Sudah sekitar dua minggu berlalu. Pak Hadi masih belum juga sadar. Tama sudah mulai kembali ke kehidupan normalnya dan mulai mengambil beberapa misi lagi, namun dia masih sangat merasa bersalah kepada Pak Hadi. Tama yakin sekali kalau itu gara-gara Pak Hadi berhubungan dengannya, mangkanya Pak Hadi harus mengemban beban seberat itu.
Sepulang dari menyelesaikan misi, Tama selalu menyempatkan diri untuk melihat keadaan Pak Hadi, dia selalu menatap pak Hadi yang terbaring tak sadarkan diri dengan tatapan penuh rasa bersalah. Hatinya selalu terasa tersayat.
"Tama?" Sapa Tasya yang melihat Tama sedang berdiri sambil murung melihat keadaan pak Hadi.
"Ah.. Tasya"
"Sudahlah, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Ini semua bencana, bukan salah siapa-siapa" Coba hibur Tasya sambil mengelus-elus pundak Tama.
"Ini semua takdir kan?" Ujar Tama terlihat semakin murung
Tasya terenyuh. Dia sudah tau tentang takdir buruk Tama. Tasya sudah mengira kalau Tama akan menyalahkan dirinya sendiri lagi.
"Semua ini musibah Tama. Tak ada hubungannya dengan nasib buruk yang sering kamu sebut-sebut itu"
"Tapi hal ini nyata Tasya. Pak Hadi jadi gini gara-gara aku" Ujar Tama kukuh.
"Sampai sekarang aku baik-baik saja" Ujar Tasya sambil menggedigkan bahu.
"Iya.. Itu karena kita memang tidak sedekat itu."
"Kamu ini keras kepala banget ya?!" Pekik Tasya terlihat mulai geram.
Tama hanya terdiam tak membalas perkataan Tasya. Lalu setelah perdebatan mereka selesai, tiba-tiba Pak Hadi perlahan membuka matanya.
Tama dan Tasya sangat senang melihat pak Hadi mulai sadarkan diri.
Pak Hadi perlahan mulai menggerakan kedua tangannya, lalu mencoba mengangkat badannya berusaha untuk duduk yang lalu dibantu Tama sama Tasya.
"Pak Hadi, Pak hadi gakpapa?" Tanya Tama terlihat khawatir walau pak Hadi sudah syiuman.
"Saya gakpapa" Jawab pak Hadi terlihat masih lemas.
"Kenapa saya bisa berada disini?" Tanya pak Hadi heran sambil memperhatikan sekitarnya.
"Pak Hadi tak sadarkan diri selama hampir dua minggu. Karena kehabisan energi saat dikepung para perampok waktu itu" Jelas Tasya.
"Aaah.. Iya. Sekarang aku ingat" Jawab pak Hadi.
"E, sebentar, biar saya ambilkan air." Ujar Tasya sambil melongos pergi ke arah dapur.
Suasana berubah menjadi hening seketika setelah Tasya pergi. Mereka terdiam untuk beberapa saat sampai Tama mulai memberanikan diri untuk membuka mulutnya.
"Maafkan saya pak" Ucap Tama sambil tertunduk merasa bersalah.
"Ini bukan salahmu. Justri saya berterima kasih. Berkat kamu saya masih bisa selamat" Jawab pak Hadi sambil mencoba tersenyum ramah.
"Tapi bapak pasti akan baik-baik saja bila tak berhubungan dengan saya." Tukas Tama masih sangat merasa bertanggung jawab dengan semua yang terjadi kepada Pak Hadi.
"Tama, saya yang memutuskan untuk mengajarimu. Bukan kamu yang meminta saya. Jadi semua ini bukan salah kamu" Jelas pak Hadi berusaha membuat Tama merasa lebih baik dan meninggalkan perasaan bersalahnya.
Tama hanya tertunduk, tak menanggapi lagi pembicaraan pak Hadi.
"Kekuatan kamu luar biasa Tama. Bahkan Aura yang kamu keluarkan saat bertarung dengan mereka membuktikan kalau kamu bukanlah orang biasa." Ujar pak hadi.
Tama sedikit terkejut mendengar perkataan pak Hadi, dia mulai mengangkat kepalanya walau belum berani membuka mulutnya untuk berbicara.
"Tidak ada lagi yang bisa saya ajarkan kepadamu. Sekarang kamu sudah melampaui saya Tama. Saya bangga kepadamu."
Tama meratapi pak Hadi dengan haru saat mendengar pak Hadi mengatakan hal itu. Dia mengingatkannya kepada kakeknya dulu yang juga selalu menemaninya dan mengajarinya apapun yang dia tau.
"Tapi hanya karena kamu sudah bisa melampaui saya. Bukan berarti hubungan kita akan terputus sampai disini. Kau tetaplah muridku. Dan aku takan pernah meninggalkanmu sampai kapanpun apapun yang terjadi" Ucap pak Hadi dengan terlihat tenang.
"Tama begitu terharu mendengar perkataan pak Hadi. Air matanya kini bahkan sudah tak terbendung lagi dan mulai membasahi pipinya. Tama lalu perlahan melangkah kearah pak Hadi, lalu memeluknya erat-erat dengan isak tangis diwajahnya.
"Terimakasih. Saya tidak akan pernah melupakan semua jasa-jasa pak Hadi"
Saat itu, tasya hampir saja melangkahkan kakinya kedalam kamar pak Hadi, namun setelah melihat suasana mereka yang seperti itu. Tasya menarik lagi langkahnya lalu bersembunyi dibalik dinding kamar pak Hadi sambil memegang nampan berisi dua gelas air putih.
*
Suasana begitu hangat malam itu. Tama bahkan tak kembali ke gubugnya karena sudah terlanjur larut malam dan memilih untuk menginap di asrama Guild sekalian menemani pak Hadi.
Beberapa hari berlalu. Kini pak hadi sudah pulih seutuhnya. Sejak saat itu tak terdengar lagi ada desas desus tentang keberadaan perampok. Sepertinya kejadian waktu itu benar-benar membawa perubahan besar bagi semuanya. Tama yang dijuluki sebagai sang pahlawan penyendiri oleh warga kota kini mulai marak dibicarakan. Namun walaupun sudah terkenal tapi Tama masih tetap tidak merubah sifatnya untuk menutup diri.
Kini, para penduduk kota, para pedagang dan petualang bisa sedikit bernafas lega. Karena para perampok yang kerap sekali meresahkan kini sudah tidak pernah terdengar lagi.
Kota Far Feis kini aman dan nyaman untuk ditinggali.