Matanya bisa melihat tubuh telanjang seorang wanita yang sedang Yudistira cumbu. Sedangkan Sang Pria hanya telanjang pada bagian atasnya. Nafas Adeeva tercekat, tak menyangka akan menyaksikan hal semenjijikan ini dengan kedua matanya sendiri. Dia tau Yudistira adalah seseorang yang suka berganti pasangan tidur. Banyaknya uang yang pria itu miliki bisa menyewa banyak wanita bayaran di luar sana. Tetapi, apa mereka harus melakukannya di kantor dengan pintu tidak terkunci seakan sengaja agar Adeeva melihatnya?
"Apa kau tidak bisa mengetuk pintu dulu?!" Sentak Yudistira sambil mengancingkan pakaiannya satu persatu. Wanita bayaran di depan Yudistira sedang memungut pakaiannya dan memakainya dengan cepat.
"Apa dia sekretaris barumu?" Tanya Wanita tersebut.
Yudistira tidak menjawab, dia meninggalkan wanita tersebut dan berjalan menghampiri Adeeva yang masih senantiasa mematung di tempatnya.
"Keluarlah, kabarkan bahwa rapat ditunda sepuluh menit." Yudistira hanya mengambil pakaian di tangan Adeeva dan memasuki sebuah ruangan yang diduga adalah kamar milik pria itu.
Dengan berat hati, Adeeva mengikuti perintah Yudistira untuk keluar. Sebelum dia benar-benar menghilang dari pintu, matanya sempat menangkap wajah wanita bayaran Yudistira yang tak sebanding dengan kecantikannya.
"Ck! Seleranya sangat buruk sekarang," cibir Adeeva.
***
Adeeva berjalan tertatih menyusul langkah jenjang Yudistira. Dia tidak bisa berjalan cepat karena banyaknya berkas yang dia bawa di tangannya.
Seluruh pasang mata menatap Adeeva dengan iba, mereka seakan merasa kasihan dengan nasib buruk yang baru menimpa sekretaris bosnya tersebut.
Tak lama kemudian, keduanya sampai pada lift khusus yang Adeeva gunakan tadi pagi. Dia bisa melihat Yudistira yang berniat meninggalkannya jika saja gadis itu tidak berlari untuk mengejar lift sebelum pintu tertutup.
"Kau marah padaku, Sir?" Tanya Adeeva menyadari sikap dingin Yudistira semenjak dipergoki olehnya.
Yudistira tidak menjawab, dia hanya diam memandangi pintu lift dengan bayangan wajah sendu Adeeva. Rambut rapi, kemeja berwarna putih dengan lengan pendek, rok span berwarna merah yang senada dengan rambutnya, dan tumpukan berkas-berkas setinggi tiga puluh centi pada tangannya. Yudistira tidak merasa kasihan, dia malah sedikit senang berhasil membuat Adeeva kewalahan.
Pintu lift terbuka, Adeeva terdiam kala Yudistira tak kunjung keluar dari sana.
"Keluarlah!" Pinta Yudistira. Dengan hati-hati, Adeeva keluar dari lift tersebut tanpa Yudistira dibelakangnya. Dia bisa melihat seringaian Yudistira pada bibirnya. Pasti pria itu akan mengerjainya lagi. Adeeva menguatkan mentalnya untuk mendengar perintah gila lainnya.
"Letakkan dokumen itu di atas meja kerjaku. Setelah itu, turun ke lobi utama. Aku menunggumu di sana, waktumu hanya lima menit." Bersamaan dengan itu, pintu lift tertutup menyisakan Adeeva yang mendengus kesal. Bekerja dengan Yudistira lebib melelahkan daripada berolahraga.
Adeeva dengan cekatan berlari di atas high heelsnya, tidak peduli dengan suara ketukan heels yang sudah tak beraturan. Padahal di lantai ini tidak boleh ada sebuah kebisingan mengingat penghuninya adalah pejabat tinggi seperti direktur dan manager. Persetan dengan semua itu, salahkan saja Yudistira yang membuatnya selalu berlari kesana-kemari.
"Besok-besok aku akan bekerja menggunakan sandal jepit!" Geram Adeeva sambil meletakkan dokumen di tangannya ke atas meja Yudistira. Dia kembali berlari, keluar dari ruangan dan menunggu lift selama beberapa saat. Gadis itu tak henti-hentinya melirik jam tangan yang sialnya menbuat dia semakin gugup.
