Varel POV :
Ditengah hamparan gedung dan rumah-rumah luas yang berada di sekitaran ibu kota, aku menikmati malam yang terasa tidak begitu dingin.
Memandang ke langit lepas, melepaskan segala keresahan yang bertumpuk di dalam benak.
Pesona langit malam yang sangat memikat hati ini begitu damai jika dilihat secara langsung.
Setelah pulang dari cafe, aku tidak langsung pulang. Mungkin aku juga butuh sedikit refreshing menghilangkan penat. Makanya saat ini aku sedang duduk dibangku taman sendirian, sambil meminum segelas kopi hangat yang baru ku beli.
Saat aku sedang fokus pada langit malam yang semakin gelap dan bercahaya bulan itu, seseorang memegang pelan bahu ku. Otomatis aku langsung menoleh, melihat siapa yang berani mengusik kegiatan menyendiri ini.
Ternyata laki-laki, sama sepertiku.
"Oh—haii" sapa nya dengan ramah, aku tersenyum menanggapi, "Siapa ya?" aku balik bertanya, karna memang aku tak mengenalnya.
"Boleh aku duduk disini?" aku mengangguk mengizinkan, ia pun duduk disebelahku "Kau—sendirian disini?" tanya nya lagi
"Emh ya, ngomong-ngomong apakah kita sebelumnya pernah mengenal? wajahmu sangat asing" orang itu terkekeh dan tersenyum ramah
"Kau tidak terlalu memerhatikan kelas?" aku menggeleng "Aku ini teman sekelasmu, apakah kamu tak mengenal teman sekelasmu ini" aku sekali lagi menggeleng
"Baiklah-baiklah, aku akan memperkenalkan diriku, anggap saja kita baru kenal okey" aku mengangguk.
"Nama ku Yuda Sanjaya, kelas 12 TKJ. Bagaimana sudah kenal?"
Aku menggaruk leher sambil tersenyum renyah "Haha, aku tak begitu memperhatikan sekitar, yang ku perhatikan hanya keluarga ku."
Dia menepuk pundakku "Iya aku paham, tak perlu kau pikirkan. Apakah kita bisa jadi teman? Kau terlalu asik menyendiri sampai kau tak mempunyai teman, selain rangga mungkin" terangnya, aku hanya tersenyum
Aku pun mengangguk setelah mempertimbangkan ucapan nya "Boleh saja. Aku tak masalah sekalipun tidak punya teman. Yang terpenting aku masih memiliki ibu dan adikku untuk ku perjuangkan sehidup semati" dia kelihatan sedih mendengar ucapanku, apakah ada yang salah?
"Hey—hey kenapa kau sedih?" aku melihat dia langsung menunduk dan seperti mengelap air mata, lalu menegakkan kepala nya sambil menatap ke arahku.
"Aku sangat iri padamu yang masih mempunyai orang tua, apalah daya ku yang hanya hidup sendiri di dunia ini. Aku bahkan tak punya saudara, ah bukan tak punya. Mereka tak mau mengakui aku sebagai saudaranya. Miris sekali hidup ku ini—" dia kembali mengeluarkan air mata nya yang sudah menumpuk di pelupuk mata, aku yang tak tega pun mengelus punggung yang mungkin terlihat tegap namun ia sangat rapuh, setelah itu dia terkekeh pelan "—ah maaf aku jadi curhat padamu" aku langsung menggeleng cepat.
"Tidak! kau tidak salah. Aku tau bagaimana kondisi hatimu, yang seharusnya minta maaf adalah aku. Aku yang memulai topik menyedihkan ini" tegasku, bermaksud untuk mengenyahkan topik menyedihkan ini, sungguh menyedihkan dimataku jika harus membahas keluarga.
"Tak apa, kau tak salah. Aku nya saja yang cengeng" kata nya, aku berusaha menenangkan nya agar tidak menangis lagi. Kenapa malam ini menjadi sedih, padahal tadi aku sedang tersenyum menatap kisahku diatas langit malam.
"Sudah-sudah, jangan menceritakan topik seperti ini. Aku tidak bisa melihat orang menangis" dia mengangguk dan mengusak wajahnya, mengenyahkan air mata yang mengalir deras dari sumbernya.
Setelah dirasa cukup tenang, dia mulai bertanya topik lain kepadaku. Aku dengan senang hati menjawab.
"Kenapa kau disini sendirian?" tanya nya sambil melihatku yang sedang menatap langit
"Bersantai sambil menjernihkan pikiran penat. Dan kau sendiri kenapa disini? apalagi ini jam 2 pagi?"
