Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Love in War

Whitely_Neko
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6k
Views
Synopsis
Love in war (12 cincin kekuatan) Genre: misteri, drama, romansa, supernatural, aksi. Sinopsis: Setelah diserahi lencana ketua geng serigala, Ranma Lainford berencana meneruskan misi ketua sebelumnya, bertujuan membubarkan kelompok kejahatan di kota Goldenia. Namun belum genap seminggu menjabat, apa daya skemanya dihadang oleh organisasi D.S [Detektif Sekolah] Grup penyelidik tersebut ditugaskan pemerintah untuk menghancurkan seluruh penjahat di seluruh negeri, lalu disisi lain, Ranma mendadak merinding karena mendadak teman lamanya―Alvin―yang sudah meninggalkannya selama tujuh tahun kini kembali lagi. Bukankah itu terlalu kebetulan! Ranma mempercayai sosok itu pindah kemari bukan karena alasan biasa. Apalagi dalam pertemuan, dia menjatuhkan ucapan. "Aku berjanji padamu, akan kutangkap semua geng kejahatan di kota ini, sekaligus ketua geng serigala terkutuk itu!" Alvin Rechaus atau yang dikenal sebagai (?), bertekad menangkap dirinya.

Table of contents

Latest Update1
Prolog3 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Chapter 0: Kekejaman iblis Merah!

Dari ufuk timur, terlihat si jago merah berkobar hebat melalap segalanya. Kemudian menyusul teriakan histeris dan pekikan ketakutan yang membuatnya resah tak karuan. Apalagi sewaktu menyadari bahwa asal muasal kegelisahan tak jauh dari tempat perkumpulan gengnya, maka segenap tenaga, pria berlencana ketua geng hiu mencoba mencari tahu, dan dugaanya terbukti benar, malapetaka telah menimpa geng Hiu besi. Perkumpulan yang diprakarsainya.

"Apa yang terjadi?!"

Sang ketua―pria bertato hiu di lengan kanan―tertegun saat mendekati pintu masuk markas rahasia perkumpulannya. Pasalnya ia ingin mengetahui, apa yang membuat anak buahnya menjadi lari kocar-kacir ke segala arah?

Bukankah itu terlalu mengelikan. Mereka yang tiap hari giat berlatih untuk menghadapi ketakutan malah kini menyerupai kecoa busuk yang berlarian akan diijak. Menyumpah serapah dalam hati, lalu mata kemerahan bercampur marah menyasar pada beberapa orang yang masih berusaha melarikan diri.

"Hei, berikan penjelasan padaku?! Apa yang terjadi di sini!" Ia menangkap salah satu anak buahnya lewat kerah baju.

"An-ak itu hiks ... da-a-tang, di-a ... iblis." Pria muda bersetelan baju hitam kelihatan ketakutan dan akan menangis.

Namun jelas anak buahnya lebih takut terhadap lawan daripada dirinya yang notabene sebagai ketua. Hal itu membuatnya naik pitam. Itu adalah tindak penghinaan terbesar dalam gengnya.

"Bicaralah dengan jelas! Bukankah kau tahu siapa yang dihadapanmu ini, apa kau mau kujadikan perkedel!" Karena kesal, ia lemparkan orang itu ke depan hingga badannya menabrak batang pohon kelapa.

"Se-tan! Lari ... dia datang!" Namun bukan sikap minta maaf atau perlakuan sopan didapatkan sang ketua. Anak buah tadi malah tak memedulikan luka barusan, ia cuma mementingkan nyawanya yang mudah disambar lawan di dalam markas geng. Dengan terburu-buru, bawahannya bangkit dan melarikan diri.

"Jangan pergi dulu, dungu. Akan kutandai mukamu untuk kuhajar nanti," gerutunya geram, tapi sikap arogansinya melunak ketika pancainderanya merasakan naluri bahaya mendekat.

