Chereads / I'LL LET YOU TASTE MY SECRET / Chapter 3 - Let me taste your secret

Chapter 3 - Let me taste your secret

Jam dinding berdetik jadi satu-satunya yang mengisi keheningan. Damon tidak terburu-buru, namun tidak memperlambat juga. Setelah bertukar kata dengan Maria yang mendadak bisu karena gugup, Damon berdiri dan bersiap pulang.

"Terimakasih atas minumnya."

"Ah, ya." Maria berdiri dan mengantar Damon ke pintu.

"Sedikit disayangkan, tapi aku menikmati malam ini."

"Ya, ya.." Maria hanya bisa mengiyakan dan mengangguk. "A-apa kau tidak akan mempertimbangkannya?"

Damon berhenti mengenakan sepatunya, lalu melirik. "Soal?"

"Soal, Eka.."

"Ah.., kalau boleh jujur, aku sebenarnya tidak melihat Eka seperti itu..." Damon mengusap tengkuknya, terlihat kebingungan dan canggung.

"B-begitukah??"

Damon tidak menjawab dan hanya tersenyum, sikap yang justru membuat Maria merasa bersalah.

"A-aku minta maaf, aku sungguh tidak sensitif. Kau pasti kesulitan karena...ku,"

tiba-tiba Maria merasakan sapuan pelan di bibirnya. Dengan mata tidak terbaca namun penuh keyakinan, Damon me-me-mengecupnya!

"Aku sangat kesulitan," dari dekat Maria melihat jakun Damon bergerak naik-turun, menggambarkan kegugupannya. "Aku tidak akan menemanimu mengobrol jika bukan untuk mendekatimu, kan?"

Maria tidak bisa berkata apa-apa. Hanya rona di wajahnya yang bereaksi memberikan jawaban.

"Hey," dengan suara lembut Damon menarik wajah Maria mendekat dengan tangannya untuk saling bertatap. "Maria, aku menyukaimu. Bagaimana denganmu?"

"A-aku...,"

"Aku tahu kau ingin aku dengan sahabatmu, tapi... aku tidak bisa membohongi hatiku. Aku menginginkanmu."

"K-kau..!"

"Aku tidak bermaksud mengelabuimu. Aku tidak pernah bilang aku menyukai Eka."

Tapi sikapmu membuatku berpikir sebaliknya! Maria menjerit dalam hari.

"Hm?" ibu jari Damon mengusap lembut pipi Maria, matanya mengunci pandangan Maria, membiarkannya membaca hasrat terpendam Damon yang sebelumnya disembunyikan.

"Kau tidak menyukaiku?"

"A-aku menyukaimu--," tapi tidak seperti itu!

Namun sebelum Maria menyelesaikan kalimatnya, ciuman kedua mendarat.

"Damon, uh..,"

Kecupan-kecupan kecil itu menghentikan kata-kata yang hendak Maria ucapkan. Ciuman itu bermula terasa seperti angin nakal, namun perlahan permukaan bibirnya semakin kental dan suara kecupan terdengar semakin kuat.

Dengan telaten Damon menghisap lembut bibir kecil Maria, memberikan perhatian serupa pada bibir atas dan bawahnya. Tidak lupa sesekali mengusap tengkuk Maria, mengirimkan getaran ke perutnya, dan berakhir di dadanya.

"Damon," lenguhan halus itu membuka kesempatan untuk Damon menjelajah lebih dalam. Lidahnya bergerak masuk, menyapu langit-langit dan dengan penuh perhatian menghisap lidah perempuan itu.

Manis, manis sekali.

Damon ingin menggigit sekuat-kuatnya bibir kenyal itu, menghisap dengan gemas namun dia menahannya. Gerak-gerik Damon tidak tergesa, namun menyudutkan sedikit demi sedikit.

Damon membiarkan Maria mengambil napas. Dalam jarak dekat itu, aroma mint memenuhi penciuman Maria, membuatnya pusing dan melemaskan kakinya. Jejak-jejek ciuman itu menggelitiki hatinya.

"Aku menyukaimu." kata Damon lagi. "Jadi kekasihku?"

Maria tidak menjawab dan hanya mengecup tepi bibir Damon, membuat rantai pria itu longgar seketika.

"Damon, ah," Maria menarik napas panjang ketika pria itu sekali lagi menciumnya. Tangannya yang sejak tadi diam dengan patuh di pinggang Maria mulai bergerak masuk ke dalam sweaternya. Pelan-melan mengusap perut dan punggungnya yang lembut, sambil terus menghujani Maria dengan ciuman.

