Chapter 2 - Arunika

"Jika hati ini sudah memilihmu, maka aku tidak akan bisa menolaknya."

***

Baru pertama kali dalam hidupnya, Gasendra termangu melihat keceriaan dan kecantikan seorang wanita. Dia dibuat terpana dengan sikap dan wajah wanita yang berjarak lima meter saja dari tempatnya.

Wanita itu memakai gaun panjang berwarna merah muda dengan bagian transparan pada perut langsingnya. Tangan lentiknya memegang berbagai perhiasan yang dijejerkan di kotak-kotak kayu. Senyum yang merekah seperti bunga, sukses membuat hati Gasendra bergemuruh.

"Cantik sekali," gumamnya.

Dengan insting seorang pria, Gasendra memberanikan diri untuk mendekat ke arahnya. Saat sampai di depan wanita tersebut, dia tersenyum kecil. Tangannya dia arahkan untuk mencari-cari perhiasan yang terlihat indah sebagai alibi.

"Anda ingin mencari apa, Tuan?"

Gasendra menutup kedua matanya. Dia meresapi suara lembut wanita itu. Bahkan, suaranya saja mampu membuat hatinya merasa tentram.

Kapan terakhir kali dia merasakan ini?

Entahlah, Gasendra sudah lupa.

"Aku mau lihat-lihat dulu," kata Gasendra seraya tersenyum.

Wanita itu mengangguk seraya tersenyum manis. "Baik, Tuan. Apa anda ingin saya rekomendasikan perhiasan? Kalau boleh tau, untuk siapa?"

".... Untuk seorang wanita cantik dengan mata berwarna cokelat. Apakah ada?" Gasendra berucap dengan menatap lurus pada wanita itu.

Wanita yang bernama Arunika itu tersenyum canggung. Yang dimaksud itu ... bukan dia, kan?

Arunika menggeleng kecil, lalu membasahi bibir tipisnya dengan saliva. Dia tidak boleh salah paham dengan pelanggan sendiri.

"Tentu ada, Tuan. Saya akan carikan segera," ujar Arunika, lalu mulai mencari perhiasan yang dijejerkan pada kotak kayu milik keluarganya.

Gasendra mengamati pergerakan wanita yang mencari perhiasan dengan serius. Dia juga mendengar gumaman lagu yang keluar dari mulutnya, sangat merdu.

Apa Gasendra boleh tinggal di sini lebih lama?

Ah, dia jadi melupakan tujuan awalnya ke pasar. Harusnya saat ini, dia sedang memata-matai pergerakan pasukan pembelot, bukannya malah menggoda seorang wanita.

Sambil menunggu perhiasan dipersiapkan, mata Gasendra juga mengawasi pergerakan orang-orang di pasar yang dirasanya mencurigakan.

"Ini, Tuan." Gasendra menoleh cepat. Dia tersenyum puas dengan pilihan wanita itu. Mulai dari cincin bermata berlian sampai liontin berwarna burgundy, semuanya tampak cocok dipadukan dengan ciri-ciri yang disebutkannya tadi.

"Bagaimana, Tuan? Apakah anda tertarik?"

Gasendra menopang dagunya seraya bersedekap. Jika wanita itu memilih perhiasan sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkannya dengan serius, maka Gasendra juga harus serius memikirkan barang untuk wanita yang berhasil membuatnya jatuh cinta dalam sepersekian detik.

Dia menghela napas, lalu balik bertanya, "Menurutmu mana yang lebih bagus?"

Tentu saja sebagai pebisnis ulung Arunika langsung menjawab dengan sumringah.

"Semuanya bagus, Tuan. Saya sudah pilihkan yang paling cocok dengan wanita cantik bermata cokelat. Maaf, Tuan ... apakah wanita itu sangat cantik?" Arunika bertanya dengan penuh kehati-hatian. Ah, dia jadi penasaran seberapa cantik wanita yang disebutkan pelanggannya.

Gasendra langsung mengangguk setuju. Bibirnya tersenyum kecil seraya menatap teduh pada wanita di hadapannya.

Bibirnya berucap, "Cantik ... saangat cantik."

Arunika tersenyum lebar. Itu artinya perhiasan yang dipilihnya akan lebih bersinar jika dipakai oleh wanita yang sangat cantik, apalagi baik hatinya. Baginya percuma saja, jika memiliki wajah cantik, tapi memiliki hati yang buruk.

"Lalu, apakah dia orang yang baik?" tanya Arunika lagi.

Tangan Gasendra mengambil sebuah liontin berwarna burgundy, dielusnya mata liontin tersebut dan ditatap dengan penuh kekaguman. Dia benar-benar puas dengan semua pilihan wanita itu, sampai-sampai dibuat bingung mau memilih yang mana.

"Aku yakin dia orang yang baik. Tolong bungkus semua ini," ujar Gasendra menunjuk perhiasan-perhiasan di hadapannya, kemudian merogoh isi celana.

Arunika cukup terkejut dengan itu. Namun, sedetik kemudian dia langsung mengambil sekotak perhiasan besar dan meletakkan semua pilihan perhiasannya di dalam sana.

"Berapa koin emas?"

Arunika meletakkan anting terakhir bermata berlian, lalu menutup kotak tersebut dengan perlahan.

"Tiga koin emas dan lima koin perak, Tuan." Arunika meletakkan kotak tersebut di atas perhiasan-perhiasan yang dijejerkan di dalam kotak kayu milik keluarganya.

Gasendra memberikan koin-koin yang diminta oleh wanita yang kini sudah mengulurkan tangannya. Segera diterimanya koin tersebut dan dimasukkan ke dalam kotak penyimpanan uang.

Sementara itu, Gasendra tersenyum manis melihat keuletan wanita di hadapannnya dalam hal bekerja.

Sepertinya dia sangat menikmati pekerjaannya, batin Gasendra.

Kemudian, dia meninggalkan toko perhiasan tersebut tanpa mengambil kotak yang diletakkan di atas sana dan pergi begitu saja.

Sang dewi telah memberkati dan kita har–

"Loh?" Syair Arunika terhenti dan pupil mata Arunika melebar saat melihat kotak perhiasan pria tadi masih utuh berada di sana.

"Tuan!" teriak Arunika.

Dia ingin mengejar pria pemborong perhiasan itu, tapi saat ini yang menjaga toko hanya dia seorang. Jika toko perhiasan ditinggal begitu saja tanpa ada yang menjaga, bisa-bisa dia terkena omelan dari sang ibu tujuh hari tujuh malam.

Arunika mengurungkan niatnya dan menatap kotak tersebut, lalu memasukkan kotak perhiasan itu ke dalam keranjang yang aman.

Mungkin besok dia akan ke sini lagi, pikir Arunika.

———

Ihiy, si bapack bisa aja