Chereads / Renjana di Langit Malam / Chapter 4 - Part 4

Chapter 4 - Part 4

Bukan apa , sore ini Ara ke Caffe lagi. Ia sangat kesal dengan ulah Kakaknya, Arkan. Dia bilang jika besok adalah keberangkatan ke London, tapi tidak. Sudah dari lama Ara mengisi formulir pertukaran pelajar tetapi tak pernah dikumpulkannya karena sewaktu itu masih bimbang, jadi bagaimana mau ikut seleksi. Satu kata buat dirinya dan Kakaknya, Aneh.

" Tumben ke sini sambil cemberut!" Ucap salah satu pegawai di Caffe Ara.

" Tau ah Kak, sebel banget sama Kaka Arkan!" Jawab Ara sambil mengetuk meja barista.

Ara melihat suasana Caffe yang lumayan ramai sore ini. Mungkin dia tak akan pulang nanti malam, yah seperti hari kemarin.

" Cappucino sama brownies coklat satu!" Pesan salah satu pelanggan kepada pegawai tadi, yah namanya Zahra.

" Tumben cemberut Ar, oh ya loe dicariin sama Mama," ucap pelanggan tadi, yups dia adalah Arsyad.

" HM, jawab Ara dengan pendek tanpa melihat ke arah Arsyad.

Ia melamun, ' kenapa aku selalu bersifat bocah saat sedang kesal, oh no, ya Allah, aku inget tadi pagi, jangan pertemukan aku kembali dengannya, aku nggak mau lagi!', pikir Ara.

" Cie, mikirin gue, udah ah nggak usah sampai segitunya!"

Baru saja Ara berharap agar dia tidak bertemu, tapi apa kenyatannya sekarang.

" Tau ah, bodo amat....aku nggak dengar!" Kesal Ara sambil menutup kedua telinganya.

" Eh menurut loe bagusan nama Arafi atau Arafa?" Tanya Arsyad pada Rafa, niatnya menggoda Ara.

" Lebih baik kalau Arsen!" Jawab Ara dengan kesal.

" Arsen?" Ucap Arsyad dan Rafa penuh tanda tanya.

" Ara sendiri, aku mau pulang byee, nggak boleh datang ke rumah aku tahu nggak!" Ucap Ara kepada Arsyad, ia berlalu pergi dari meja barista.

" Wow, jadi jomblo seumur hidup gitu?" Tanya Arsyad.

" Tau, bomat, bulan saudara aku!" Kesal Ara lalu berjalan keluar Caffe dengan kesal.

~~~~~

" Assalamualaikum," salam Ara dengan lesu saat memasuki rumahnya, tadi saat bertengkar dengan Arsyad dia berubah pikiran untuk pulang ke rumah.

" Waalaikumussalam," jawab orang rumah.

" Baru pulang, kemana aja kemarin?" Tanya Papanya dengan pelan tapi tegas.

" Dari Caffe, ke kamar dulu ya capek," ucap Ara dengan wajah lesunya.

Papanya mengangguk mengerti, mempersilahkan Ara untuk ke kamar untuk istirahat. Tapi saat di tengah jalan, " oh....jadi gini ya kalau malam sukanya keluar trus pulang-pulang kayak gini, atau jangan-jangan bukan ke Caffe tapi ke....." Kinara sengaja tidak menyelesaikan ucapannya, tapi Ara tau mau kemana tujuan ucapannya.

" Kinara, kok kamu gitu sama kakak kamu?" Tanya Papanya dengan kesal.

" Awhhh, sakit Pa!" Ucap Ara sambil memegangi dadanya yang serasa sesak.

" Ara!" Teriak Papa dan Arkan yang baru saja melihat.

Sedangkan Mama dan si kembar, " Kak Ara!".

~~~~~

Ara masih terlelap ditidurnya saat ini, dia sama sekali tak merasa terusik dengan suasana di rumah sakit.

" Gimana dok keadaan putri saya?" Tanya pria paruh baya kepada seorang dokter.

" Putri bapak hanya kelelahan saja, insyaAllah dia baik-baik saja," ucap sang Dokter.

Pria paruh baya tersebut menarik nafas lega karena putri nya tidak apa-apa, akhir-akhir ini memang putrinya jarang dirumah. Dia lebih sering pulang ke Caffe karena suasananya lebih membuatnya tenang.

" Assalamualaikum," ucap Arsyad yang tiba-tiba datang.

" Waalaikumussalam, nggak sibuk?" Tanya Papanya saat Arsyad mencium tangannya dengan hormat.

" Ehm itu, aku minta maaf Pa, aku tadi buat marah Ara," ucap Arsyad dengan wajah bersalah.

" Nggak papa, emang kadang Ara itu susah diajak bercanda," jawab Papanya sambil menepuk pundak Arsyad.

" Ara nggak punya riwayat penyakit kan Pa?" Tanya Arsyad dengan wajah khawatir.

" Alhamdulillah nggak, dia baik-baik saja, kadang Papa kasihan sama Ara yang ngotot ambil jurusan Kedokteran itu," beritahu Papanya.

" Yah, kedokteran itu padat banget kuliahnya, tapi kalau Ara bahagia disana kan nggak kenapa," ucap Arsyad sambil menatap Ara yang masih terlelap tidur.