Maria tidak tahu bagaimana dia bisa terus berdiri. Rasanya kakinya sudah tidak menginjak bumi lagi, dan dengan penuh rasa pasrah perempuan itu membiarkan Damon mendekapnya.

"..Maria,"

"Hmm," permukaan ranjang yang lembut menyambut pikirannya yang kini terkencar-kencar. Damon dengan keras kepala terus menciumi belakang telinga Maria, napasnya yang hangat terus menyapu telinganya, membuat Maria menahan geli hingga menghasilkan desahan kecil. Bibir damon bergerak turun ke leher, lalu ke bahu, tak lupa meninggalkan jejak di setiap jalurnya.

Kedua tangan Damon bergerak semangat, mencari titik-titik yang memancing desahan Maria lebih kuat.

"A-ahh!"

Goyangan lembut menyambut area kewanitaan Maria, jari yang sejak awal menarik perhatian Maria itu bergerak maju dari paha hingga selangkangannya. Mendekati bibir kewanitaanya, jemari Damon menggoda klitorisnya tanpa benar-benar menyentuhnya.

Damon membuka sweater Maria, membiarkan bra-nya menggantung longgar lalu menyambut dengan kilau nakal dua bongkah kenyal yang menyembul berani. Bentuknya bulat, cantik, dan sempurna dalam kepalan telapak tangannya.

Sejak kapan rok-nya dilepas? Kapan dia datang ke kamar? Sebelum Maria sempat berpikir lebih jauh, sengatan menyentaknya.

Tanpa memberikan gerakan berlebihan, Damon menjilati puting Maria, sedikit demi sedikit namun dengan frekuensi yang cepat hingga menegang. Dia menjilati, menggigit kecil lalu menghisap dengan sedikit tenaga, membuat Maria melengkung dan menahan getaran yang terus memancingnya di area kewanitaannya.

Tubuh keduanya memanas, dengan wajah merah dan napas terengah Maria menyaksikan Damon bergerak turun, menelusuri perutnya dengan lidah merahnya yang menggoda, mengusap pinggulnya lalu dengan gemas meremas bokongnya.

Maria memanggil nama Damon, namun sebelum berhasil merangkai kalimat yang sempurna, Damon sudah menekan area milik Maria. Dengan lidahnya yang liat dia menekan klitoris-nya, lalu menghisap lembut, membuat Maria melenguh panjang.

Tangan kirinya menopang pinggul perempuan itu untuk tetap terangkat, tidak membiarkan Maria yang sudah lemas layu begitu saja, jari tengah dan telunjuk Damon bergerak masuk ke lubang surga-nya. Madu mulai mengalir dari dalam, dan dengan penuh kesabaran Damon terus menggaruk dan mengusap pelan dinding bagian dalam vagina Maria. Sementara lidahnya tidak berhenti menjilat dan menghisap, jarinya bergerak semakin cepat seakan madu yang mengalir itu menjadi pelumas dan memberinya tenaga lebih.

"Nnn, Damon-ah, stop.. nghh!"

Maria merasa bagian bawah tubuhnya sudah tidak mendengarkan perintahnya lagi, dia hanya bisa mengepalkan tangannya.

Matanya menangkap mantel Damon yang tergeletak tak jauh, entah apa yang merasukinya, Maria membawa mantel itu mendekat dan menghirupnya. Sentakan demi sentakan memenuhi pikiannya. Aroma Damon dan gerakan jemarinya, membuat Maria berhenti berpikir sesaat, lalu seperti balon yang lama ditiup, letusannya membuat pikiran Maria kosong seketika.

"Damon-nghh,"

Seperti binatang buas, Damon bangun dari dalam kaki Maria, cairan asing memenuhi bibirnya, namun laki-laki itu terlihat tidak terganggu sama sekali, malah dengan haus meneguknya, membuat Maria tidak bisa lebih memerah lagi. Di bawah Damon, Maria berbaring. Tubuhnya yang berisi melengkung indah, keringat dan rona merah membuat kulit susu perempuan itu semakin menggoda, siap dinikmati. Rambutnya tergerai sesuka hati, dengan mata sayu dan berkabut, menggetarkan hati siapa saja yang melihat. Aroma cairan kewanitaan yang memenuhi indra penciuman Damon membuat dadanya semakin berdebar dan membuncah.

Damon membuka kemejanya dengan satu gerakan, menunjukkan otot perutnya yang berbaris sempurna. Dengan gagah dia membuka celananya dan menunjukkan adik kecilnya yang berdiri penuh percaya diri.

Damon merangkak mendekat, menyapu bibirnya dengan ibu jari sebelum mengecup kening Maria dan berbisik kering.

"Maria, sayang, izinkan aku...?"