Mendadak bulu kuduknya berdiri. Lambat laun sensasi dingin kejut menjalar cepat ke sekujur tubuhnya. Ia tahu itu bukanlah pertanda bagus. Apalagi setelah telinganya berhasil mencuri dengar suara samar anak kecil semakin jelas dari balik dinding. Jelas dia adalah lawannya.

"Mana anggotamu yang mencuri permen dari saudaraku!"

Itu adalah suara murni dari anak belum pubertas. Akan tetapi serasa nada arogansinya sangatlah hebat bahkan melebihi dirinya, sang ketua geng hiu.

"Ak-u tida-k meng-erti apa maksudmu?" balasan suara serak bernada miris.

"Kubilang mana pencuri permen itu!"

"Aku ...."

Lalu menyusul suara benturan renyah dan hantaman keras benda tumpul beberapa kali, lalu ditambah tindakan kejam berupa pengerusakan kaca hingga pecah berkeping-keping, yang apabila dilihat dari dekat, bisa disimpulkan bahwa yang dilempar ke arah jendela tadi adalah salah satu anggota elit rekrutan ketua geng hiu.

"Tak mungkin! Anak buah sialan, kenapa para ketua regu tak becus dalam mengawasi anggotanya." Sang ketua tak bisa berpikir jernih mengenai lawan yang akan dihadapinya, dalam beberapa daftar informasi penjahat yang pernah dikumpulkanya, ia dapat memperkecil kemungkinan ke beberapa nama yang bahkan bisa membuat penguasa lari terkecing tanpa busana.

Pria itu sungguh tak memercayai bahwa lawan yang akan dihadapinya merupakan salah satu nama dari daftar hitam terlarang. Tak salah lagi, hanya dua anak super yang bisa menghancurkan keseimbangan kekuatan di kota ini.

"Lari ketua, ada iblis!" Salah satu bawahan terkuatnya keluar dari pintu dengan kondisi tragis. Kakinya sudah dibuat mati suri―terpelintir bengkok. Karena itu dia mengesot untuk melarikan diri.

"Iblis merah datang!" seruan dari pelari terdepan sontak membuat kaki ketua geng hiu dilanda gemetaran hebat.

Ia tak percaya mereka memprovikasi sosok itu. Si iblis merah, atau disebut iblis kecil merupakan salah satu julukan dari dua anak kecil paling menakutkan berperingkat nomer dua di kota Goldenia.

"Aaa ... kau ketua geng busuk ini!" Pintu kayu pun dipukul keras sampai berlubang sebesar bola sepak. Kemudian perlahan muncul dari balik pintu terbuka, anak kecil bertopeng tengkorak dengan rambut kuning semerawut meruncing layaknya landak, gaya berpakaian serba merah yang sedikit bisa menyamarkan cipratan banyak darah di bajunya.

"Jadi kau iblis merah." Sebagai pemimpin kejam dan berwibawa, ketua geng hiu harus mempertahankan harga dirinya mati-matian. Meski ia takut dengan sosok kecil itu. Namun satu-satunya jalan agar semua anggotanya bisa selamat yaitu ia harus mengulur waktu sebanyak mungkin.

"Tak usah berbasa-basi, aku ingin kau bertanggung jawab terhadap salah satu anggotamu yang telah mencuri permen dari rekanku, si iblis biru." Penjelasan sederhana itu terlalu berlebihan untuk dijadikan alasan penghancuran markas gengnya.

"Aku minta maaf, tapi bukankah kau perlu bukt―"

Lencana logam hiu melengkung c beserta topeng berbentuk hiu dilempar ke hadapannya.

"Kesabaranku ada batasnya. Aku tak akan memaafkan orang yang menggangu latihan temanku." Anak kecil itu tidak main-mati. Seringai tajam dibalik topeng polos putihnya benar-benar mampu membuat ketua geng hiu hampir terkencing berdiri.

"A-ku ...."

Sang ketua tahu harus melemparkan pembelaan. Namun ia berharap pemilihan kata dalam ucapannya mampu menyelamatkan hidupnya beserta teman-temannya. Oleh karena itu ia menjawab, "Aku akan mengirimkan mayat orang yang menggangumu nanti. Kuharap tuan Iblis merah mau menunggu setidaknya seminggu agar aku bisa menyelidiki dan menghukumnya secara adil."

