Alan turun dari mobil dan Audy mengekor di belakangnya sedikit berlari kecil, menyusul langkah lebar Alan menuju pintu rumah besar tingkat tiga yang masih asri seperti dulu. Hanya ada sedikit perubahan. Rumah itu kini berganti cat bernuansaa putih bersih dengan paduan cat berwarna hijau tosca pada sisi tembok lainnya. Itu kelihatan sangat asri dan terlihat seperti model rumah vintage.
Alan langsung membuka pintu rumah tanpa mengucapkan salam. Ia membuka sepatunya lalu ditaruh dengan rapi di rak sepatu, dan ia langsung menyalami bundanya, kemudian pergi menuju kamarnya di lantai dua. Audy yang baru saja melepas sepatunya segera mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum tante.."
"Wa'alaikumsallam.. sini masuk aja sayang, anggap aja rumah sendiri." Ucap Sarah sambil menyambut Audy dengan memeluk gadis itu.
"Kamu kalau udah capek langsung istirahat aja ya.. langsung bersih-bersih gih, kamar kamu di lantai dua ya Dy, pintu warna putih diujung kiri dari kamar Alan. Itu kamar tamu." Sisi perhatian Sarah lah yang sejak dulu Audy rindukan. Karena Mamanya sendiri tidak pernah bicara panjang seperti itu. Walaupun sudah beberapa tahun Audy tidak berjumpa dengan Sarah, tapi ia selalu hafal dengan hangatnya perhatian Sarah.
"Iya tante makasih ya tan, oh iya tante kenapa ya tiba-tiba aku disuruh nginep di sini? Dan rumahku juga kosong gitu aja?" Tanya Audy.
"Iya tadi mama kamu telpon tante, kalau Bi Inah, pak supir sama satpam rumah kamu minta cuti. Katanya mereka waktu liburan kemarin gak dikasih cuti sama sekali." Jelas Sarah.
"Oh begitu ya tan. Iya sih tan, mereka jagain Audy di rumah. Soalnya mama sama papa sibuk terus tan, bahkan liburan kemarin itu sering lembur dan pulang bisa dua hari sekali." Jelas Audy dengan wajah lelahnya.
"Ya udah mungkin mereka memang sedang sibuk. Kamu langsung ke atas gih. Nanti tante panggil buat makan malam." Ucap Sarah, "Oh ya baju kamu ada di atas kasur ya udah tante siapin. Pake ya nanti, tante tau kamu pasti gak bawa baju ganti." Sambungnya.
"Eh? Audy ngerepotin tante ya? Maaf ya tan.."
"Loh? Ngapain kamu minta maaf? Cuman baju rumah juga gapapa kali Dy. Udah sana.."
"Iya aku ke atas dulu ya tan.." Sarah pun mengangguk dan tersenyum.
~~~~~
Setelah membersihkan diri, Audy merebahkan tubuhnya ke kasur. Ia sungguh lelah hari ini, bukan lelah fisik tapi ia lelah memikirkan kenapa ia harus berurusan dengan Alan lagi. Dia pikir dia akan kembali jauh dengan Alan, tapi sekarang ia malah berada di rumah lelaki itu.
Ting!
Suara handphonenya berbunyi menandakan pesan masuk.
From: Sister bawel
Maaf kakak tadi sibuk praktik dek, sekarang kakak balik ke apartemen kakak. Kakak juga udah tau kondisi rumah dari Mama. Kakak juga tau kamu dirumah tante Sarah. Besok kakak jemput kamu pulang sekolah ya. Dan satu lagi, kita tinggal berdua dulu selama ortu belum pulang. Oh ya, jangan nakal disana ntar makin dibenci doi..'
"Dasar bawel, hobi banget sih ninggalin adeknya. Terus tau-tau kasih kabar tapi ketiknya panjang lebar." Cibirnya kesal.
To: Sister bawel
'Iya kakak bawel. Don't worry about me.'
Send.
Setelah membalas pesan dari Bita, Audy memejamkan matanya sebentar menikmati posisi nyamannya di atas kasur. Ia hanya sedikit lelah.
Selesai sholat maghrib Audy masih di dalam kamar tamu dan mengutak-atik handphonenya mengecek notifikasi dari beberapa akun sosmednya.
Tokk..tokk..tokk.. "Audy ayo turun kita makan malam bersama ya.." ucap Sarah dari luar kamar.
