir yang tidak-tidak terhadapku dan juga Romi,' batin Mesya.

"Dan jangan risaukan orang-orang yang membicarakan mu itu, kamu tidak perlu takut, ini hanya sesaat kok," ucap Arthur masih dengan nada bicara santai dan cenderung selengean.

Entah karna kebetulan atau apa, Arthur seperti bisa membaca pikiran Mesya.

"Lalu bagaimana dengan, Romi? Dia sedang bersama, kak David, Kak?" tanya Mesya.

"Tenang, David itu tidak akan melakukan apa pun kepada, si Kaca Mata Tebal itu sendirian!"

"Tapi—"

"Santai, Adik Cantik," Arthur tersenyum manis kepada Mesya.

Sementara itu David membawa masuk Romi ke dalam gudang.

"Kak, aku mau di bawa kemana?" tanya Romi yang ketakutan.

"Diam!" sergah David

Lalu David mengambil sebuah pisau karter dari dalam sakunya.

Romi semakin ketakutan. "Kak David, mau apa?!"

To be continued