"Aku tidak bisa menunggu. Muridku sedang menangis menantikan permennya. Setiap detikku yang terbuang denganmu, akan kuhadiahkan hukuman mematahkan salah satu anggota tubuhmu."

"Mohon maaf―" ucapan ketua terjeda dan digantikan oleh teriakan kesakitan. Sang Iblis merah tahu-tahu menyerang dan mematahkan satu jarinya.

"Selanjutnya yang kupatahkan adalah alat kelam*nmu. Sekarang bicaralah!"

Tak dapat dihindari kalau ia mungkin bisa mati tanpa perlawanan. Gawat. Menilai bahwa kemampuan si Iblis merah sesuai dengan apa yang dirumorkan, ia tahu tak boleh menyinggung sosok ini lagi di masa depan.

"Akan kukejar dia sampai mati!" balas ketua geng Hiu.

"Aku tak membutuhkanmu untuk membunuhnya. Aku hanya ingin kau menyeretnya ke mari lalu serahkan sisanya padaku."

"Maafkan telah meragukan kemampuanmu."

Sang ketua tak punya banyak waktu. Ia kehabisan pilihan untuk maju dan mudur sebab tak ada satu pun yang bisa menghasilkan peluang hidup. Sesuai perkara yang diajukan, ia harus membereskan ini secepat mungkin dan ... mungkin esok hari ia minta turun jabatan saja.

Kapok. Ia tak mau lagi bertemu sosok mengerikan ini di masa depan.

"Aku menanti omoganmu, hiu amis!" Anak kecil itu merentangkan telapak tangan. Jemarinya mulai menghitung mundur dari 5.

"Akan kubantu kau menyelesaikan masalah ini." Ia akhirnya mengeluarkan sinyal darurat untuk berkumpul. Sebuah kembang api dilesatkan ke langit petang sampai membuat percikan biru besar berwarna-warni.

Beberapa anggota veteran geng hiu yang mengetahui arti sinyal darurat tersebut mulai meniup peluit sekencang-kencangnya. Akibatnya semua orang yang terpencar mulai berbalik kembali menuju komandan masing-masing.

"Kau gila! Kita akan mati jika kesana." Salah satu bawahan mempertanyakan perihal keselamatan diri. Namun ia juga terpaksa kemari karena ada peraturan mutlak, jika mengkhianati sinyal ini berarti diri mereka akan dilemparkan ke hutan senagai pakan anjing liar esok.

"Aku juga takut. Tapi kalau kita bersama-sama, pasti bisa menemukan jalan keluar."

"Kita mungkin akan mati. Bukankah kau tahu dia orang dari daftar hitam!"

"Diamlah pengecut, apa ini hiu baja yang kita kenal!" Salah satu pimpinan regu berkumis lebat mengobarkan semangat. "Kalian cuma mementingkan diri sendiri, tidakkah kalian mengerti kenapa ketua lebih memilih menghadapi sosok dari daftar hitam meski tahu bakalan mati, tidakkah otak bodoh kalian bisa menerka maksud ini!?"

"Ketua ingin mengorbankan diri."

"Aku tahu dia menghalangi demi kalian."

"Ya, dia mencoba mengulur waktu demi kelangsungan keselamatan geng ini."

"Tepat sekali, dan apa yang kalian berikan sekarang! Ucapan pengecut dan sok tahu. Dia sedang berjuang membela kita. Jadi sebagai pemberani, kalian tahu apa yang harus dilakukan."

Di sela pembicaraan mengumbar semangat itu, di kejauhan ternaungi kegelapan, datang seseorang yang berlari sekuat tenaga sambil membawa sesuatu. Sebelah tangan orang itu membawa anggota geng hiu yang berhasil dilumpuhkannya.

"Hei, kenapa kau―"

Omongan si ketua regu 2 dipotong cepat.

