Chereads / Sang Petaka / Chapter 6 - Guild APPTA II

Chapter 6 - Guild APPTA II

Malam itu, Tama dan mulan menginap di rumah pak kepala desa. Pak kepala desa bilang penduduk desa akan membantu menbangun kembali rumah Mulan. Tama dan mulan senang mendengarnya. Syukurlah. Warga desa sangat peduli kepada Tama. Paginya Tama berpamitan kepada Mulan dan kepala desa. Tama langsung pergi ke arah kota. Menuju Guild APPTA.

Kini Tama tak mau berpasrah kepada takdir buruk yang dia miliki. Dia tau. Kalau dunia ini bukanlah dunia tempat dulu dia tinggal. Ini adalah dunia yang berbeda. Di dunianya yang dulu tidak ada sihir. Tapi di dunia ini ada. Dia punya kekuatan, dan nasib buruk tak menimpanya secara langsung, melainkan orang-orang yang berhubungan dengannya. Tama pikir hal itu sangat cocok bila dia bergabung dengan Guild, karena seberat apapun misinya. Tama yakin, dia akan baik-baik saja. Karena nasib buruk itu adalah keberuntungan yang melindunginya dari kematia. Yeah.. Sejak hari dimana dia akan bunuh diri itu terjadi. Akhirnya dia mengerti.

Setelah sekitar tiga jam. Akhirnya Tama sampai di kota. Dia langsung bergegas pergi ke Guild, lalu menemui perempuan resepsionis yang waktu itu.

"Permisi" Sapa Tama

"Iya, ah, ternyata Tama. Ada yang bisa saya bantu"

"Aku mau bergabung dengan Guild APPTA" jelasnya langsung tanpa basa-basi

"Serius?" Tanyanya memastikan.

"Iya."

"Pacarnya, gak ikut?" ucapnya dengan nada meledek

"Pacar? Ah.. Bukan-Bukan.. Dia bukan pacar saya." Jelas Tama sambil tersipu malu.

"Oalah, aku kira pacar. Soalnya kalian keliatan deket banget sih." Ujarnya

"Oh iya, kenalin. Aku Tasya." Ucap perempuan itu sambil menyodorkan tangan.

"Aku Tama. Salam kenal"

"Ah iya, mau gabung Guild kan? Sebentar ya, aku ambil dulu formulirnya." Ucap Tasnya sambil merogoh formulir dari bawah mejanya

"Ini. Silahkan diisi dulu." Lanjut Tasya sambil menyodorkan formulir dan pena

Tama pun mengisi formulir itu. Setelah mengisi formulir, Tama disuruh untuk cek kualisi. Dengan menyentukan tangan kanannya ke sebuah bola kristal seperti bola para peramal berwarna biru keputih-putihan.

"Waah.. Statistik kamu ternyata cukup unik." Ujar Tasya sambil memperhatikan Table Statistik Tama yang muncul di Bola kristal.

"Benarkah?" Tanya Tama penasaran.

"Iya. Coba deh kamu lihat. Stat Equipmen kamu memang rendah, tapi stat skill kamu cukup tinggi. Kemampuan adaptasi dan daya tahan tubuh kamu juga tinggi. Jarang-jarang loh. Bisanya untuk mendapat status sebagus ini para petualang harus sering-sering menjelajah ke berbagai hutan untuk bisa mendapat statistik setinggi itu." Jelasnya.

Tama hanya bisa terkekeh kecil. Dengan tawa garing yang dia paksakan. Aah.. Jelas saja. Semasa hidup Tama kan dihabiskan di hutan bersama kakeknya. Kalau dipikir itu memanglah masuk akal.

"Aoh ngomong-ngomong, apa biaya registrasinya akan kamu bayar langsung, apa mau dipotong dari penghasilan Quest yang kamu dapatkan" Tanya Tasya kepada Tama.

"Dipotong aja, heheh" Jawab Tama.

"Ya udah, ini kunci kamar kamu" Ucap Tasya sambil memberikan kuci kamar kepada Tama.

"Ah, soal itu, gakpapa kan kalau aku gak pakai asramanya?" Tanya Tama kepada Tasya

"Lah, kenapa?" Tanya Tasya heran.

"Gakpapa, aku mau tinggal di hutan aja, sekalian latihan juga." Jelas Tama.

"Oalah.. Ya udah."

"Oh iya, apa ada peta wilayah?" Tanya Tama.

"Ada, kamu mau?"

"Boleh?" Tentu saja, lagian para petualang pasti akan membutuhkan peta.

"Syukurlah, terimakasih"

"Sebentar ya, aku ambilkan."

Tasya masuk ke ruangan kejanya, mengambil Peralatan dasar yang juga fasilitas yang diberikan Guild kepada para petualang dasar.

