Chereads / the weakest throne / Chapter 4 - Chapter 1Episode 3 "Beautiful"

Chapter 4 - Chapter 1Episode 3 "Beautiful"

Sshhhhh

Suara angin dari jendela di belakangku perlahan memasuki pendengaranku. Aku menopang daguku sambil memejamkan mataku.

"Hmmm...."

Entah kenapa aku tidak bisa merasakan kekuatanku yang melonjak seperti waktu itu lagi.

Karena tidak ada hasil, aku membuka mataku. Memandang lurus ke arah pintu. Kalau orang lain melihatku, pasti mereka mengira aku sedang melamun.

Cklek

"..."

"... Tuan? Anda baik-baik saja? Sepertinya ands melamun."

"..."

Benar bukan?

"Ada apa?"

Aku menurunkan tanganku dari daguku, mengambil pulpen lalu melanjutkan tugasku.

"Hm... apa yang mau kau lakukan dengan anak itu?"

"Sudah kubilang bukan? Kalian harus melatihnya."

"Untuk lebih spesifiknya anda mau memberinya senjata apa?"

"... Biarkan dia yang memilihnya sendiri."

"Apa tuan tahu kekuatan anak itu?"

Kalau tidak salah aku pernah melihatnya sekilas di balik gambaran-gambaran ingatan masa depan yang kulihat itu.

"Teleportasi."

"Maaf?"

"Ya, memang kekuatannya sangat berguna."

"... Tuan, apa pelayanan kami tidak memuaskan bagi anda?"

Ah, aku sedang malas membalas masalah seperti ini.

"Aku tidak pernah bilang begitu. Aku hanya memberinya tempat tinggal dan sebagai gantinya dia harus bekerja untukku. Selebihnya kan sudah kubilang di taman. Aku hanya mencari seseorang yang tidak mengkhianatiku."

"Tidak mengkhianati... Apa anda akan mengorbankan nyawa anak itu jika dalam keadaan mendesak?"

"Ya."

"..."

"...Pergilah, aku sedang tidak ingin diganggu."

Airi membungkukkan badannya padaku sebelum menutup pintu itu dengan pelan.

Klek

"Hah..."

Kalau aku ingin menang dari kakakku, aku harus punya persiapan. Lagipula aku tidak bisa mengandalkan anak itu di pertandingan. Kecuali kalau aku menghancurkan kerajaan ini sebelum pertandingan itu dimulai. Untuk sekarang aku masih lemah, apalagi anak itu. Setidaknya aku harus memiliki kekuatan baru, entah itu orang atau barang.

...

Tunggu sebentar, kalau tidak salah aku pernah membaca tentang artefak kuno yang menyimpan kekuatan magis. Sebaiknya aku mengeceknya.

Aku beranjak dari kursiku menuju ke perpustakaan istana yang berada tidak jauh dari ruanganku.

***

"Hm? Apa yang kau lakukan disini?"

"Oh, pria kecil."

Aku mengerutkan alisku.

"Apa katamu?Kau panggil aku apa tadi?

"Aku mencari buku bela diri."

Dia mengabaikanku ya?

"Untuk apa?"

"Hm...latihan melelahkan. Lav lelah. Daya tahan tubuh menurun."

"Kau kan tinggal di hutan, kenapa bisa kau selemah itu?"

"Si rambut merah sangat... liar."

"Tunggu, kau bertarung sungguhan dengannya?"

Lav mengangguk, matanya masih setia tertuju ke buku-buku yang ada di rak.

Yah, Rein memang kuat sih. Kalau dia bertarung dengan sungguh-sungguh ia seperti hewan buas yang gila. Apalagi gaya bertarungnya memakai dua pedang.

"Kau memilih senjata apa?"

"...Pedang..."

Hm?

Aku kira dia akan memilih tombak atau panah. Tapu dia memilih senjata yang sudah umum dipakai para ksatria rupanya. Airi juga pengguna satu pedang.

