"Saya nikahkan anda, Adrian Aditya Pratama bin Yunus Pratama, dengan anak perempuan saya, Alisha bintu Yahya, dengan mas kawin cincin berlian dengan berat 1.6 karat, sudah dibayar tunai.
"Saya terima nikahnya Alisha bintu Yahya, putri bapak untuk saya sendiri dengan mas kawin cincin berlian dengan berat 1.6 karat, tunai."
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah."
Tampak kedua keluarga mempelai mengucapkan syukur.
Master of ceremony memanggil mempelai wanita untuk bersanding di atas pelaminan dan berfoto dengan buku nikah, namun setelah sepuluh menit berlalu, Alisha, mempelai wanita tidak kunjung terlihat. Para undangan mulai terlihat resah. Meski Adrian tampak tidak terganggu sama sekali. Begitu tenang.
'Ada apalagi ini?' batin Hilman.
Saat Hilman akan mengeluarkan ponselnya, perwakilan dari WO yang disewa oleh kedua mempelai, datang menghampirinya, membisikan sesuatu ke telinga Hilman, wajahnya seketika menegang. Dia langsung mengontak Mia, melalui alat komunikasi tersembunyinya. Dan beranjak dari ballroom menuju ruang ganti.
***
Beberapa saat sebelum akad nikah berlangsung ....
Alisha yang telah siap dengan gaun pengantin putihnya yang anggun dan riasan yang memukau, tampak mondar-mandir di ruangan khusus mempelai. Sendirian.
Keluarganya yang lain telah menunggunya di ballroom. Alisha memberikan alasan, butuh waktu lima menit untuk menenangkan diri, sendiri. Dan meminta semuanya, termasuk Laras, tantenya dan Sari, sepupunya untuk keluar lebih dulu dan menunggunya di ballroom. Alisha berjanji, akan keluar setelah akad nikah selesai diucapkan.
Dari bibirnya keluar gumaman berkali-kali, "Aku bisa melewati ini, aku bisa melewati ini ...."
Alisha sangat tahu, tidak akan bisa menghindari pernikahan ini. Perjodohan ini, nyata, bukan rekayasa semata, karena ia ikut misi yang dipimpin oleh Hilman.
Alisha juga sangat tahu, gerak-geriknya dipantau oleh Mia dan Hilman dan petinggi BIN yang lain. Sesaat sebelum Hilman meninggalkan ruang ganti, ia menyerahkan sepasang anting, untuk dikenakan Alisha.
"Ada alat pelacak dan komunikasi di situ. Jangan berpikir yang tidak-tidak," ucap Hilman, saat Alisha membuka kotak hadiah darinya, karena melihat reaksi Alisha yang kelewat antusias, menerima hadiah sepasang anting berlian, yang cocok dengan gaun pengantinnya. Ia pun mengenakan anting itu di telinganya, atas permintaan Hilman.
Alisha meringkuk di sudut ruang. Menyembunyikan kepalanya di antara kedua lengannya. Menahan perasaannya. Meski satu bulir air mata lolos keluar dari pelupuk matanya. Dengan sengaja ia mematikan alat komunikasi di antingnya. Ia butuh sendiri, tanpa ada yang mendengarnya menangis.
Tidak bisa mundur sekarang. Tante Laras pernah memberinya pilihan, sebulan lalu, untuk tidak menerima lamaran Adrian, jika ia ingin memperjuangkan cintanya pada Hilman.
Akan tetapi, sesungguhnya Alisha tidak punya pilihan. Ia tetap harus berada dalam misi. Tidak ada kandidat wanita lain yang cocok untuk Adrian. Seperti itulah alasan yang diutarakan Mia.
Alisha ingat, dahulu hampir menikah, namun pertunangannya batal di tengah jalan. Padahal pernikahan tinggal sepekan lagi. Undangan pun sudah disebar. Rasa malu itu masih membekas. Ia tidak ingin menangggung malu untuk yang kedua kalinya.
Tok! Tok!
Terdengar suara ketukan di pintu, asisten WO memintanya untuk keluar, karena acara akad nikah sudah selesai, dan mempelai wanita diminta untuk hadir.
Menghela napas sejenak, exhale, inhale, Alisha menyeka sudut matanya, lalu membukakan pintu, dan mempersilahkan asisten WO yang memperkenalkan diri bernama Angel itu, masuk.
Tampak wanita muda dengan pakaian longdress lengan panjang berwarna putih, tersenyum, dan membawa Alisha keluar ruangan menuju ballroom di gedung Puri Begawan.
Alisha berjalan tepat di belakang wanita itu, namun dia merasa ada yang sesuatu yang salah, mengapa lorong ini begitu sepi dan panjang? Dan sepertinya dirinya dibawa menjauhi ballroom tempat dilangsungkannya pernikahannya dengan Adrian. 'Bukankah ballroom itu letaknya tidak jauh dari ruang ganti?' batinnya, dahinya mengkerut, berpikir.