"Ini perlengkapanmu" Kata Tasya sambil memberikan sebuah tas.

"Semuanya yang kamu butuhkan ada didalam tas" Jelasnya.

Tama berterimakasih kepada Tasya, lalu pergi meninggalkan Guild.

Setibanya diluar, Tama langsung merogoh sebuah gulungan dari dalam tasnya. Gulungan itu adalah sebuah map, lalu dia perhatikan peta itu dengan teliti. "Ah disini" jari telunjuknya menunjukan ke area perhutanan di daerah selatan. Tama lalu memasukan kembali map tadi ke tasnya lalu berjalan ke arah selatan ke tempat yang dia tandai tadi.

Area itu cukup jauh. Butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai disana. Sesampainya di area hutan, Tama mendirikan sebuah tenda yang ternyata sudah disiapkan Tasya didalam tas. Hanya beberapa kain sih, tapi bisa dimanfaatkan untuk membuat tenda. Kebetulan kain itu ternyata anti air. Setelah selesai Tama langsung menyantap bekal yang tadi dikasih Mulan saat berpamitan. Dia menyantap bekal yang berisi nasi, telur gulung dan beberapa sayuran. Tama menyantap bekal itu sangat lahap, yeah.. wajar aja sih. Dia berjalan cukup jauh seharian ini.

Hari demi hari Tama habiskan di hutan sedirian. Dia hanya kembali ke kota pada saat mengambil dan melaporkan misi saja. Semua misi yang dia terima juga hanyalah misi pencarian dan pengumpulan bahan-bahan seperti jamur, ikan ataupun buruan-buruan lain. Saat ini Tama sedang mengumpulkan uang untuk membuat pedang. Agar dia bisa menyelesaikan misi yang lebih besar, seperti mengumpulkan material dari binatang buas ataupun mengambil misi penjagaan dan pembasmian. Di dunia ini ada banyak sekali perampok dan pencuri. Mangkanya misi pengawalan kerap kali di imbali imbalan yang cukup tinggi. Namun sayangnya level petualang juga harus cukup tinggi untuk melawan para perampok. Diam-diam Tama beratih sendiri di hutan dengan alat seadanya untuk mempersiapkan diri buat suatu hari nanti saat dia benar-benar siap untuk mengambil misi-misi seperti itu. Atau untuk melindungi dirinya sendiri.

Tak terasa sekitar satu bulan berlalu. Sampai saat ini tidak ada laporan ke guild tentang peristiwa aneh di desa tempat Mulan tinggal. Dulu sebelum pamitan Tama pernah berpesan kepada pak kepala desa supaya pihak guild dikasih tau jikalau Mulan kenapa-napa, supaya pihak Guild bisa mengabari Tama. Tapi sampai saat ini tidak ada kabar dari desa. "Semoga Mulan gak kenapa-napa." Ucap Tama sambil melihat ke arah langit sambil duduk di bawah pohon untuk istirahat. Tama baru saja selesai latihan. Kini dia sudah memiliki sebuah pedang dan sudah berhasil membuat gubug kecil dari pohon-pohon di sekelilingnya.

Sampai saat ini Tama masih mencari siapa orang yang mengirim pembunuh dan pembakar rumah Mulan, namun masih belum membuahkan hasil. Pihak Guild juga sebenarnya sudah berjanji akan membantu, namun sampai sekarang masih belum ada kabar juga.

"Tidak ada kejadian apa-apa sejak aku tinggal sendiri"

"Aku rasa aku akan tetap baik-baik saja jika terus menjalani hidup seperti ini. Tapi kalau nasib orang yang berhubungan denganku akan buruk, berarti aku gak bisa melakukan misi pengawalan dong" keluhnya sambil memperhatikan pedang yang dia pegangi dari tadi.

Saat dia sedang tenang-tenagnya melamun, tiba-tiba dia merasa rindu kepada Mulan.

"Aaah.. Bagaimana ya keadaan Mulan? Sudah sekitar satu bulan berlalu. Apa udah saatnya aku mengunjungi Mulan?"Gumam Tama dalam lamunannya.

"Tapi aku masih belum menunjukan petunjuka apapun"

*

Keesokan harinya saat Tama sedang melihat-lihat misi di sebuah papan Quest, dia tertarik untuk mengambil sebuah misi pengumpulan material berupa Bunga Liatus. Sebuah bunga yang biasa digunakan untuk bahan obat, namun sayang cara mendapatkannya cukup sulit. Harus menghadapi Monster Lily soalnya. Sebuah binatang mirip kadal, namun ukurannya besar dan berbisa.

