Chereads / MY ROSE / Chapter 18 - 18. Memilihku?

Chapter 18 - 18. Memilihku?

Seorang pria paruh baya tengah terdiam di sebuah ruang bawah tanah yang terasa menyesakkan dan kotor. Penjara besi yang berada di sana mengurungnya hingga tak bisa kemana-mana.

Dia sudah lelah meraung, meminta pengampunan. Semuanya dia lakukan agar dapat terbebas dari sini. Penyesalan, rasa bersalah, serta rasa seribu kata maaf dalam sehari sudah dia sebutkan hingga bibirnya kering tak bisa berkata-kata.

Kini, dia menyerah. Tak peduli dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Bahkan, jika itu kematian sekalipun. Pria itu terduduk lemas tak berdaya, matanya kosong, memikirkan sesuatu yang membuatnya berhasil ada di sini.

Hingga suara besi yang terkena besi lainnya mulai mengusik telinganya. Membuat pandangannya yang semula kosong sekarang mulai terlihat lebih berisi. Ya, berisi dengan rasa takut dan panik.

"Hai, Tuan Bara." Perempuan cantik dengan rambut berwarna abu-abu yang baru saja dia warnai berdiri di depannya. Dengan sebuah palu yang terus dia ketukan ke penjara besi yang mengurung Bara.

"Keluarkan aku dari sini, kumohon. Aku berjanji akan mengikuti semua perintahmu. Aku menyesal..." Bara memohon bagaikan manusia tanpa harga diri. Dia bersimpuh di hadapan Rosea, mencoba meraih kakinya.

Namun, secepat mungkin Rosea menghindar. Mengambil langkah mundur demi tidak disentuh oleh tangan menjijikan itu. "Sudah kubilang kau akan kubalas sepuluh kali lipat." Ketus Rosea dengan matanya yang terlihat tajam. Dia hanya terlihat manja dan tenang saat bersama dengan orang terdekatnya. Selebihnya, Rosea terlihat seperti wanita dewasa yang sulit tersentuh.

"Maafkan aku, kumohon! Maafkan aku!" Teriakan Bara semakin menggema, terisak, penuh penyesalan dan rasa sakit. Suaranya terdengar menyedihkan, membuat Rosea merasa kesal.

"Aku tidak akan membunuhmu, Tuan Bara yang terhormat. Aku akan menunjukkanmu sesuatu." Rosea membuka laptop yang dibawanya. Diletakkannya laptop tersebut di atas sebuah kursi dengan layar yang menghadap Bara secara langsung.

Saat laptop dinyalakan, sebuah grafik harga saham perusahaan Bara muncul begitu saja. Dan grafik itu tidak menunjukkan tanda-tanda kenaikan sedikitpun. Hanya penurunan sedikit demi sedikit yang terlihat.

Jika seperti ini terus, dipastikan perusahaan Bara akan bangkrut dalam waktu dekat. Uang? Itu adalah sesuatu yang Bara puja selain harga dirinya. Matanya melotot, penuh amarah dan kesedihan saat melihat perusahaannya berada di ambang kebangkrutan.

"Tonton lah sampai habis. Aku sungguh tidak akan membunuhmu. Aku... hanya akan membuatmu gila lalu membuang mu begitu saja." Geram Rosea dengan suaranya yang rendah.

***

Suara ketukan heels yang menyentuh lantai marmer, menggema begitu saja di ruangan yang terlihat lengang. Gadis cantik itu baru saja menaiki tangga dari lantai bawah tanah rumah milik Darren.

Dia berjalan menghampiri Darren yang tengah duduk di sofa ruang keluarga bersama dengan Alaric yang terbaring di sofa juga.

"Wow! Kau terlihat sangat sexy, My Rose." Pujian Alaric dengan mata berbinarnya membuat Rosea meliriknya tak minat. Bukan sekali dua kali dia mendapat pujian seperti ini. Hampir setiap hari pujian dari mereka terdengar ke dalam telinganya, membuat Rosea merasa bahagia tersendiri.

"Kau belum sembuh dengan baik, Alaric." Sindir Rosea. Dia duduk di antara Alaric dan Darren, bersandar di pundak Darren dengan nyamannya.

"Ck! Kau seharusnya bersandar padaku, My Rose. Pundakku lebih nyaman daripada Darren." Alaric yang merasa iri hanya bisa mengoceh, merasa kesal dan tidak terima.

"Diamlah atau kau akan kuberi obat bius, Alaric Cashel." Diliriknya Alaric dengan tajam, di tatapnya pria itu dengan penuh peringatan.

"Kau tidak akan berani, My Rose. Aku tahu kau sebenarnya menyayangimu dan tidak tega untuk melukaiku. Bahkan, melihatku terluka saja kau tidak tega, My Rose." Balas Alaric, meledek Rosea.

"Kata siapa aku menyayangimu Alaric? Kau terlalu percaya diri." Rosea melipat tangannya di depan dada, sedangkan Alaric sudah payah berusaha untuk duduk mengingat perutnya yang masih terasa sakit.

"Kau tidak menyayangiku? Setidaknya sebagai sahabat." Mata Alaric terlihat penuh kekecewaan. Ditatapnya Rosea dengan pandangan yang kesal, membuat Rosea yang sedang diperhatikan hanya terkekeh pelan.

"Aku mencintaimu... bukan menyayangimu!" Ralat Rosea.

Senyum di bibir Alaric terbit seketika. Dia bahkan nyaris memeluk Rosea karena terlampau senang. Secepat mungkin Rosea menolaknya. Dia masih mengingat perihal luka Alaric yang berada di perut.

"Aku juga mencintaimu. Jadi, kau memilihku bukan Darren?" Alaric senyum-senyum tidak jelas. Mungkin saat ini raganya sudah melayang tinggi, terbang hingga ke atas awan.