Hari cepat berlalu, kini malam sudah berganti dengan fajar. Lagit dan sekeliling masih gelap, Lisa segera beranjak dari tempat tidurnya. Kasur lantai dengan selimut yang tipis.
Kegiatannya masih sama seperti sebelumnya. Mengerjakan pekerjaan rumah kemudian memasak dan berangkat bekerja. Masalah kuliah ?? Dia melupakannya sejenak karena harus mencari uang yang banyak agar tidak dimaki – maki oleh Rosa.
"Ceklek..."
Baru saja Lisa membuka pintu kamarnya. Dia sudah dihadang oleh Elga dan Rosa di depan pintu, mereka saling bersitatap dan sesekali tersenyum licik.
"Deg..."
Saat itu juga jantung Lisa hampir lepas dari tempatnya. Tangan dan kakinya gemetar, bulir keringat dingin hampir keluar dari dahinya.
"Apa mereka akan memarahiku karena kemarin aku pergi pagi dan pulang malan namun tidak membawa uang sepeserpun," pikir Lisa.
Tebakkanmu salah Lisa. Elga malah justru mengandeng Lisa sambil tersenyum. "Adikku Lisa kenapa masih pagi kau sudah bangun," ucap Elga yang membuat Lisa tertegun. "Lebih baik kamu kembali ke kamar dan tidur," Rosa pun juga mengangguk.
Rosa menunjuk jendela belakang rumah, "lihatlah sayang. Di luar masih gelap." Tersenyum meyakinkan Lisa.
"Gleg..."
Lisa hanya bisa menelan salivanya, bulu kuduknya juga sudah berdiri. Bagi Lisa kebaikan Rosa dan Elga yang secara mendadak adalah suatu malapetaka.
"AAAAAA.. Kiamat sudah dekat," Lisa hanya bisa berteriak di dalam hati.
"Kamu kenapa Lis ?" tanya Elga, membangunkan lamunan Lisa.
Bibir Lisa sudah mengunci. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya, tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Haha, harusnya kamu manfaatkan keadaan dong Lis. Mumpung mereka lagi bagi sama kamu.
Tapi Lisa ya Lisa, ia mengagguk menurut saja dan masuk ke dalam kamar lagi. Sementara Elga dan Rosa melancarkan aksinya.
Mereka repot – repot membuat sarapan untuk Lisa dan menyiapkan segala keperluan Lisa. Jelas saja, ini adalah hari terakhir Lisa sebelum Lisa dijemput oleh Zae.
Bukannya senang, Lisa malah justru gelisah. Dia duduk di kursi kecil menghadap jendela, berharap matahari segera terbit. Pikirannya sudah tidak karuan, ada perasaan yang tidak enak menghantui.
"Sebenarnya ini ada apa ?" gumam Lisa sambil menatap foto kedua orang tuanya.
Keringat bercucuran dari dahi, sementara mata sesekali melirik ke arah pintu dan akhirnya.
"Tok.. Tok... Tok.."
Elga mengetuk pintu kamar Lisa. "Lis, mandi dulu. Aku sudah siapkan air hangat di kamar mandi." Ucap Elga dari luar kamar Lisa.
"Deg..."
Jantung Lisa semakin tidak karuan. Meskipun begitu ia tetap keluar membawa sehelai handuk yang dikalungkan di leher. Elga dan Rosa menyambut di meja makan dengan senyuman ceria.
"Pagi kak Elga, pagi Ibu." Tegur lirih Lisa.
Mereka berdua membalas teguran secera serentak, "pagi Lisa." Elga mendekati Lisa dan memberikan sebuah pakian ganti untu Lisa, "nanti setelah mandi pakialah ini."
Lisa melongo terkejut, "tapi kak ini bukannya baju kakak yang mahal. Nanti kalau aku yang memakainya bisa rusak." Lisa berusaha menolaknya.
Elga menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Tidak Lis, ini harganya tidak seberapa dengan pengorbannanmu. Sekarang mandilah !"
Lisa mengangguk dan berjalan dengan langkah gontai mendekati kamar mandi. Dalam hatinya masih gemuruh berdebat mengenai pengorbanannya.
Tak mau diambil pusing ia segera mandi, agar bisa menanyakan sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa mereka baik padanya.
Hei Lisa, biar ku beri tahu. Kamu sudah dijual dengan harga yang mahal oleh mereka, jelas saja mereka baik – baik padamu. Apalagi sekarang adalah hari terakhirmu berada di sini.
Usai mandi Lisa segera menyantap hidangan yang sudah disiapkan oleh Rosa dan Elga. Semangkuk bubur ayam dengan topping ayam yang melimpah. Lisa tidak bisa menanyakan perihal apa yang sebenarnya terjadi karena Elga sibuk dengan urusannya sendiri sementara Rosa sibuk di kamarnya.
Melahap dua sendok saja rasanya susah, apalagi harus menghabisakan semangkok penuh bubur. Ingin rasanya ia segera pergi dari rumah, menghindari malapetak tersebut.
Jam sudah menunjukkan pukul 7:30. Elga menarik Lisa yang belum usai menyantap makanannya. "Aku belum selesai kak, kakak mau ajak aku kemana ??" tanya Lisa sambil berusaha melepaskan pegangan tangan Elga ya erat.