"Tapi aku ambil aja deh, sekalian buat ngetes keahlian" Tandasnya sambil mengambil selembaran itu lalu menyeraknannya kepada Tasya untuk di verifikasi, setelah itu Tama langsung bergegas ke arah timur, tempat yang ada banyak kubangannya, yang menjadi tempat kesukaan bunga Liatus juga. Sesampainya di rawa-rawa. Dia langsung mengawasi keadaan sekitar dulu untuk melihat kira-kira cukup aman tidak untuk memetik bungan Liatusnya. Lalu setelah dirasa cukup aman, dia langsung bergeas memetik kumpulan bunga Liatus lalu memasukannya kedalam tas di pinggangnya. Setelah memetik bunga Liatus Tama memang harus berhadapan dengan Monster Lily, namun monster itu masih bisa dia hadapi dengan mudah.

Diperjalanan pulang, tiba-tiba Tama dihadang oleh sekelompok orang tidak dikenal. Jumlahnya ada empat orang, dan mereka bersenjatakan pisau, namun ada satu orang yang memegang pedang.

"Sial, mereka pasti para penjarah" Tandasnya pelan.

"Hey-hey.. Bisa kau serahkan bunga-bunga itu kepada kami" kata salah satu dari mereka sambil melirik kearah tas pinggang Tama

"Kalian siapa?" Tanya tama sambil waspada.

"Oi-oi.. Kenapa kamu memasang muka sinis gitu, kami hanya ingin tasi itu" Sahut yang lainnya.

"Tas ini miliku, aku tidak akan menyerahkannya" Tegas Tama

"Wah, berani juga ternyata kau ya!"

Satu demi satu dari mereka melawan Tama dengan tangan kosong. Sepertinya mereka meremehkan kemampuan Tama untuk bertarung. Walau penampilannya biasa aja. Tama dulu sering dilatih oleh kakeknya saat kakeknya masih hidup. Kakeknya juga mantan tentara waktu itu, jadi dia berniat menurunkan keahliannya kepada Tama. Juga selama hidup di dunia ini, Tama juga sering berlatih sendiri. Jadi setidaknya dia masih bisa mempertahankan ilmu bela diri yang diturunkan kakenya.

Satu demi satu musuh yang berhadapan dengan Tama berhasil dikalahkan, lalu mereka mulai merasa geram. Mereka mulai mengeluarkan senjata mereka. Ada yang mengeluarkan pisau, namun salah satu dari mereka juga ada yang mengeluarkan pedang. Tama masih belum mengeluarkan pedangnya, masih berusaha meladeni mereka dengan tangan kosong.

Serangan dari belakang dengan pisau berhasil Tama tangkis, lalu dia merebut pisau dari tangan penjahat tadi. Tak lama kemudian sebuah tendangan melayang tepat di sisi Tama, namun lagi-lagi tama berhasil menghindaringa dengan menggulingkan diri ke arah depan, lalu mensleding kaki musuh di depannya hingga dia terjatuh. Pria yang hendak menendang tama tadi kembali maju dengan pisa yang dia bawa, lalu Tama menggunakan pisau yang dia rampas tadi untuk menangkis serangan itu lalu menendangnya hingga dia terjatuh.

Sebuah serangan pedang hampir saja membelah lehernya dari arah kanan. Untung saja Tama keburu menyadarinya lalu segera menundukan kepalanya.

"Ck! Sial!!" pria yang memegang pedang itu mendecih.

Tiga orang yang memegang pisau mundur secara perlahan. Sepertinya mereka sudah kewalahan meladeni Tama. Kini tinggal oang yang memegang pedang yang masih berani meladeninya.

"lebih baik kalian cepat pergi, kalian bukan tandinganku" Pekik Tama terlihat mulai kesal

"Jangan sombong dulu kau bocah!!" Ujar Pria yang memegang pedang itu sambil berlari ke arah Tama lalu menggibaskan pedangnya secara vertikal. Tama berhasil menghindarinya dengan bergeser ke arah kiri. Memutarkan tubunya empat puluh lima derajat.

Tak lama kemudian pria itu kembali menggibaskan pedangnya secara horizontal. Tama langsung mundur kebelakang lalu melemparkan pisau yang dari tadi dia pegang ke arah kaki si pemuda itu. Pisau itu menancap tepat di pahanya hingga membuat pria itu menjerit kesakitan.

"AAAHH KAKI KU!!"

Karena geram, pemuda yang memegang pedang itu langsung melemparkan pedangnya ke arah Tama. Namun untung saja Tama berhasil menangkisnya dengan pedangnya yang akhirnya dia keluarkan dari wadahnya.

"Bos.. Bos.." Teriak salah satu rekan mereka sambil berlari ke arah pria dengan kaki bercucuran darah yang dia panggil sebagai bos.