Setelah lift terbuka, dia segera masuk tanpa mempedulikan seseorang yang harus terdesak keluar. Kakinya bergetar berharap lift yang digunakan meluncur mulus tanpa harus berhenti di lantai manapun. Untungnya, tuhan sedang baik kali ini.
Adeeva segera berlari setelah keluar dari lift dan menghampiri Yudistria yang sudah berada di atas Neiman Marcus Limited Edition Fighter berwarha hitam yang terlihat sangat mewah. Yudistira lebih menawan menggunakan motor daripada mobil menurut Adeeva. Dia ingin sesekali melihat pria itu balapan dan mendukungnya sepenuh hati.
"Apa kau selalu melamun?" Suara Yudistira membuat Adeeva tersadar. Dia memutar bola matanya dengan malas.
"Apa kau selalu menyusahkan karyawanmu, Sir?" Sindir Adeeva.
Yudistira sedikit berpikir, "tidak, hanya kau yang kubuat berlarian kesana-kemari."
"Naiklah!" Adeeva menganga dengan mata bulat sempurna. Apa yang baru saja di dengarnya adalah ilusi? Yudistira menyuruhnya untuk naik ke atas motor dengan rok span pendek yang dikenakan? Adeeva sudah pasti salah dengar'kan?
"Apa kau tidak memiliki telinga, Adeav? Naiklah sekarang, waktu kita tidak banyak!" Sentak Yudistira membuat Adeeva tersadar.
Dia tertawa hampa, bukan tawa bahagia yang terdengar, melainkan tawa miris meratapi nasib buruknya sendiri. "Apa kau gila, Sir?! Aku menggunakan rok span yang super ketat." Adeeva memaksakan senyumnya masih barusaha sopan dengan atasannya.
"Apa hubungannya, memang?"
'Bodoh! Yudistira sangat bodoh!' Adeeva tak henti-hentinya mengumpat dalam hati. Sepertinya otak pria itu sudah menghilang bersamaan dengan hati nuraninya.
Mau tidak mau Adeeva berusaha naik ke atas motor tersebut. Namun hasilnya malah rok span itu sedikit robek pada bagian samping, dan pahanya terekspos sempurna mengundang tatapan buas para buata darat.
"Buka jas milikmu, Sir!" Yudistira terkesiap saat jas miliknya ditarik paksa oleh Adeeva. Mau tidak mau dia melepaskannya. Yudistira melirik sejenak kebelakang, melihat Adeeva yang berusaha menutupi pahanya menggunakan jas milik Yudistira. Pria itu hanya bisa menghela nafasnya kasar melihat jas kesayangannya tak memiliki harga diri sekarang.
"Kau harus membelikan jas baru yang sama seperti itu," ucap Yudistira sambil mengenakan helm nya.
"Kalau begitu, kau harus membelikanku rok yang sama seperti yang kau robek!" Balas Adeeva dengan ketus.
Yudistira mendelik, dia memasangkan helm pada kepala Adeeva dengan paksa hingga gadis itu sedikit mengeluh kesakitan.
"Dasar gadis menyebalkan,"
"Aku juga mencintaimu, Sir!"
***
Yudistira melajukan motornya cukup kencang. Dia sengaja ingin membuat Adeeva ketakutan dan menangis sejadi-jadinya. Tetapi, yang dia dapatkan malah lain dari dugaannya. Adeeva tertawa bahagia dengan kecepatan motor yang semakin meningkat. Tak ada sedikitpun ketakutan dalam diri Adeeva saat Yudistira menyelinap dengan lihai antara truk-truk besar yang siap menghimpitnya kapanpun.
Yudistira semakin yakin bahwa Adeeva tidak memiliki ketakutan sedikitpun. Motornya terus melaju hingga sampai pada tujuan utamanya. Hari ini adalah peringatan delapan tahun semenjak kecelakaan hari itu.
Yudistira menghentikan motornya di pinggir jalan. Dia membantu Adeeva untuk turun dan melilitkan jas miliknya untuk menutupi paha Adeeva. Gadis itu sedikit bertanya-tanya mengapa Yudistira membawanya ke tepi jalan.
Adeeva mengikuti Yudistira, pria itu duduk di sebuah halte yang belum jadi sempurna di dekat sana. Dia duduk di sebelah Yudistira yang masih setia bungkam.
"Kenapa kau mengajakku kesini, Sir?" Tanya Adeeva.
Yudistire menoleh, tertawa sinis pada Adeeva. "Katanya kau mengenalku dengan sangat baik, mengapa kau tidak tau bahwa hari ini adalah tepat delapan tahun kecelakaan itu terjadi?"