"Mencari udara pagi mungkin"
"Di jam segini kau mencari udara pagi, yang benar saja!" protesku dan dia malah tertawa
"Kenapa kau sangat menggemaskan jika dilihat dari dekat" aku melongo, menggemaskan apanya?
"Kenapa kau tak pulang? hari ini kan masih sekolah, seharusnya kau tidur bukannya malah keluyuran seperti ini"
"Tak apa jika itu bisa berteman denganmu"—yuda
"Ya, ya. Aku kan sudah bilang kau boleh berteman denganku, tapi yah beginilah aku. Kau harus terima apa adanya" dia mengangguk
"Ternyata kau banyak bicara yah, kusangka kau memang pendiam sampai ke ufuk hati. Ternyata berbanding terbalik. Kau—Uke?"
"Apa itu uke?" tanyaku
"Hahahaha, apakah kau memang tidak sebegitu taunya tentang dunia pelangi?"—yuda
"Ya mana aku tau, apa hubungannya uke sama pelangi? aku pun baru dengar" racau ku
"Uke adalah pihak bawah, yah sepertinya kau memang pihak bawah"
Aku mengacak rambutku frustasi, apa lagi itu bahasa uke, pelangi? ya ampun tolong jangan menambahkan beban pikiran. "Maksudmu apa yudaaaaa!!! aku tak mengerti. Pihak bawah? pihak bawah apa. Ya ampun kepala ku siap untuk meledak jika begini"
"Kau punya ponsel, coba kau searching di google tentang apa itu uke dan dunia pelangi" aku hanya mengangguk-anggukkan kepala, nanti akan ku coba cari. Semoga tak mengecewakan.
Aku bergegas berdiri, "Aku ingin pulang, apakah kau tak pulang?" tanyaku
"Kau duluan saja, aku masih ingin disini. Disini sejuk untuk menyendiri" aku mengangguk paham.
"Yasudah aku pulang duluan, kau nanti hati-hati!"
••
Setelah selesai mengantar geral ke sekolah, aku segera menuju sekolah.
Gerbang masih terbuka lebar untuk semua murid dan guru yang akan masuk. Aku selalu datang tepat waktu, yah walaupun kadang tidak.
Di saat melewati koridor menuju kelas, aku bertemu dengan yuda yang sudah berada disampingku.
"Hai teman!" sapa nya lembut. 'Bisa yah ada cowok seimut dan secantik yuda gini—monologku
Aku pun ikut menyapa balik seperti apa yang ia ucapkan tadi.
Yuda ini memiliki postur wajah yang sangat mirip perempuan makanya aku bilang dia cantik. Tapi kenapa aku baru melihatnya semalam, padahal katanya dia sekelas denganku. Ah sangat tidak memperhatikan keadaan.
Tinggi yuda tidak beda jauh dari ku, mungkin sekitar 167 cm dari aku yang 170 cm.
Kami memasuki kelas sambil berbincang, menceritakan apa saja yang semalam dilakukan setelah pulang dari taman. Bagaimana kegiatan kami saat bangun tidur. Transportasi menuju sekolah dan lain sebagainya itu dibicarakan oleh kami sebagai topik pembicaraan sepasang 'teman baru.
Seisi kelas tercengang saat melihat kami masuk kelas sambil beriiringan. Mungkin mereka kaget karena aku berbincang dengan orang, selain rangga.
Padahal aku sering menyapa jika disapa, kenapa perlu kaget kan.
"Gak usah kaget dong ngeliatnya!" ketus yuda saat melihat mereka seperti membicarakan kami berdua. "Kenapa? Iri, Bilang Bro!" sautnya lagi.
Mungkin ini salah satu kebiasaan yuda yang tak ku ketahui, dia sangat ketus dibandingkan aku.
Setelah itu, semua siswa yang tadi melihat ke arah kami pun langsung menyibukkan diri masing-masing.
Aku duduk ditempat biasa, aku melihat yuda. Ternyata dia berada di bangku yang berjarak dua baris di depan dari barisanku. Ia tersenyum dan melambaikan tangan kearahku.
"Tumben deket sama yang lain" saut rangga yang dari tadi melihat kedekatan kami.
"Dih emang kenapa? aku gak boleh punya teman baru?" tanyaku tanpa menoleh kebelakang
"Ya gak papa sih, tapi kok kaya nya enjoy banget sama yuda ketimbang sama aku?"
"Enggak kok, sama aja. Aku mah sama rata membagi kasih sayang, walau kadang irit." jawabku sambil mengeluarkan buku-buku pelajaran.
"Sayang ke rangga pasti besar banget tuh" pede rangga yang membuatku terkena serangan muntah mendadak.
"Iya in aja deh, buat rangga apa sih yang gak" terus rangga langsung senyum kasmaran gitu deh.