Jantung Jie berdegup sangat kencang. Tubuhnya seakan disihir oleh mata tajam itu hingga tak bisa bergerak sedikit pun.
A mencekeram kuat lengan Jie. "Semua akan baik saat apa yang gue mau terwujudkan dan ...." A sengaja menggantungkan ucapannya. "dan yang bisa membuatnya baik adalah lo." Kata terakhir itu menutup pembicaraan. Jie tak bergeming. Masih terdiam dan mencerna kata-kata A tadi.
Tak lama, taksi tersebut berhenti di depan gedung kampus ternama di Jakarta. A dan Jie turun dari dalam taksi. Mereka tetap tak bergeming. Diam saja karena tidak tahu harus bicara apa.
Setelah membayar ongkos, taksi tersebut pun pergi meninggalkan A dan Jie yang sibuk memperhatikan sekelilingnya. Kampus sudah sepi dan hening.
Sial! Mereka sudah terlambat.
"Kita terlambat," ujar A tanpa melihat Jie yang juga sekarang tengah susah payah meneguk salivanya.
Sesuai jadwal, dosen killerlah yang mengajar di kelas mereka hari ini. Itulah kenapa Jie begitu deg-degan.