Bagaikan di sambar petir di siang hari Angela mendengar permintaan dari Mama Yanti bahwa ia akan di jodohkan dengan seorang yang tidak di kenalnya. Selama ini Angela sudah berpacaran dengan lelaki yang di cintainya selama lima tahun. Tapi entah kenapa Mamanya tidak setuju jika ia menikah dengan Yohan kekasihnya.
"Tidak bisa begitu, Ma. Angela juga berhak memilih masa depan Angela, pokoknya aku tidak mau jika menikah dengan lelaki yang tidak aku kenal!" jawab Angela ketus.
"Kau harus dengarkan Mama, Papamu sudah berjanji pada keluarga mereka jika kau sudah berumur dua puluh tahun maka pinangan itu akan datang, kau tidak bisa mengelaknya lagi. Mereka bukan keluarga sembarangan Mama talut jika kau menolak keinginan mereka dan tidak meneruskan wasiat Papamu akan berakibat buruk pada kehidupanmu kelak ," kata Mama Yanti lembut.
Angela melempar bantal sofanya ke lantai," Tapi apa benar harus menikah dengan seorang lelaki yang belum pernah ia kenal sebelumnya hanya karena janji orangtua pada jaman dahulu? Apa Mama ingin aku menangis terus menerus karena menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Mama senang lihat Angela menderita!" bantah Angela.
"Dengarkan Mama, sayang. Mama sangat mengenal Verrel, dia pria yang terbaik untukmu. Bukankah seiringnya dengan waktu kalian pasti akan saling jatuh cinta, dia akan menjadi suami yang terbaik buatmu," bujuk Mama Yanti.
Ini bukanlah jaman Siti Nurbaya, Mah. Kenapa Mama masih suka menjodoh-jodohkan? Apalagi dengan pria yang tidak jelas mencintaiku atau tidak. Aku tidak bisa menerima keputusan Mama," lanjut Angela marah.
"Angel hanya ingin hidup bersama Mama, Angel tidak membutuhkan siapapun," Angel menangis terisak-isak.
"Sayang, aku tahu saat ini kau pasti membenci keputusan Mama. Tapi Mama ingin hidup Mama juga tenang, jika kau sudah bersanding dengan laki-laki yang tepat. Seorang lelaki yang akan mengayomimu sepanjang hayatmu," Mama Yanti mengelus rambut Angela. Menangkup kedua pipi anak kesayangannya dan menghapus airmata yang tersisa di pelupuk mata Angela .
"Sayang, tolong penuhi keinginan Mama yang satu ini. Selama ini Mama tidak pernah punya keinginan apapun.
Mama Yanti adalah seorang janda yang berkecukupan, suaminya meninggalkan banyak warisan untuknya. Tapi, dalam pernikahannya itu Mama Yanti hanya memiliki seorang putri yang bernama Angela. Dan Mama Yanti harus kehilangan satu-satunya putrinya setelah genap berumur dua puluh tahun. Seorang bangsawan sekaligus konglomerat yang kaya raya akan datang meminang Angela.
Semenjak Papanya meninggal, Angela di besarkan sendiri oleh Mamanya. Untung saja Papanya meninggalkan banyak warisan yang bisa mencukupi kebutuhannya hingga dewasa. Sehingga Angela tidak pernah merasa kekurangan.
"Tidak ada yang lebih baik dari Verrel sayang. Mama hanya ingin kamu menikah dengannya bukan pria lain. Dia pria baik. Dengan begitu Mama akan sangat lega menitipkanmu padanya," ujar Mama Yanti.
"Tapi Ma, kami tidak saling mengenal. Lalu apa gunanya kita melanjutkan pernikahan konyol ini tanpa cinta," bantah Angela.
"Lagipula kenapa Papa harus menulis wasiat bahwa aku harus menikah dengan pria itu hanya untuk menerima kebaikan keluarga mereka? Apa Papa tidak pernah memikirkan perasaanku?" Angela mendengus kesal.
Mama Yanti menghampiri Angela merengkuhnya," Aku yakin Papamu pasti sudah memikirkannya sayang," katanya membesarkan hati Angela.
Lalu bagaimana jalinan kasihnya bersama Yohan haruskah ia putus sekarang padahal tidak ada masalah apapun di antara dirinya dan Yohan. Angela merasa menjadi gadis yang kejam karena memutuskan percintaannya secara sepihak.
Apa yang harus di katakannya pada Yohan, haruskah ia berterus terang jika ia di jodohkan sebelum lahir. Menggelikan, jaman modern seperti ini masih di berlakukan perjodohan. Kalau bukan karena menghargai almarhum Papanya yang sudah meninggal maka ia tidak akan menerimanya.
Kini ia tinggal menunggu hari dimana keluarga Verrel akan datang membawa pinangannya.