"Diamlah, untunglah aku tak terlambat." Ia mencoba mengatur napas dan melepas lelah sebentar, lalu sekejab menegakan badan sambil melapor, "Ketua regu, inilah orang bodoh yang memprovokasi iblis merah. Aku sempat mendengar omongan dan langsung meringkusnya tadi."

"Apakah kau yakin dialah pelakunya?" Kesalahan eksekusi tak boleh keliru apapun yang terjadi. Sang ketua regu harus memastikan rencana ini bakalan berhasil. Karena nyawa ketua mereka dalam bahaya.

"Teman-temannya memberikan kesaksian tanpa ragu. Tapi si bodoh ini malah lari dan mencoba membunuh semuanya."

Bukti dapat dipertanggungjawabkan akhirnya muncul. Kini ia bisa menghela nafas lega sejenak.

"Bagus. Mari kita tumbalkan dia agar kesalahan ini mereda."

Setiba di sana. Sang algojo geng hiu segera melemparkan sosok terikat tangan di belakang ke iblis kecil. Setelah mencermati tampang pelaku, si iblis kecil segera berbalik dan menghajar orang terikat sampai tak bisa dikenali. Semua orang tercengang melihat bagaimana nasib perusuh itu. Awalnya mereka tak peduli karena itu adalah ganjaran dari apa yang diperbuatnya. Namun setelah melihat penyiksaan bak samsak hidup, mereka hanya berharap nyawa orang itu masih ada.

"Selamat kau telah terampuni. Namun sebelum aku pergi, kuharap kau bisa memberikan konpensasi mengenai tindakan bodoh ini." Sang iblis merah mengelap kedua kepalan tangan bersimbah darah dengan baju merahnya. Seketika semuanya bergidik ngeri. Benar rumor gila tersebut. Semua orang telah mendengar kabar burung bahwa iblis merah memiliki ritual menodai pakaian yang dikenakan dengan darah lawan. Beberapa orang mengatakan itu bisa membuatnya semakin kuat.

"Jawab aku Ketua hiu amis!" Iblis merah hilang kesabaran.

Sang ketua geng hiu memikirkan rencana licik, menjawab. "Katakan apapun yang kau mau, tapi aku akan menambahkan kau harus memiliki lencana ketua cadangan ini sebagai bukti bahwa kelompok kami merupakan bawahanmu."

"Kau pikir aku bodoh, kau bermaksud mengambil namaku sebagai pelindung?" Sang iblis kecil melemparkan tatapan membunuh. Tangannya hampir saja tergerak akan menghabisi nyawa lagi. Namun untunglah pemikiran jangka panjangnya berhasil menekan emosi.

"Maafkan aku, tolong ... aku masih punya tiga anak yang harus diurus." Ketua tahu dirinya sangatlah naif. Awalnya ia mencoba menyamaratakan pemikiran anak kecil biasa―gampang dibujuk dan disanjung tinggi―sebagai sang iblis kecil. Namun apa daya tabir tipu dayanya tersibak terlalu cepat. Selanjutnya, ketua geng hiu gemetar hebat dan memohon ampun.

"Hahaha ... aku cuma bercanda, aku tetap akan mengambil ini, dan harap ingat kata-kataku, aku menaruh tiga permintaan di lencana ketua gengmu. Jika suatu hari ada orang yang datang pada kalian dengan lencana ini, tapi kalian abaikan, aku harap kalian tahu konsekuensinya." Iblis merah membalikan badan, bermaksud pergi.

"Siap, kami tahu, iblis merah!" Ketua beserta semua anggotanya bersujud.

"Dan permintaan pertamaku adalah, kuharap si ketua geng ini mau mengantar permen pada muridku besok malam, dan beberkan semua yang kau tahu."

Itu adalah pemerasan informasi terang-terangan. Jelas geng hiu tahu posisi gengnya sudah tidak aman lagi.

Jika begitu ia sedikit menyesal karena telah memberikan lencana ketua tadi.