'Duh lupa!! Gue kan lagi di rumah orang. Kok gue gak bantuin siapin makan sih? Bego!!' Cibirnya dalam hati. Ia buru-buru membuka pintu kamar dan keluar, berjalan cepat di samping Sarah.
"Tante maaf ya Audy tadi abis sholat malah main hape malah gak bantuin tante siapin makan malam dehh.." keluhnya.
"Kamu bicara apa sih Dy? Udah tante bilang kan.. anggap aja rumah sendiri. Lagipula tante cuman tinggal siapin di meja doang. Kan tadi bi Tutik yang masak." Jelas Sarah.
"Emang bi Tutik nggak nginep ya tan?"
"Enggak Dy, bi Tutik gak mau nginep soalnya rumahnya gak jauh dari perumahan ini." Mereka berdua sampai di meja makan yang masih kosong. Di situ sudah dihidangkan beberapa macam masakan. Ada cumi goreng tepung, rendang, sup jagung, dan salad sayur sebagai penyegar.
Abimanyu--Ayah Alan-- mengambil tempat duduk di ujung meja makan berbentuk oval itu.
"Selamat malam Dy, bagaimana kabar mu?" Suara bariton dari Abimanyu itu membuat Audy terasenyum.
"Baik om. Kalau om bagaimana?"
"Alhamdulillah om juga baik.. ayo duduk jangan berdiri saja.." Abimanyu seorang Ayah yang ramah sama seperti Sarah. Sarah duduk di samping kiri suaminya. Kemudian disusul dua kakak beradik yang baru turun dan lantai dua.
Alan berjalan santai menghampiri meja makan, hendak menduduki tempat biasanya namun segera dicegah oleh gadis yang lebih muda darinya.
"Eiittsss hari ini kak Audy yang duduk di sini. Kak Alan di samping bunda aja sana!!" Usir gadis itu. Alan yang tak mau ribut pun pindah haluan menuju kursi di samping bundanya. Gadis tadi menarik Audy segera duduk di kursi yang akan Alan duduki tadi.
"Sini kak duduk di samping aku ya.. kakak gimana kabarnya? Kok lama sih gak ke sini? Kenapa baru ke sini sekarang? Katanya kakak cuman pindah blok? Kan kalau pindah blok gak jauh-jauh amat tapi kok gak pernah ke sini sih kak?" Serbu gadis itu dengan mata berbinar memandang Audy. Seolah-olah ia masih menyimpan banyak pertanyaan lain.
"Rel.. kebiasaan deh tanya gak sopan gitu, tanya itu satu persatu gak kamu serbu kayak tadi." Ucap Sarah menegur putrinya.
"Hehe maaf bun.. kan Arel kangen kak Audy.." jawab gadis bernama Arel itu nyengir kuda.
"Gapapa kok tante.. Arel kan masih ceria aja kayak dulu.." ucap Audy dengen mengacak puncak kepala Arel.
"Ya sudah kita mulai ya makannya. Arel, kamu jangan ribut lagi ntar kak Audy tersedak kamu tanyain terus kayak tadi.." Abimanyu memulai memimpin do'a dan mereka semua makan dengan tenang. Sesekali juga bercanda renyah dengan Audy.
Ya kecuali dengan satu orang yang sedari tadi hanya diam. Ia makan dengan tenang tak peduli candaan di meja makan itu. Siapa lagi kalau bukan Alan. Ia duduk berhadapan dengan Audy, sesekali juga ia mencuri pandang terhadap gadis itu. Alan melihat cara makannya, caranya minum, dan caranya bercanda dengan keluarganya. Ia juga menarik senyumnya diam-diam ketika melihat Audy tertawa dengan candaan Ayahnya.
Audy yang merasa diperhatikan, jadi memandang Alan lurus. Pandangan mereka bertemu beberapa detik, dan setelah itu Alan melanjutkan makan. 'Alan aneh banget sih. Gue ngerasa diperhatikan gitu deh sama dia. Mana dari tadi diem melulu! Tetep cool sih emang. Tapi kalau lagi dingin gini serem.' Batinnya.
Selesai makan Audy membantu Sarah mencuci piring dan gelas yang kotor di dapur. Sedangkan Abimanyu dan Alan menuju ruang keluarga bermain PS di sana, Arel menuju kamarnya untuk belajar.
Selesai mencuci semua yang kotor, Sarah mengajak Audy duduk di taman belakang rumah. Mereka menuju bangku ayun yang di tengahnya terdapat meja besi. Sarah membawa setoples berisi biskuit coklat yang renyah ditaruh di atas meja besi itu.