"Angel?" panggil Alisha, namun Angel tetap berjalan memimpin di depannya. Tidak menghiraukan panggilan Alisha.
"Maaf, apakah ini jalan menuju ballroom? Bukankah arahnya ke sana?" tanya Alisha to the point, menunjuk arah berlawanan dari jalan yang sedang mereka lalui.
Angel, alih-alih menjawab pertanyaan Alisha, ia langsung menyerang Alisha dengan belati tajam, yang sepertinya ia sembunyikan di cempolan rambutnya. Begitu kecil, hingga terluput dari pandangan Alisha, yang memang menjadi kurang jelas akibat menangis tadi.
Dengan sigap, Alisha menangkis serangan itu. Meski gerakannya menjadi terbatas karena ujung gaunnya yang lebar, namun hal itu tidak menghalanginya untuk memberi perlawanan.
Beberapa kali, wanita yang mengaku bernama Angel itu menyerang Alisha dengan belatinya. Alisha hanya bisa menangkis serangan demi serangan, ia khawatir akan merusak gaun pengantinnya.
Hingga pada serangan berikutnya, Angel hampir melukai wajah Alisha. Dengan geram, Alisha menarik tangan Angel ke arahnya, kemudian membalikkan badannya. Dengan susah payah, Alisha menendang kedua siku kaki Angel, hingga ia tersungkur. Kemudian menotok lehernya, membuatnya tak sadarkan diri.
"Kau telah merusak riasan wajahku, kamu tahu?!" ucap Alisha setelah Angel berhasil ia lumpuhkan.
'Oh, tidak, bagaimana ini? Riasanku berantakan,' batin Alisha setelah melihat pantulan wajahnya di cermin yang tergantung di lorong. Rambutnya terlihat benar-benar berantakan.
Ia harus mengamankan wanita bernama Angel itu terlebih dahulu. Dengan gaun pengantin seperti ini, membuatnya tidak leluasa bergerak. Susah payah ia menyeret Angel ke dalam toilet dan menaruhnya di dalam salah satu bilik.
Saat itulah ia mendengar seseorang berkata dari balik punggungnya, membuatnya terbelalak.
"Di sini kau rupanya."
***
Di tempat lain, di depan ruang ganti ....
"Di mana Alisha?" tanya Hilman geram, ia tiba di ruang ganti yang telah kosong.
Tak lama berselang, Mia datang, wajahnya pucat pasi. "Maaf, Pak, tadi kami dilumpuhkan seseorang," terang Mia. Dirinyalah yang bertanggung jawab memantau keberadaan Alisha. Namun, sesaat setelah akad nikah, tiba-tiba ia kehilangan sinyal dari Alisha.
Mia yang mengetahui alat komunikasinya dimatikan dengan sengaja oleh Alisha, langsung menghubungi personil lain yang bertugas di sekitar Alisha, untuk mengawasi keadaannya. Namun, nahas mereka semua dibuat pingsan oleh seseorang.
***
Di ballroom Puri Begawan ....
Adrian mengetahui ada sesuatu yang tidak beres dengan Alisha. Ia pun kemudian meminta ijin untuk mencari Alisha sendiri.
Kedua kakak kembar Alisha, Aldian dan Alvian, ikut menemani.
Alvian berspekulasi, adiknya mungkin kabur dari pernikahannya kali ini. Namun, disanggah oleh Aldian, untuk menjaga perasaan Adrian.
"Adik kita bukan tipe orang yang lari dari tanggung jawab. Tidak mungkin ia kabur," tutur Aldian, membuat Adrian yang mendengarnya tersenyum. Ia tahu, Alisha tidak akan kabur dari pernikahannya.
Seperti tahu keberadaan Alisha, Adrian menuju toilet wanita yang berada tidak jauh dari ruang ganti. Membuka perlahan pintu utama toilet itu, meski sempat akan dicegah Alvian, karena tindakan Adrian ini dinilai tidak sopan. Seorang pria masuk ke toilet wanita? Yang benar saja!
"Di sini kau rupanya," ucap Adrian setelah melihat punggung wanita dengan gaun pengantin di dalam toilet.
Alisha tampak terkejut sesaat, namun sepersekian detik ia mengubah raut wajahnya menjadi tenang.
"Anu ... panggilan alam, tidak bisa dicegah," ucapnya enteng, dan hendak keluar dari toilet, namun lengannya berhasil diraih Adrian. Membuat Alisha tertegun sesaat. Khawatir terbongkar.
"Tunggu sebentar," ucap Adrian.
Tangannya terulur di atas kepala Alisha. Membetulkan letak tiara yang menghias kepalanya dan merapikan veilnya.
Tanpa bisa dicegah, Alisha terdiam membeku.
***