" Oh iya, oh iya aku nggak bisa lama si sini Pa, aku pulang dulu ya Assalamualaikum, titip minta maaf sama salam buat Ara," pamit Arsyad.

" Waalaikumussalam, insyaAllah kalau ingat," ucap Papanya sambil tersenyum.

Papanya melihat kepergian Arsyad, lalu melihat Putrinya yang tertidur lelap. Dia rindu dimana saat mereka berdua belum terpisahkan karena sebuah perceraian. Ia sangat marah dengan Mamanya, tapi mau bagaimana lagi mantan istrinya dulu juga lelah menghadapi sikap Mamanya.

" Papa, aku di mana?" Tanya Ara yang sudah tersadar dari tidurnya.

" Ara, kamu nggak papa kan?" Tanya Papa dengan kasih sayang.

" Sakit, Pa kenapa aku sekarang mudah sekali lelah?" Tanya Ara pada Papanya.

" Kamu kan calon dokter, masa keadaan sendiri nggak tahu!"

" Bukan nggak tahu Pa, oh iya Arsyad tadi ke sini?"

" Iya, dia minta maaf sama titip salam buat Kamu," beritahu Papanya.

Ara hanya mengangguk mengerti saja, sebenarnya dia masih kesal dengan sikap Arsyad tadi. Benar-benar bukan saudaranya jika seperti itu, sungguh menyebalkan bagi Ara.

" Assalamualaikum!"

Ara melihat ke arah pintu kamar rumah sakit, saat mengetahui siapa yang datang dia melototkan matanya tak percaya, ia menarik nafas sambil menutup kedua matanya sejenak karena merasa pening.

"Waalaikumussalam," jawab Papanya, Ara diam saja. Dia tak mau menjawab salamnya, ia masih merasa kesal dengan yang tadi.

" Ada apa kemari Nak?" Tanya Papanya sambil beranjak dari duduknya.

" Mau ketemu calon istri Pa!" Ucap Rafa sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Ara.

Ara yang kaget tersedak ludahnya sendiri, ia merasa kesal dengan sikap Rafa yang tiba-tiba baik di depan Papanya.

" Kamu baru nggak ada kerjaan kan?"tanya Papanya sambil menatap jam yang melingkar di tangannya.

" Nggak Om, belum Shalat ya, biar saya yang jaga Ara Om," tawar Rafa sambil tersenyum ramah.

Papanya hanya mengangguk sambil tersenyum saja, " Baik, Om titip Ara sebentar ya, Assalamualaikum!" Ucap Papanya lalu berjalan keluar.

" Waalaikumussalam," jawab Ara dan Rafa.

" Halo," ucap Rafa lalu duduk di kursi sofa yang ada di sana.

" Hm," jawab Ara dengan singkat, dia tak ada tenaga untuk bertengkar.

" Gue hari ini akan berhenti ngajak loe bertengkar, jadi kita berdamai!" Ucap Rafa, tangannya terlipat di dadanya.

" Hm," jawab Ara dengan singkat lagi.

" Ck, masa jawabannya cuma Hm doang!" Protes Rafa.

" Berisik, aku ingatkan ya jangan dekati aku cuma buat mainan, aku itu wanita pingin dihargai!" Ucap Ara, tak lama setelah itu dia meneteskan air mata.

" Oke, loe mau gue gimana, jadi suami loe, gue siap," jawab Rafa dengan santainya.

" Nggak semudah itu, pernikahan itu bukan buat main-main, landasi dengan cinta dan kasih sayang," ucap Ara sambil menunduk.

" Loe nggak tahu sebenarnya perasaan gue, oke gue tunggu loe sampai sembuh terus gue lamar!" Ucap Rafa dengan santainya.

~~~~~

" Jadi gimana, kamu terima si Rafa itu, trus Rafi ntar gimana?" Tanya Fatimah dengan histeris.

" Belum, jadi aku mau ntar kamu temani aku di rumah, aku masih takut," pinta Ara dengan memohon.

" Aku ada kerjaan nanti, jadi nggak bisa," ucap Fatimah dengan wajah bersalahnya.

" Oke, nggak papa, aku tahu kamu sibuk," ucap Ara.

Ara diam, pandangan terarah ke arah taman yang ada di halaman rumahnya. Ia memikirkan bagaimana kehidupannya jika hari ini dia menerima lamaran Rafa, Ara tak bisa menolak aura yang ditimbulkan oleh Rafa. Wajah tampan, tinggi semampai, kulit putih, mata elangnya, dan juga bau tubuhnya.

~~~~~

" Bagaimana Ara, apa kamu menerima lamaran Rafa?" Tanya Papanya kepada RmAra yang daritadi menunduk risau.

Di sana ada keluarga besar Rafa, termasuk ada Rafi juga. Ia sedikit melirik ke arah Rafi yang wajahnya tetap terlihat santai, ternyata Rafi juga melihat dirinya. Ara yang gelagapan sedikit merutuki dirinya.

" InsyaAllah, Ara terima," jawab Ara dengan lirihnya.

Rafa yang mendengarnya tersenyum penuh kemenangan, akhirnya pujaan hatinya itu menerima cintanya.

" Baik, akadnya kita laksanakan Jum'at depan!" Ucap Papa Ara.

Tubuh Ara serasa terbebani sekarang, ingin rasanya dia menghancurkan wajah tampan Rafa yang sedang tersenyum kepada Ara.

~~~~~