Apa yang bisa Maria katakan setelah sejauh ini? Perempuan itu hanya bisa mengangguk, percaya bahwa Damon tidak akan mengecewakannya.

Lalu sekali lagi, seperti salah sangka sebelumnya, Damon tanpa ampun menerobos masuk.

"A-ah!!"

Rasa sakit menyadarkan Maria dari kebingungannya, namun karena kedatangannya yang tiba-tiba, dindingnya penuh seketika dan sentakan lain yang menyusul membuat Maria melenguh panjang.

"Damon, hngg,"

"Baby Maria, hah...," Damon menghembuskan napas penuh kepuasan. Bagian bawahnya diselimuti kehangatan dan dipijat dengan rakus. Dia merasa bisa keluar kapan saja jika membiarkannya.

"Tarik napas, benar, begitu." dengan bangga Damon mengecup setiap sisi wajah Maria, memberi penghargaan karena berhasil menyambutnya.

"Damon, uh..,"

"Shh, tak apa. Lihat, kau sudah berhasil, hm?" Damon menjilati air mata yang keluar tanpa sengaja. Pria itu terus mengucapkan kata-kata cinta dan memujinya, membuat hati Maria semakin lemah.

"A-aku tidak bisa, kakiku lemas." berbaring di bawahnya, Maria menggeleng lemah. Hati Damon semakin berdesir melihat wajah sendu Maria. Alisnya yang indah itu seakan memohon, sementara pipi merah merona dan bibirnya yang berkilau itu justru mengajaknya mendekat.

"Maria, kau mengagumkan. Manis, kau manis sekali." Damon menarik kaki Maria naik dan bertahan di lipatan lengannya.

Setelah rileks sesaat, Damon menarik keluar sedikit sebelum mendorong lembut namun kuat.

"Ang..,"

Gerakan itu terus berulang dengan kecepatan konstan selagi Damon tanpa henti membisikkan betapa menakjubkannya Maria, betapa manisnya perempuan di dekapannya. Dalam hati Damon terus membisikkan kata-kata 'tahan, perlahan, dengan lembut' berulang kali.

"Damoonn..." tiba-tiba Maria merengek seperti hendak menangis. "Damon, ah..." Maria seperti ingin mengutarakan sesuatu namun terlalu malu mengungkapkannya.

"Enak? Hm?"

Maria hanya bisa menjawab dengan desahan panjang dan tarikan napas. Suara kulit bertabrakan dan suara ranjang yang mendecit mengisi isi ruangan.

Damon mempercepat gerakan pinggulnya, menabrak semakin dalam yang membuat dinding vagina Maria memijat semakin kuat. Punggung perempuan itu melengkung, menyerahkan kedua dadanya yang dengan semangat Damon menangkapnya.

"Haa-ah, Damon, stop..."

"Haruskah aku berhenti, hm?" Damon menyentak sekali lagi, "Tapi kau tidak mau melepaskanku. Ah, Baby, baby Maria." kata Damon dengan nada rendah dan terhibur. "Ketat sekali, Maria..."

Semakin lama gerakan Damon semakin cepat, Maria tidak ingat berapa kali dia terlonjak. Pikirannya kosong untuk kedua kali, namun Damon tidak berhenti.

"Damonnn, aku baru kelua.. haa...nggg, Da.." suara Maria mendesah tidak koheren.

"Baby, sorry." Damon mencium dalam Maria, menenggelamkan desahan perempuan itu selagi bagian bawahnya mendesak masuk tegesa. Damon tidak tahu apa gedung-gedung ini meredam suara dengan baik, dia hanya berusaha untuk lebih mengerti. Dengak karakter Maria, perempuan itu mungkin tidak akan membiarkannya mendekat lagi jika Damon meliar begitu saja. Dia juga tidak ingin orang lain mendengar desahan manis itu sembarangan.

Jam di dinding itu menyaksikan kedua sejoli yang merekat satu sama lain. Memasuki ronde ketiga, Maria sudah memohon dan menangis untuk berhenti. Salahnya juga, yang mengiyakan setiap kali Damon meminta lagi dan lagi.

"Baby Maria, last time? Mm?" Damon mengecupi Maria sekali lagi. Telinga Maria seakan kesenangan mendengar panggilan yang Damon terus ulang sejak awal.

"Aku sudah tidak kuat...," Maria tersedu lemah, tapi penampilan kacau perempuan itu hanya meniup Damon untuk semakin berkobar. "Damon... please... Damonn... ah!!"

"Baby, kau boleh menamparku setelah ini, ahh... last time, oke?" pinta Damon sedikit nasal.

"Damon kau!!" Maria memukul bahu pria itu, tapi kata-katanya tenggelam dalam kenikmatan sekali lagi.