Elga tak mengubris sedikitpun, "Aku hanya ingin membuatmu cantik." Hanya itulah kata yang keluar dari mulut Elga. Elga segera memulai aksinya dengan memberikan lapisan bedak tipis di seluruh wajah Lisa dan perona bibir yang senada dengan eyeshadow.
Lisa hanya menurut, tapi matanya terus menatap mimic wajah Elga dari pantulan cermin. Dari sorotan mata dan mimic wajahnya terlihat taka da sedikitpun paksaan bahkan Elga terlihat sangat bahagia. Lisa akhirnya mengikuti permainan kakaknya.
"Sebenarnya ini ada apa kak ??" tanya Lisa.
Elga meletakkan kedua tangannya diatas bahu Lisa, dan kepalanya ia sejajarkan di samping kiri Lisa. Kedua bola matanya menatap Lisa dari pantulan cermin sambil tersenyum. "Kau sungguh cantik Lisa," puji Elga.
Lisa menggeleng, "ini ada apa kak ??" Lisa kembali menanyakan lagi. Tapi Elga tak mengubrisnya dan tersenyum.
Rosa masuk ke kamar tersebut. Lirikan matanya kepada Elga memberi kode agar Elga membukakan pintu untuk tamu.
Pelan – pelan Rosa mendekati Lisa untuk berbicara baik – baik. "Sayang..." Rosa menarik kursi lainnya mendekati Lisa yang duduk di depan meja rias. "Kamu cantik," perlahan Rosa membelai wajah Lisa yang ayu.
"Mungkinkah dunia akan berakhir hari ini juga ??" pikir Lisa.
Rosa meraih kedua tangan Lisa dan menitihkan air mata. "Tuhan ada apa ini," teriak Lisa dalam hati.
Perlahan tangan tersebut mengusap rambut Lisa dan turun ke wajah Lisa. "Ada apa bu ?" lirih Lisa. Namun pertanyaan itu membuat air mata Rosa makin pecah. "Katakan bu, sebenarnya ada apa ?" Lisa memeluk erat ibu tirinya tersebut.
"Apa ibu sedang ada masalah ?" tebak Lisa.
Rosa melepaskan pelukannya. "Ayah kamu ternyata masih terlilit hutang sayang, ibu baru tahu sekarang dan hutang itu sudah berbunga dua kali lipat."
"Deg..."
Jantung hampir lepas dari tempatnya, begitupun dengan tubuh Lisa yang menjadi melemah. Tanpa disadari kedua sudut matanya meneteskan air mata. Lisa sudah mulai terpancing dengan air mata buaya Rosa. "LAlu bagaimana ini bu ? apa yang bisa Lisa lakukan ?"
"Bodoh sekali gadis ini, mudah sekali dibohongi." Rosa tersenyum puas dalam hatinya.
"Apa kamu mau berjanji untuk membantu ibu dan ayah ?" tanya Rosa.
Lisa mengenggam erat kedua tangan Rosa dan mengangguk. "Apapun untuk ayah dan ibu, Lisa janji akan melakukannya. Lisa tidak mau kalau sampai membuat ayah tidak tenang di surga" ungkap Lisa dengan mantap. "Memangnya hutang ayah berapa ??"
"Dua milyar belum termasuk bunganya." Ungkap Rosa.
Telapak tangan kanan Lisa membungkam bibirnya, seakan tidak percaya. Namun berkat acting yang ditunjukkan oleh Rosa. Lisa mengangguk meng – iya – kan. Sebab selama ini belum pernah melihat Rosa menangis sesenggukan apalagi tatapan kedua bola matanya mencerminkan permohoan pada Lisa.
Hati lembut yang dimiliki oleh Lisa tidaklah mungkin bisa menolak keinginan ibunya, meskipun sikap ibu dan kakaknya yang selalu saja kurang berkenan untuk Lisa.
Rosa kini menhela nafasnya lega. "Syukur kalau kamu berjanji mau membantu kami," senyum Rosa sungguh penuh kemenangan. "Ikutlah bersama Tuan – Tuan yang ada di depan."
"Tuan – Tuan ??" Lisa sontak terkejut. "Maksud ibu Tuan – Tuan siapa ??"
"Maafkan ibu nak," Rosa sampai berlutut di hadapan Lisa. "Ibu sudah melarang mereka memintamu dan menawarkan Elga. Tapi mereka tetap menginginkan kamu Sa." Rosa masih meyakinkan Lisa.
Hati Lisa makin luluh. Air mata tak bisa terbendung lagi, tangisan makin pecah. "Ayo bangun bu," ajak Lisa. "Tidak perlu berlutut untuk memohon karena Lisa akan ikut bersama mereka." Ungkap Lisa.
Semangat Rosa bergelora, ia segera bangun dan memeluk erat Lisa. Senyumnya licik mudah ditebak. "ibu janji, setelah punya uang akan segera menebus kamu." Rosa kembali meyakinkan Lisa.
Bersambung....
Cerita ini bisa di baca secara gratis di app webnovel, noveltoon dan watpad. Jangan lupa kasih vote setelah membaca❤️❤️❤️❤️