KEDIAMAN KELUARGA VERREL PRAYOGA
"Aku tidak mungkin meninggalkan Lucia begitu saja, Pa." Verrel mengusap wajahhnya kasar. Ia tidak suka dengan sikap Papanya yang memaksakan kehendak padanya.
"Dulu Papa sudah pernah bilang kan, kalau kau menyukai gadis tidak usah terlalu serius karena pada akhirnya kau akan menjadi milik orang lain," terang Pak Burhan Prayoga.
"Sekarang Verrel mau tanya sama Papa, apa dulu Papa dan Mama di jodohkan?" tanya Verrel.
Mereka berdua diam, tapi jika teringat janji pada saat itu Pak Burhan tidak dapat berbuat apa-apa. Karena berkat Pak Lukman, Papanya Angela sampai saat ini dia bisa hidup dengan bantuan donor ginjalnya. Pak Burhan merasa di berikan kehidupan baru oleh Pak Lukman. Maka dari itu ia ingin membalas kebaikan Pak Lukman dengan menikahkan kedua anak mereka, mempererat tali persaudaraan dan silaturahim.
Malam itu ...
Seorang wanita menangis melihat suaminya yang bersimbah darah karena kecelakaan. Beberapa perawat mendorong pasien itu ke Ruang ICU.
"Ibu tunggulah di sini, biar kami memberikan pertolongan pada Bapak," kata dokternya.
Mama Yanti berurai air mata ia duduk di ruang tunggu pasien, matanya masih sembab karena terlalu banyak menangis. Ia tidak tahu harus bagaimana, kejadian itu terlalu cepat baginya.
Saat itu dirinya tengah hamil tua, sebelum pergi bekerja suaminya berpamitan kepadanya. Biasanya ia biasa saja jika suaminya pergi bekerja, tapi saat itu Mama Yanti merengek agar suaminya tidak pergi. Seperti ia sudah merasa akan terjadi sesuatu.
Sebuah telpon dari kantor mengabarkan jika mobil yang di kendarai Pak Lukman mengalami kecelakaan lalu lintas. Langsung saja gelas yang sedang di pegang Mama Yanti pecah, ia terduduk lemas. Dalam sela-sela kesadarannya ia naik taksi menuju rumah sakit tempat dimana suaminya di rawat.
"Pa, aku membutuhkanmu. Tolong jangan tinggalkan aku," isak tangis Mama Yanti lirih namun memilukan. Ia tidak punya siapa-siapa selain suaminya. Karena mereka adalah dua orang perantauan yang mengadu nasib di kota.
"Pa, kamu harus bertahan. Demi anak kita. Aku tidak bisa hidup tanpamu," dalam hati Mama Yanti terus saja berdoa agar suaminya tidak apa-apa.
Akhirnya waktu yang di nantikan tiba, seorang dokter keluar dari ruangan dan mendekati Mama Yanti.
"Apa anda istrinya Pak Lukman?" tanya dokternya.
Mama Yanti yang semula duduk termangu menahan kesedihannya, bangkit dan berdiri memegang perutnya yang membesar,
"Bagaimana keadaan suami saya dok?"
"Suami anda sudah sadar, dia meminta anda masuk," jawab dokternya.
Ekspresi bahagia terlukis dari wajah Mama Yanti,"Terima kasih dok, saya akan masuk sekarang," ujar Mama Yanti.
Ia menekan knop pintu itu perlahan, kepalanya melongok ke dalam melihat kondisi suaminya yang masih di perban pada beberapa tubuhnya yang mengalami luka.
Mama Yanti duduk tepat di depan ranjang Pak Lukman, tangisnya pecah ia tidak tega melihat suaminya terkapar penuh dengan luka.
"Jangan menangis, kau harus kuat," ucap Lukman lirih.
Mama Yanti mengangguk walau air matanya yang turun tak kunjung berhenti.
"Papa, harus sembuh. Sebentar lagi aku melahirkan, aku membutuhkan Papa," tangis Mama Yanti.
"Sayang, ada yang perlu aku bicarakan denganmu," ucap Pak Lukman lirih.
"Papa tidak usah banyak bicara, kita bisa mengobrol di rumah sepuasnya kalau Papa sudah sembuh nanti," hibur Mama Yanti.
"Waktuku tidak sedikit, dokter sudah menjelaskan semuanya. Bisa bertahan selama dua hari saja sudah bagus,"
"Tidaaaak, Papa tidak boleh tinggalkan Mama. Mama tidak bisa hidup tanpa Papa," tangis Mama Yanti semakin meledak, hatinya sakit bagaikan di iris sembilu. Ia tidak bisa membayangkan jika hidup sendiri tanpa Lukman.
"Tolong hubungi teman Papa yang betnama Burhan Prayoga, dia sangat membutuhkan donor ginjal. Aku ingin dalam akhir hidupku bisa berguna untuk orang lain," terang Papa Lukman.
-----Bersambung-----