"Bos kita mundur aja dulu, oang ini bukan tandingan kita" Ujar yang lainnya.

Mereka langsung membopong pria berlumuran darah iu menjauh dari Tama.

"Aku akan mengingat apa yang telah kau lakukan!" Pekik orang yang mereka panggil bos itu. Sambil terus berjalan menjauh dari Tama

Tama hanya mempehatikan mereka pergi sambil tetap waspada. Setelah Tama yakin mereka sudah jauh, barulah Tama melanjutkan perjalanannya menuju kota untuk menyerahkan Bunga Liatus kepada Tasya.

"Tasnya, ini misi aku udah kelar" Tandas Tama sambil menyerahkan kantung berisi bunga Liatus.

"Aaah.. Tama, kamu ngagetin aja" Sahut Tasya yang rupanya dari tadi tengah fokus membaca buku. Tasya pun langsung mengurus administrasi untuk Tama lalu menyerahkan uang hasil misi Tama.

Setelah Tama menerima uang, Tama langsung melongos pergi, namun tiba-tiba dia dipanggil lagi.

"Taam.. Tunggu dulu" Pekik Tasya.

Tama pun langsung berbalik dan kembali menghampiri Tasya "Kenapa?" Tanyanya.

"Ini soal lencana itu" Ucapnya pelan"

"Kamu dapat petunjuk?" Tanya Tama terlihat mulai bersemangat.

"Aah.. Kita bicarakan di ruanganku saja. Kamu masuk duluan, aku aka siap-siap dulu" Ujar Tasya.

Tama pun menuruti permintaan Tasya untuk masuk keruangannya duluan. Lalu setelah beberapa saat Tasya pun langsung menyusul Tama.

"Tama, orang suruhanku tadi siang melapor kepadaku, katanya beberapa hari sebelum Ganies menghilang, dia sempat bercerita kepada temannya, Desya. Katanya Ganies mendapat misi besar dengan hadian berlimpah. Katanya saat itu dia senang banget sampe mentraktir seisi kafe saat bersama Desya.

"Kamu tau siapa yang memberikan misi itu?" Tanya Tama tak sabaran dengan semangatnya.

"Audelo" Jawab Tasya

"Audelo?"

"Yeah.. Dia adalah Asisten Albado. Seorang penyihir veteran yang masuk kedalam deretan sepuluh pilar"

"Apa menurutmu Albado yang menyuruh Ganies untuk membunuh Mulan melalui asistennya?" Tanya Tama terlihat begitu serius.

"Entahlah, aku belum bisa memastikan kalau hal itu" Jawab Tasya.

"Um.."

"Terimakasih sudah mau membantuku" Ucap Tama

"Ini sudah kewajibanku" Jawab Tasya

"Setelah ini kamu mau apa? Tanya Tasya"

"Cepat atau lambat aku akan berhadapan dengan Si Albado itu"

"Kamu serius?"

"Yaa. Sepertinya hal itu tidak bisa dihindarkan. Tapi ada hal yang masih belum aku mengerti" Ujar Tama sambil memegangi dagunya terlihat bingung.

"Apa?" Tanya Tasya terlihat ikut bingung.

"Kenapa harus Mulan?"

"Maksudmu?" Tanya Tasya terlihat semakin bingung.

"Ganies bilang Mulan lah yang harus dia bunuh, bukan aku. Padahal setelah aku pergi, Mulan sama sekali tidak terancam lagi."

"Humm"

"Apa itu Cuma pengalihan?" Ujar Tasya dengan ekspresi yang terlihat masih ragu.

"Pengalihan?" Tanya Tama.

"Iya.. Mungkin Albado tau kalau kamu akan melindungi Mulan, mangkanya dia menggunakan Mulan sebagai alasan membunuhmu."

"Benarkah? Tapi kenapa harus repot-repot menggunakan alasan itu? Rasanya terlalu bertele-tele deh." Ujar Tama

"Hum.. Benar juga sih"

"Tapi tunggu deh, kenapa kamu bisa yakin sekali kalau kamulah yang dia incar?" Tanya Tasya.

"Karena aku adalah sang petaka" Tandasnya.

"Sang petaka?" Tasya terlihat semakin bingung mendengar perkataan itu.

"Iya.. Intinya aku punya takdir yang buruk. Aku itu pembawa sial." Tandas Tama.

"Hahah.. Pembawa sial kamu percaya kepada hal yang kayak gituan?" Tandas Tasya tiba-tiba terkekeh.

"Ya.. Mungkin kamu gak percaya, tapi itulah keadaannya."

"Pftt.. Ya udah deh, terserah kamu" Ujar Tasya.