Kalau aku ikut bertarung sudah pasti aku tidak akan memilih pedang. Tubuhku lemah, aku tidak pandai bertarung jarak dekat. Mungkin nanti aku akan memilih panah saja dan membantu dari belakang. Tapi kalau tiba-tiba musuh mendekat aku juga akan repot nantinya.

"Hei, kalau kau sedang dalam pertarungan bersama aku Rein dan Airi, apa yang akan kau lakukan?"

"... Karena aku pengawal pribadimu, keselamatan pria kecil lebih penting bagiku."

"Jangan panggil aku pria kecil...dan bagaimana kau akan melakukannya?"

"Aku akan memastikan tidak ada musuh yang mendekati pria kecil, jadi pria kecil bisa diam di tempat saja."

"Ho... jadi aku tidak perlu menghindar tapi kau yang menghindarkan lawan?"

"Ya... begitulah."

"Menarik, semoga berhasil kalau begitu."

Aku mengangkat tangan kananku dan berlalu pergi meninggalkannya.

Sepertinya buku tentang artefak kuno ada di sekitar sini...

Srak

'Gelas Kemurnian, Kalung manipulasi, Jam keberanian.... '

...

Tidak menarik.

Srak

Srak

Aku terus membuka halaman demi halaman. Buku tebal yang berisi informasi berguna ini, tidak mungkin kulewatkan.

Tak disangka aku sudah membaca buku ini selama 5 jam.

"Hoamm..."

Hari sudah malam, bintang-bintang tersebar di langit dengan indahnya memancarkan cahaya mereka. Dari jendela besar ini, aku melihatnya. Aurora yang indah dengan warna-warnanya membentang di langit malam.

Kerajaanku yang indah ini, apakah hati rakyatnya bisa seindah fisiknya?

'Yang terkuat adalah yang bisa menduduki tahtah.'

Raja yang cuek, bangsawan yang arogan, rakyat yang tidak ramah. Sebenarnya budaya macam apa yang telah ditanamkan oleh kerajaan ini kepada rakyatnya?

Apakah dengan menjadi raja aku bisa mengubah semuanya?

Orang yang belum pernah merasakan penderitaan orang lain tidak akan bisa memahaminya...

Kalau aku menghancurkan kerajaan ini, apa para rakyat pada akhirnya akan mengerti arti dari penderitaan?

Apa mereka akan belajar dari kesalahan mereka?

Apakah pilihanku sudah benar?

Kerajaan indah yang kucintai sekaligus kubenci.

Tap

Aku menutup buku yang ada di pangkuanku.

Untuk sekarang aku sudah menentukan tujuanku.

Pertama, aku harus mencari permata kebangkitan. Permata yang bisa menjaga tuannya tetap sehat, menjaganya dari racun bahkan luka yang dalam.

Aku harus meninggalkan kerajaan ini, tapi bagaimana aku harus memberitahu ayah?

Tunggu sebentar, ngomong-ngomong hari ini aku belum bertemu dengannya...

Besok sajalah, aku sudah lelah.

"Zzzzz.... "

Hm? Suara apa itu?

"Zzzzz...."

Anak itu, bisa-bisanya tertidur disini.

"Hah..."

***

Brak

"Airi, dimana kamar anak ini?"

"Oh astaga, tuan muda, biar aku yang menggendongnya."

"Kuserahkan padamu."

Aku menyerahkan Lav yang kugendong di punggungku.

Huh... dasar. Bahuku jadi pegal.

"Pfft. Aku tak menyangkan tuan akan melakukan hal seperti ini."

"Berisik. Cepat pergi."

Airi mengangguk singkat sebelum akhirnya pergi dari ruang kerjaku.

"Melelahkan."

Aku mematikan lampu lalu menutup pintu dengan pelan. Sedikit menyeret kakiku, aku pergi menuju kamar tidur yang kurindukan.

Sekali lagi kukatakan,

Hari ini melelahkan