Jika Fateh saja tidak bisa dia tempuh bagaimana lagi Sebastian. Dinding tinggi yang mungkin menembus langit.
"Aku turut bahagia untukmu, nak." Rezky tidak bisa berkata-kata lagi. Hatinya hancur berkeping-keping. Entah ucapan Brayn ingin memperingatinya atau memang kepolosan anak ini tapi semua ucapannya mampu membuatnya hancur.
"Oh, ternyata kamu di sini." Suara indah itu seperti obat yang menyirami setiap luka di hatinya padahal jelas kalimat itu bukan di tujukan untuknya.
"Mom," panggil Brayn saat melihat ibunya berjalan mendekat dengan satu cup puding.
Anna tersenyum, "sedari tadi mommy mencarimu, kakek bilang kamu belum makan apapun, sekarang habiskan puding ini agar perutmu dingin."
Anna lalu menoleh dan sedikit terkejut karena dia tidak tau pria yang duduk dengan putranya adalah Rezky.
"Hai." Sapa Rezky sekuat tenaga sambil menekan perasaannya.