Kini sudah dua bulan Anala melakukan kegiatan pembelajaran di SMA itu, dan sudah dua bulan juga Anala menjadi teman sebangku dan segala hal yang berkaitan dengan Raja dan teman-temannya itu.
"Ish, aku risih tau diliatin, mulu, sama mereka!"
"Udah, diem, aja"
"Kapan-kapan, aku gak mau lagi, deh, berangkat sekolah bareng kalian"
"Kalo mereka ngeliatin lu kayak gitu, ya tandanya mereka iri sama lu. Karena cuma lu satu-satunya cewek yang deket sama kita, ya gak?" Ucap Jenan lalu mencolek dagu milik Kevin.
"Apa, sih!, ginjal lu yang gue colek!!" Sarkas Kevin.
Jenan menghiraukan ancaman Kevin dan memilih merangkul lengan milik Anala dan bersandar di bahu cewek itu.
"Yuk!, ke kelas!"
"Hayuk aa!!"
Mereka pun berjalan di selingi tawa riang milik Jenan dan Anala. Posisi mereka ada di tengah-tengah Raja yang memimpin jalan dan Kevin yang ada di belakang sambil mencolek-colek pinggang Jenan, agar tidak terlalu dekat dengan Anala.
Sepanjang koridor yang mereka tempuh, tak ada siswa yang tak menatap Anala tajam. Mula menatap Raja tersenyum lalu melirik Anala sinis. Begitu seterusnya sampai mata mereka juling-juling.
Raja yang melihat bagaimana interaksi Anala dan Jenan mendengus sebal. Bisa-bisanya temannya itu mencari kesempatan di situasi seperti ini. Bisa-bisa, nama Anala makin dianggap buruk oleh murid-murid lainnya.
Raja menghentikan langkahnya dan itu sukses membuat Anala dan Jenan terpekik karena hampir menabrak punggung lelaki tampan itu.
"Kenapa berhenti mendadak sih?" tanya Anala dan diangguki oleh Jenan. Beda lagi dengan Kevin yang masih tebak pesona menatap murid cewek sesekali mengedipkan mata, saat ia menatap lurus tiba-tiba kepalanya menabrak tiang.
"Adaww!, siapa, sih?!, main nabrak-nabrak aja. Gak liat apa, gue lagi jalan juga, ah!"
"Heh!, lu nabrak tiang goblok!. Makanya jadi cowok gak usah kebanyakan gaya!, jadi sarap, kan, lu!!" Ketus Jenan.
Kevin pun buru-buru berdiri dan berlari menuju kelas.
"Malu anjirr"
Selepasnya Kevin lari, Raja pun berbalik menatap kedua orang yang ada di depannya itu.
"Ikutin gue" intrupsinya.
Mereka pun mengikuti Raja sampai tiba di atap sekolah.
"Kita ngapain kesini, Ja?" tanya Jenan.
Raja membalikkan badan, menatap kedua temannya itu bergantian.
"Lo tau, 'kan kalo lo itu gak ada yang suka disini?. Jadii...gue harap lo bersikap sebaik-baik mungkin"
sebelum melanjutkan omongannya Raja kembali menatap mereka secara bergantian.
"Kelakuan lo sama si Jenan tadi, tambah memperburuk diri lo di mata mereka"
"Tapi, ja, kalo dia di bully, 'kan kita tolongin" Jelas Jenan.
"Iya, kita bakal tolongin dia, Nan. Tapi masalahnya kita gak bisa jaga dia 24 jam penuh. Kalo dia diapa-apa'in sama yang lain dan kita gak ada sama dia, gimana coba?" , Anala yang mendengarnya pun menunduk merasa bersalah.
"Gue bukannya, larang lo buat deket-deket kita, La. Tapi ini demi nama baik lo, ngerti, ' kan maksud gue?" Tambah Raja sembari menepuk kedua bahu mereka bergantian dan bergegas meninggalkan tempat itu.
"Lo gak naksir sama Anala, 'kan, Ja?" Tanya Jenan dan itu sukses membuat langkah Raja terhenti.
Raja yang ditanya seperti itu pun, membuat hatinya tak karuan, Mau mengatakan tapi gengsi. Namun apa yang ia katakan kepada mereka berdua juga benar adanya.