"Gimana kabar semuanya Dy?" Tanya Sarah.
"Alhamdulillah baik semua tan, ya tapi begini gak kayak dulu tan.. sekarang mama papa sibuk dan jarang kasih 'qtime' buat aku sama kakak."
"Yang sabar ya, mereka kan masih memulihkan keadaan perusahaan papamu Dy. Jadi mama kamu juga harus turun tangan buat bantu papa kamu."
"Iya tan, aku ngerti kok.." Audy menghela napas sebentar, "Tante aku mau tanya sesuatu nih.." sambungnya dengan nada ragu. Ia ingin menanyakan sesuatu yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Ya! Dia harus menanyakannya sekarang.
"Apa? Tanya aja sayang.." jawab Sarah lembut sambil mengunyah biskuit coklatnya.
"Emmm.. itu tan.. soal.. dulu yang aku celakain Arel dua kali dalam hari itu. Dan Alan bilang kalau aku pembawa sial." Ucapnya menundukkan kepala dalam-dalam dan memainkan jemarinya.
"Sayang kamu bicara apa sih.." Sarah menaikkan dagu gadis itu untuk menatapnya, kemudian berbicara lagi. "Dulu itu kan Arel masih duduk TK dan dia begitu aktif anaknya. Arel memang suka sekali bermain kejar-kejaran. Waktu di taman kan emang Arel yang lari-lari sampi jatuh dan lututnya berdarah. Itu hal kecil Dy.. dan saat Arel minta lari-lari lagi kan bukan kamu yang minta tapi Arel yang tiba-tiba aja lari cepat pas di tangga dan jatuh, tulangnya patah waktu itu. Tapi itu semua bukan salah kamu sayang.." jelas Sarah runtut dan menyelipka rambut Audy kebelakang telinga gadis itu.
"Tapi tante.. Alan gimana? Dia kayaknya sampai sekarang jutek gitu.."
"Dulu itu Alan memang gak suka ada yang buat adiknya terluka. Jadi dia kalut pas terikain kamu ngolokin kamu pembawa sial, padahal kan itu karna Arel yang suka banget lari. Dan setelah tante nasehatin Alan, dia bilang ke tante kalau dia nyesel bentak kamu. Dia mau minta maaf ke kamu dan dateng ke rumah kamu bawain jus strawberry kesukaan kamu. Tapi waktu itu kamu udah gak tinggal di rumah depan itu lagi." Ucap Sarah.
"Iya tan, pas aku pulang dan sempat lihat Arel dibawa ke rumah sakit itu aku udah packing buat pindah blok. Jadi aku mau jenguk Arel gak bisa. Karna abis itu aku tinggal di rumah nenek sampai lulus SMP." Audy sempat merasa sangat lega dengan penjelasan Sarah tadi.
"Lalu kenapa kamu gak tinggal di blok F aja?"
"Ya karna papa mama saat itu sibuk tan. Mereka kan baru mulai mendirikan lagi perusahaan di sini. Dan karna mama papa gak suka pakek babysister jadi aku dan kak Bita di rumah nenek." Jelas Audy yang mulai merasa dekat dengan Sarah. Ia nyaman dengan sifat keibuan Sarah.
"Oh begitu pantesan setiap tante main ke rumah kamu yang di blok F itu kamu gak pernah ada disana."
"Hehe.. iya tan.."
"Eh sudah malam Dy. Kamu sebaiknya segera tidur ya.. besok juga sekolah kan? Ya udah gih kamu masuk kamar. Alan sama Om Abi pasti juga udah di kamar masing-masing."
"Iya tante.. ayo kita masuk." Dua perempuan berbeda umur itu pun masuk ke dalam rumah dan menuja kamar mereka masing-masing.
Audy merebahkan tubuhnya di kasur. Ia sangat nyaman berada di sini. Bukan! Bukan rumah ini yang nyaman, tapi dia sangat nyaman dengan sifat keibuan yang Sarah miliki. Jarang sekali dia bisa berbicara dekat dengan Mamanya sendiri, tapi lain dengan Sarah. Perbincangan tadi membuat Audy lega sekaligus merasa nyaman. Ia bisa mencurahkan isi hatinya pada Sarah. Ia mulai memejamkan matanya. Bergelayut lembut dengan rasa kantuk dan mulai menyusuri jalanan mimpi.
***