Martin mendesah. "Ya ya. Nicholas memang tampan, tapi aku masih lebih tampan darinya." Ia membenahi kacamatanya dan kemudian menegakkan tubuhnya agar terlihat sedikit lebih tegap.
Senyum di wajah Li memudar dan kemudian ia mendorong rodanya untuk mengambil tahu jepang. Martin mengikutinya.
"Omong-omong, bagaimana kamu bisa mengenal Chef Nicholas?" tanya Li.
"Dia adalah temanku sejak aku masih kecil. Ibunya sudah lama tiada, jadi dia sering main ke rumahku. Dia menganggap ibuku seperti ibunya sendiri. Ibuku juga menyayanginya seperti anaknya sendiri. Aku dan Nick sudah seperti saudara."
"Wah. Ibumu baik sekali mau menganggapnya seperti anaknya sendiri. Berarti kalian sering bertemu."