Raja berdehem sebelum keluar dari tempat itu. Dan beda halnya dengan Anala, mendengar pertanyaan dan deheman Raja mengapa sakit sekali rasanya, ia tidak berada di dalam fase jatuh cinta, 'kan?.
Disampingnya Jenan menghela nafas lalu menatap Anala dan tersenyum. "Yuk!" Ajaknya dan diangguki oleh Anala. Merekapun turun lalu berjalan menyusuri koridor untuk menuju kelas.
Rasa memang susah ditebak, Seperti mereka sekarang. Mungkin kisah mereka ini terlalu singkat. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saling merasakan gejolak yang mendebarkan hati.
Dikala keduanya berada ditempat yang sama, tersipu malu, salah tingkah jika saling melirik sesama.
Cinta memang indah. Saking indahnya, kita lupa bahwa rasa sakit itu ada.
Anala dan Jenan tiba di kelas, pandangan Anala langsung kepada Raja yang sedang memejamkan mata dengan headseat di telinganya. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dusta kan?
Wajahnya begitu tampan, tapi....sepertinya ia sedang menahan amarah. Dari ekspresi wajahnya yang terlihat, sangat nampak jelas sekali. Bahkan nafasnya naik turun dan tak lupa kedua tangan yang bersedekap dada dengan jari mengepal kuat.
Anala menghiraukan itu, mungkin memang benar bahwa Raja sedang meredam kan amarahnya bukan?
kalau ia ganggu bisa kena amuk massal.
Ia memilih duduk disamping pemuda itu, sesekali melirik Raja yang ada disampingnya. Lalu tak lama, terdengar gebrakan pintu yang memekakkan telinga. Mau tak mau Raja juga membuka mata saat mendengar nya.
Brakk
"Ya ampun, sayang....aku kangen banget, deh sama kamu, hihi...." Anala melotot. Bagaimana bisa--
Bugg
"Enak banget lu main nyosor!" Anala tambah melotot sembari membungkam mulutnya dengan kedua tangan dan berdiri dari duduknya. Penghuni kelas pun sama-sama melotot dan terpekik histeris.
Ghibran Adiawijaya. Cowok tampan berkulit putih blasteran Manusia malaikat. ggg
Korban pelampiasan Raja barusan, habisnya datang-datang langsung meluk orang sembarangan. Ngajak gelut. Mana yang dipeluk GEBETAN, eh!.
Teman kelas Anala waktu masih berada disekolah lama, dan sepertinya ia juga pindah sekolah kesini.
Ghibran mengusap sudut bibirnya yang digenangi sedikit darah.
"Maksud lo apa?" Tanya Ghibran sembari berjalan mendekati Raja yang tampak berusaha mengontrol emosinya. Ghibran berdecih menatap Raja.
"Lo cemburu?, Dia, 'kan cewek gua!"
~~~
"JA!, DENGERIN ANALA NGOMONG DULU!"
"INI GAK SAMA, SAMA YANG RAJA PIKIRIN!"
"RAJA!, DIA BUKAN PACAR ANALA!"
"D-DIA--DIA APA LA?!, DIA APA?!" Pekikan Anala terpotong dengan teriakan Raja yang memekakkan telinga.
Oh Tuhan. Ada apa dengan dirinya?!, heii! Anala hanya teman. Sebatas T-E-M-A-N tidak L-E-B-I-H. Lalu mengapa hatinya tak terima saat gadis itu dipeluk oleh pacarnya sendiri. Ah, otak dan hatinya tak bisa diajak kompromi sekarang.
"D-dia mantan Anala"
"Trus?....buat apa juga lo jelasin ini ke gue"
"Supaya Raja gak salah paham" Anala menunduk takut. Dan Raja bergegas pergi meninggalkan Anala yang diam mematung tanpa mengucapkan satu kata.
Setelahnya ia kembali ke kelas mengingat jam pelajaran pertama akan segera berlangsung 6 menit lagi. Dan diambang pintu, ia berpapasan dengan Chika.
"belum ada guru, 'kan, Chik?" Chika mengangguk sembari tersenyum dan menarik Anala ke dalam kelas dan membisikkan ia sesuatu yang pastinya membuat Anala mematung, antara tak percaya dan percaya.