Mielda berjalan ke belakang halaman, membawa kertas sobekan dan tas nya di tangan. Mielda menghapus air matanya perlahan-lahan, mencoba untuk tetap tegar dan baik baik saja. Namun tidak bisa.. tangis Mielda semakin kencang dan hal itu membuat dirinya sendiri semakin sakit. Sakit karena satu satunya surat untuk dirinya menuju impian-impian itu harus kandas..
Bagaimana ini? apa yang harus Mielda lakukan? apakah dosen pembimbingnya bisa memberikan surat lagi? apakah Mielda bisa sidang tepat waktu? banyak pertanyaan berkecamuk di benak Mielda. Dengan sisa sisa tenaganya Mielda masuk ke dalam kamar Antii, Disana Bibi baru saja selesai mencuci muka. Antii yang melihat tangisan Mielda hanya bisa tersenyum kecil lalu mengelus pundak Mielda dengan lembut.
"Ada apa Nak? apa yang kau lakukan? katakan pada Bibi". Bibi menyuruh Mielda duduk di atas ranjang kecilnya, Mielda menghapus lagi setitik air mata yang jatuh.